Vaksin Bukan Peluru Ajaib

halaman7.com – Jakarta: Vaksin itu bukan peluru ajaib. Vaksin itu salah satu yang dapat membantu mencegah meminimalisir dari Covid-19. Karenanya, tetap disiplin menjaga protokol kesehatan dan 3 M (mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak).

Demikian kata Prof Tikki Pangestu, guru besar Visiiting Yong Lo Lin School of Medicine NUS dalam Diskusi Publik yang digelar BBC Media Action dan Dewan Pers, Kamis 18  Februari 2021 lalu.

Lebih lanjut Prof Tikki mengatakan menerima vaksin adalah kewajiban dan tanggungjawab sosial serta individu. Artinya menerima dan bersedia divaksin merupakan tanggungjawab sosial sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

“Dengan vaksin diharapkan akan membentuk imunitas kelompok bagi masyarakat ditanah air dengan target kekebalan mayoritas  70 hingga 80 persen,” sebutnya.

Lanjut Tikki Pang, apapun jenisnya, vaksin itu untuk mencegah dari serangan Covid-19. Harus diingat ini bukan peluru ajaib untuk memberhentikan Covid-19.

Minim Lab PCR

Sementara itu, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Josef Nae Soi yang diwakili Kepala Dinas Kesehatan, dr Masserasi BV A Taupah mengupas tentang kendala dan tantangan yang dihadapi daerahnya. Yakni minimnya Lab PCR yang hanya satu dan hanya mampu memeriksa 300 sampel sementara sampel yang masuk perharinya diatas 600.

“Ini menjadi kendala dan menumpuk sementara hasilnya terkadang diketahui setelah pasien meninggal dunia. Bahkan ada yang sudah pulang dari perawatan,” sebutnya.

Dalam diskusi dimoderatori Florence Armein dari Eart Jurnalism Network ini, turut mengundang Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Namun yang bersangkutan berhalangan karena ada tugas penting.

Peran Pers

Sementara itu Agus Sudibyo dari Dewan Pers terkait program vaksinasi ini berharap para jurnalis untuk teliti benar akan desas desus vaksinasi. Dicek dulu, periksa fakta, jangan diberitakan dulu setelah semua fakta legkap baru ditayangkan.

Baca Juga  204 Orang Sembuh, 221 Meninggal dan 2.738 Positif Covid-19 di Indonesia

Pers juga harus mengawal secara etis dan kritis. Bagaimana pemerintah menjalankan vaksinasi ini dari tahap persiapan hingga pelaksanaan.

Selalu mentaati Kode Etik Jurnalistik, verifikasi, keseimbangan, bukan opini, cek sisi transparansi, pemeraataan vaksin dan keadilan.

“Pers harus memposisikan sebagai sparing partner pemerintah,” tegas Bambang.

Selanjutnya, pers atau media massa harus memperhatikan masyarakat yang terdampak pandemi. Contohnya dampak ekonomi bagi rakyat kecil apalagi pandemi ini sudah berlangsung satu tahun.

Demikian juga, pers dan kawan jurnalis harus mengawal agar bantuan sosial kepada masyarakat terdampak Covid dan lainnya tepat sasaran.[Antoedy]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *