Catatan: Iranda Novandi
RENGGALI, adalah bunga endemik yang tumbuh dan berkembang di dataran tinggi Gayo. Semerbak wangi Renggali, selalu mewarni keindahan Seulanga dalam indentitas ke Aceh-an dimanapun dia berada.
Sebagai bunga yang tumbuh di daerah ketinggian 1.200 MDPL (meter diatas pemukaan laut), tampil sejuk dan menawan. Geografis dan alam membuat bunga ini tampil sejuk dan kalem. Meski terkadang, sesekali Renggali tampil terdepan dalam warna indentitas ke Aceh-an yang kental.
Bila kita telusuri sejarah, dalam romantisme masa lalu. Banyak putra Renggali yang berjaya dan mampu berkiprah di Kesultanan Aceh dan membangun Aceh secara bersama-sama menjadi kerajaan besar. Sejarah ini tentunya tak bisa dipungkiri.
Dalam catatan sejarah juga menunjukkan Seulanga-Renggali bisa tumbuh dan bersemi bersama. Keduanya saling ketergantungan dalam wadah kebhinekaan, dalam satu nama Kesultanan Aceh Darussalam.
Prof Ali Hasjimi dalam bukunya “Meurah Johan, Sultan Aceh Pertama” terbitan Bulan Bintang tahun 1976, menuliskan, Meurah Johan Syah Al-Khahar (anak Raja Linge) diangkat menjadi Sultan Aceh Darussalam pada Jumat 1 Ramadan Tahun 601-631 H (1205-1234 M) dengan gelar Sultan Alaidin Johan Syah.
Dalam Kerajaan Aceh Darussalam, yang akan menjadi rajanya ialah kebenaran, keadilan, persaudaraan, persamaan, perdamaian, keikhlasan serta cinta kasih dan siapa pun tidak boleh memperkosa dasar-dasar ini.
Dasar Penyatuan
Meurah Johan Syah sebagai panglima perang yang menaklukkan Johor. Meurah Johan Syah lah sebenarnya peletak dasar penyatuan seluruh Aceh sebagaimana wujud sekarang. Ali Mugyat Syah –Sultan Aceh pertama– yang berkuasa tahun 1500-an dalam keadaan terima jadi.
Meurah Johan dapat kita sebut sebagai perintis pertama hubungan Renggali dan Seulanga. Meurah Johan juga sangat kesohor akan kualitas kepemimpinannya. Hingga terus terwarisi sampai Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaan atau keemasan pada masa Sultan Iskandar Muda.
Maka tak mengherankan, Renggali terkadang menjadi barometer. Mashurnya Renggali inilah, membuat orang menggambarkan sosok atau profil seseorang yang bisa mewangi di tengah Seulanga, sebagai Renggali.
Begitu juga di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh. Sosok Renggali menjadi penyeimbang yang bisa mewarnai keindahan dalam iklas beramal. Sejumlah tokoh Gayo selalu hadir di lembaga yang beralamat di Jalan Tgk Lam U No 9, Banda Aceh itu.
Namun apa lacur. Kini semerbak Renggali itu telah hilang dipangkas. Semerbak wangi renggali itu kini tak tercium lagi. Gelombang mutasi besar yang terjadi ditubuh Kanwil Kemenag Aceh pada dua minggu lalu, telah mengamputasi wangi Renggali.
Kilas Balik
Dalam catatan penulis, pada rentang waktu dua dekade terakhir, Putra Renggali selalu mewarnai Abu Lam U-9. Dimulai dari Saleh Samaun yang saat itu dipercaya seabagi Kasubag Humas pada tahun 2000. Kala itu Kakanwil Kemenagnya dijabat Almarhum Nur Ali.
Pada 2005, saat Kakanwil Kemenag dijabat Ghazali Mohd Syam, seorang putra Gayo Djohar Ali dipercaya sebagai Kabid Pendidikan. Terakhir Djohar sempat terpilih menjadi Wakil Bupati di Aceh Tengah.
Seorang putra Gayo lainnya pada 2006, Aska Yunan juga mendapat kesempatan untuk bersama membangun Kanwil Kemenag Aceh. Kala itu Kakanwilnya dijabat Rahman TB. Hal ini terus berlanjut, pada 2010 saat Ibnu Sakdan menjabat Kakanwil Kemenag Aceh, Ridwan Kari dipercaya sebagai Kabid Urais.
Dimasa Ibnu Sakdan ini, kepercayaan untuk putra Renggali terus terpatri. Dengan mempercayakan Hamdan, sebagai Kabid Urais dan terus berlanjut hingga Kakanwilnya dijabat HM Daud Pakeh.
INFO Terkait:
- Dua Minggu Jabat Kakanwil Kemenag Aceh, “Orang Dekat” Daud Pakeh Mulai Disingkirkan
- Sang Plt Diusir Jelang Purnabakti
Akhirnya, pada 2020 ini. Saat Dr H Iqbal mendapat amanah menjadi Kakanwil Kemenag Aceh, pucuk Renggalipun terpangkas. Setelah Hamdan dikembalikan ke Bener Meriah, kini semerbak wangi Renggali itu tak tercium lagi.
Entah sampai kapan? Semoga romatisme Kerajaan Aceh Darussalam yang merintis kejayaan Aceh tak hilang ditelan waktu, hanya demi satu kepentingan.[]