halaman7.com – Maluku: Gempa aneh terjadi di Maluku Barat Daya (MBD). Masyarakat tidak panik saat gempa dengan magnitudo 6,3 yang terjadi pada Minggu 1 Nopember 2020 pagi tadi, sekitar pukul 10.43 WIB.
“Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten MBD menginformasikan warganya tidak merasakan gempa tersebut,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Dr Raditya Jati.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis parameter gempa terjadi dengan M6,3 dengan titik gempa di laut atau 54 km barat laut Tepa, MBD. Gempa tersebut berada pada kedalaman 196 km.
Berdasarkan pemodelan, gempa tidak memicu terjadinya tsunami. Berdasarakan peta guncangan yang diukur dengan skala MMI, gempa berdampak II MMI di Dobo dan II hingga III MMI di Saumlaki.
“Kabupaten MBD merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku. Kabupaten ini berupa kepulauan dengan jumlah 17 kecamatan,” ujar Raditya.
Kajian Paleotsunami
Tim Wave dari Universitas Brigham Young (BYU) melakukan kajian paleotsunami di kawasan ini pada dua tahun lalu. Berdasarkan catatan dari tim ini, beberapa kejadian gempa bumi pernah terjadi di MBD. Yakni pada tahun 1917, 1793, 1814, 1815, 1836, 1852, 1857 dan 1975.
Dari rentetan kejadian tersebut, lanjut Radit, secara statistik gempa terjadi 1 kali dalam kurun periode 37 tahun.
Namun demikian setelah 42 tahun belum lagi terjadi fenomena alam tersebut. Sehingga kondisi ini mendorong perlunya perhatian dan kewaspadaan semua pihak, khususnya pemerintah dan masyarakat.
Sementara itu, tsunami pernah tercatat pada 1629, 1657, 1674, 1659, 1710, 1711, 1754, 1763, 1815, 1820, 1837, 1841, 1852, 1857, 1859, 1882, 1885, 1891, 1899, 1914 dan 1938. Tsunami pada kurun waktu tersebut dipicu oleh gempa bumi di beberapa sumber seperti palung Timor, Banda dan sumber lain.
“Saat melakukan kajian tsunami, Tim Wave memilih beberapa tempat untuk melihat hasil endapan. Seperti dari lubang trenching di Pulau Moa dan Letti,” jelasnya.
Dari hasil kajian. Tim menemukan fosil organisme laut yang berada di dalam gua, Gua Raitawun, Desa Nuwewang, Kecamatan Letti. Jaraknya 100 meter dari garis pantai. Lalu pada pinggir pantai juga ditemukan bongkahan batuan dasar laut yang terangkat.
Hasil Kajian dan 20-10-20
Kajian lapangan yang menghasilkan data serta catatan sejarah tsunami sejak 1500 sampai dengan 1900. Disusun pada Katalog Wichmann kemudian memunculkan jargon 20-10-20.
Hal serupa juga pernah dikemukakan Tim Wave yang dipimpin Profesor Ron Harris. Saat itu, Ron menyampaikan jargon 20-20-20 untuk mengingatkan masyarakat yang tinggal di wilayah Pacitan, Jawa Timur.
Pada wilayah pulau-pulau di Maluku Barat Daya, tim mensosialisasikan 20-10-20. Angka 20 pertama merujuk pada durasi kejadian gempa selama 20 detik. Dengan gempa berdurasi waktu tersebut. Masyarakat setempat memiliki waktu atau golden time hanya 10 menit untuk melakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
“Angka 20 terakhir bermakna titik evakuasi yang harus ditempuh pada ketinggian 20 meter dari permukaan laut,” ujar Raditya.[ril | red 01]