Aceh, Opini  

Bolehkan Qurban dengan Cara Arisan?

Catatan: Jelita

MINGGU ke tiga Juli 2021 ini, InsyaAllah kita akan memasuki Hari Raya Iduladha 1442 H. Atau lazim disebut juga dengan hari raya haji atau qurban. Tentunya, badi setiap umat yang mampu, pasti kepingin ber-qurban.

Jelita

Bahkan kalau tak mampu sendiri, kita kerab berusaha untuk berqurban secara bersama-sama dengan sanak keluarga atau bersana sanak family lainnya dan bisa juga dengan para kolega atau teman.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Siapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, tetapi ia tidak mau berqurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Secara sadar atau tidak, kesadaran masyarakat akan berqurban di Hari Raya Iduladha terus meningkat. Meski, kondisi di tengah pandemi seperti ini, dengan segala keterbatasan, semangat berqurban itu tidaklah luntur.

Ini dibuktikan dengan makin banyaknya perkumpulan semacam arisan yang khusus ditujukan untuk qurban. Biasanya, beberapa orang mengumpulkan uang dalam jumlah yang sudah ditetapkan, lalu kemudian diundi.

Nah, peserta arisan yang namanya keluarlah yang berhak menerima uang untuk dibelikan hewan qurban.

Pertanyaannya?

Apakah hukum arisan qurban, sementara hakikat arisan adalah utang? Bolehkah berqurban dengan uang hasil arisan atau berutang? Apakah ibadah qurbannya diterima Allah SWT?

Qurban merupakan ibadah yang dihukumi sunah muakkad. Begitu utamanya, sebagian ulama menganjurkan setiap muslim untuk mengerjakannya, bahkan meski harus berutang. Pendapat pertama datang dariImam Abu Hatim sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir dari Sufyan at-Tsauri. (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36).

Sufyan at-Tsauri rahimahullah mengatakan:

“Dulu Abu Hatim pernah berutang untuk membeli unta qurban.

Beliau ditanya:

“Apakah kamu berutang untuk membeli unta qurban?”

Baca Juga  Meski Diterpa Wabah PMK, Penjualan Hewan Qurban di Aceh Timur Normal

Beliau jawab:

Saya mendengar Allah berfirman:

“Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta qurban tersebut).”(QS. Al Hajj: 36)

Pendapat senada datang dari Imam Ahmad.

Suatu ketika putranya, Salih, bertanya mengenai boleh tidaknya berutang untuk melaksanakan aqiqah.

Imam Ahmad pun menjawab:

“Hadits yang paling jelas yang pernah kami dengar mengenai permasalahan aqiqah adalah hadits yang berkaitan dengan al-Hasan dari Samurah radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya.’

“Aku berharap, jika dia berhutang (untuk aqiqah), agar Allah segera menggantinya, karena dia menghidupkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti ajaran yang beliau bawa.” (Tuhfatu-l Maudud, hlm. 64)

Merujuk pada dua pendapat ulama di atas. Dapat disimpulkan sementara berqurban dengan cara arisan hukumnya adalah boleh. Tapi, perlu juga diperjelas peruntukannya.

Maksudnya, peserta arisan yang namanya keluar saat diundi, maka giliran qurban menjadi haknya, bukan atas nama peserta lain.

Sebagai contoh, jika dalam suatu perkumpulan arisan ada 20 peserta, dan uang hanya cukup dibelikan 1 ekor kambing, maka hanya satu namalah yang berhak mendapat giliran qurban.

Tidak boleh 1 ekor kambing diatasnamakan untuk seluruh anggota arisan (seperti yang sering diadakan di sekolah-sekolah).

Sebaliknya, ketika 1 ekor kambing diatas namakan untuk seluruh anggota arisan (yang jumlahnya ada 20 orang). Maka kegiatan ini tidak bisa disebut qurban karena tidak sesuai syariat, melainkan sedekah.

Hal ini sesuai dengan hadist Rasul yang artinya:

“Kami berqurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi)

Ringkasnya. Arisan qurban dikatakan sah dan boleh jika jelas siapa yang mendapat giliran atau bagian untuk membeli kambing/sapi meskipun akadnya termasuk berutang. Wallahualam Bissawab.[]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *