Dubes Inggris Owen Jenkins Ungkap Statistik Kematian Wartawan yang Mengerikan

halaman7.com  Jakarta: Berbicara tentang Kebebasan Pers, terus terang isu ini, secara global, semakin mendapatkan serangan. Paling mengkhawatirkan adalah, berdasarkan catatan Unesco, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, hampir sembilan ratus jurnalis telah tewas.

“Sembilan dari sepuluh pembunuhan terhadap jurnalis. Pelakunya tidak dihukum. Ini adalah statistik yang mengerikan,” ungkap Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste. Owen Jenkins pada Webbinar Kebebasan Pers Media dan Covid 19: Catatan Akhir Tahun 2020, Jumat 11 Desember 2020 lalu, yang digelar BBC Media Action dan Dewan Pers serta Kedubes Inggris Untuk Indonesia

Namun yang lebih sering terjadi adalah, semakin banyak negara yang menggunakan peraturan yang lebih ketat. Untuk membungkam kebebasan berekspresi, dan mencegah berfungsinya sebuah media yang independen.

Tantangan lain, lanjut Jenkins, datang dari konflik kepentingan seputar kepemilikan media  ketika seseorang memegang kekuasaan, akuntabilitasnya, seharusnya juga ikut disorot media.

“Jika kita melakukannya dengan benar, kita semua akan mendapat manfaat,” ujarnya.

Dikatakan, kebebasan pers bukan saja sekedar komponen esensial dari demokrasi yang berfungsi dengan baik. Ini adalah dasar untuk kemakmuran ekonomi, dan pembangunan sosial.

“Ketika kita bisa berdebat gagasan, tanpa takut akan adanya ancaman, kita bisa melihat kreativitas dan keaslian dari seluruh masyarakat,” ujarnya.

Mereka yang memiliki kekuasaan seperti para politisi. Apabila mereka dapat dimintai pertanggungjawabannya oleh media yang bebas dan independen. Hal ini bisa mendorong mereka. Untuk bekerja dengan lebih baik, dan memimpin berdasarkan kepentingan seluruh rakyat.

Covid-19  Ancaman

Dubes Inggris Untuk Indonesia dan Timor Leste ini juga mengatakan pemilihan waktu untuk diskusi tentang kebebasan pers saat ini, sangat tepat. Covid-19 telah memperburuk ancaman terhadap media yang bebas dan independen, secara global. Hal ini sudah mengkhawatirkan.

Baca Juga  AHY Kritisi Tajam Perppu Cipta Kerja

“Kita harus menentang semua upaya, oleh negara manapun. Untuk menggunakan pandemi ini, sebagai alasan untuk membatasi kebebasan pers. Membungkam perdebatan, menyalahgunakan tugas jurnalis, atau menyebarkan informasi yang salah.

“Bersama-sama, kita harus berpikir secara kreatif, tentang masa depan media, dan bagaimana media dapat memiliki sumber pendanaan yang cukup,” tambahnya.

Jenkins juga sangat prihatin. Melihat banyak perusahaan media yang ditutup, dan mengurangi liputannya. Para jurnalis yang terkena pemutusan hubungan kerja, karena penurunan pendapatan.

“Jadi apa yang harus kita lakukan? Kebebasan pers dan perlindungan jurnalis, adalah prioritas utama pemerintah Inggris, dan kami mengambil lima langkah strategis,” ungkapnya.

Pertama, melindungi jurnalis dengan memberikan akses ke penasihat hukum. Inggris bekerja sama dengan Unesco, membentuk Global Media Defence Fund, yang membantu menyediakan bantuan hukum, kepada jurnalis yang membutuhkan, dan mendukung perlindungan media di seluruh dunia.

Inggris mendanai komitmen ini, sebanyak 3 juta Poundsterling atau senilai Rp60 milar, selama lima tahun.

Kedua, menyatukan negara-negara yang mendukung kebebasan media – untuk menyerukan kepada mereka, yang belum berubah, agar bisa bergabung dengan kami.

Inggris adalah salah satu pemimpin Global Media Freedom Coalition, sebuah kemitraan negara-negara yang bekerja sama. Untuk mengadvokasi kebebasan pers dan keselamatan jurnalis, serta memastikan mereka yang telah melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan, harus ber-tanggung-jawab.

Ketiga, mengembangkan rekomendasi yang akan membantu negara-negara memajukan kebebasan pers. Inggris bekerja sama dengan Kanada, mendukung pembentukan, Panel Tingkat Tinggi Ahli Hukum, tentang Kebebasan Pers, yang terdiri dari, lima belas pengacara, dan pakar hukum dari tiga belas negara berbeda.

Panel ini, menerbitkan laporan pertamanya pada Februari tahun ini. Rekomendasi Panel tersebut, bertujuan membantu pemerintah, merumuskan peraturan dan kebijakan yang lebih baik. Meminta mereka menerjemah-kan komitmen yang ambisius, ke dalam kerangka kerja, dan inisiatif yang praktis.

Baca Juga  Tanpa Tunggal Putra, Pebulutangkis Indonesia Siap Tarung di Thailand Masters 2024

Keempat, dengan mengembangkan apa yang kami lakukan di Inggris. Komite Nasional Keselamatan Jurnalis Inggris, bertemu untuk pertama kalinya pada Juli tahun ini. Mengumpulkan perwakilan dari pemerintah, media, kepolisian, kejaksaan, dan masyarakat sipil, untuk bekerjasama melindungi wartawan di Inggris. Panitia ini tengah mengembangkan sebuah Rencana Aksi Nasional Inggris, untuk Keselamatan Jurnalis.

Kelima, kami bekerjasama dengan banyak negara termasuk Indonesia. Tahun lalu, Kedutaan Besar Inggris menyelenggarakan konferensi kebebasan pers di Jakarta, dan mengadakan pelatihan, untuk tiga puluh jurnalis dari sejumlah provinsi di Indonesia.

“Dalam pelatihan tersebut, kami bertukar gagasan tentang perlindungan, hak, konflik kepentingan, dan kepemilikan media,” ujarnya.

Kampanye kebebasan pers kami di Indonesia, sempat dihentikan sementara waktu, karena pandemi Covid-19. Namun baru-baru ini, dilanjutkan kembali, melalui kerjasama dengan Institute for Criminal Justice Reform dan LBH Pers, yang menghasilkan karya penting, tentang pelanggaran kebebasan pers selama pandemi.

Di antara temuan lain yang akan segera dirilis, proyek tersebut, menyoroti peningkatan jumlah serangan terhadap jurnalis, yang melaporkan kasus Covid-19, secara daring.

Sekarang, Kedutaa Inggeris, bekerjasama dengan BBC Media Action, menyelenggarakan serangkaian webinar, mulai hari ini hingga di awal 2021, yang akan membahas masalah kebebasan pers di masa pandemi.

Selain itu, juga membahas upaya mengatasi kesalahan informasi dan disinformasi, seputar distribusi vaksin. Kami akan menindaklanjuti hal ini, dengan serangkaian pelatihan dan workshop yang relevan, untuk teman-teman media.

INFO Terkait:

Informasi Salah

Minggu ini, Inggris sudah memulai program vaksinasi. Mereka yang masuk ke dalam kelompok prioritas, sudah dan akan di-imunisasi Covid-19, virus mematikan, yang telah menghancurkan kehidupan, dan berdampak buruk terhadap perekonomian dunia

Baca Juga  Upaya Mencegah Kekerasan terhadap Wartawan

Indonesia akan segera memulai program vaksinasi. Tetapi, ada keraguan di tengah masyarakat, tentang vaksin, sebagian disebabkan oleh penyebaran informasi yang salah.

Menurut survei nasional, pada bulan September lalu, kurang dari separuh responden di Aceh, bersedia menerima vaksin. Hal ini karena adanya kekhawatiran, seputar pengambilan vaksin, termasuk keamanan, efektivitas, dan kehalalannya.

Dalam membantu mengatasi masalah ini, kami akan memperkuat kapasitas praktisi media lokal, dalam mengembangkan konten media, dan komunikasi yang menarik, serta informatif, tentang vaksinasi Covid-19

Kampanye ini juga akan berupaya meningkatkan pemahaman, antara pemerintah dan masyarakat sipil, tentang peran media, yang melibatkan masyarakat, dalam masalah kesehatan publik.

“Langkah ini akan membantu organisasi media lokal, agar bisa menyampaikan informasi tentang vaksinasi Covid-19, secara tepat dan menarik,” tutup Owen Jenkins.

Dalam webbinar ini juga menghadirkan Profesor Henry Subiakto, Staff Ahli Kementerian Informasi dan Komunikasi mewakili Menteri Kominfo Johnny Plate, Ketua Dewan Pers Muhamad Nuh, Bambang Harymurti, wartawan senior dan Petty Fatima, Pemimpin Redaksi Femina, serta  salah satu alumni Chevening Yulia Supadmo, yang menjadi moderator.[Antoedy]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *