Catatan: Aji Setiawan
HARI-HARI belakangan ini partai politik begitu mudah membongkar pasang Capres/Cawapresnya. Memang, ketika dipasangkan muncul pro-kontra sehingga koalisi pun yang sudah dibangun mudah berubah seiring perubahan Capres/Cawapres.

Sebelumnya koalisi Gerindra-PDI-P diprediksi menjadi pasangan terkuat dengan duet Prabowo-Puan. Kini justru muncul wacana tandingan koalisi PDI-P PKS dengan duet Ganjar-Anis. Gerindra tentu saja sebagai pemegang pemenang president survey, mengajukan Prabowo sebagai R1.
Sementara PKS dan Demokrat memunculkan Anies dan AHY. Koalisi PPP-Golkar-PKS-Demokrat terancam pecah. Sementara Golkar kekeh mengajukan Airlangga Hartarto jadi Capres. PPP sendiri saat ini masih melakukan penjajagan dengan Golkar dengan menduetkan Airlangga-Suharso.
Duet ini tidak serta merta didukung kalangan akar rumput. PKB dan PPP non parlemen menduetkan Cak Imin dan Taj Yasin. Dikalangan internal partai, PPP tidak mengincar Pilpres namun konsentrasi di Pileg dengan target 60 kursi.
“Tidak usah ikut-ikut memikirkan Capres 2024. Pengalaman 2012, nama Jokowi belum sama sekali pada 20 Capres 2014. Baru muncul setelah 2013, saat itu sudah menjadi Gubernur DKI Jakarta atas dukungan Prabowo Subianto bersama Megawati.
Yusuf Kala pernah mengatakan kalau Jokowi jadi presiden, Indonesia akan hancur,” kata Hidartono SE, Wakil Sekretaris DPP Parmusi.
Internal PPP tidak muluk muluk mengincar R2. Beberapa nama cawapres mulai dari Suharso Monoarfa, Taj Yasin, Ridwan Kamil, Khofifah, Mardiono, Sandiaga Uno, Edy Rahmayadi, Gatot Nurmantio menjadi pemanis arena Muswil PPP yang digelar sepanjang Mei-Juni 2024. Konvensi Capres ala DPW, baru nama Anis dan Ridwan Kamil yang muncul. Jadi terlalu dini bicara pemilu 2024.
Keprihatinan akan kondisi politik di tanah air waktu belakangan ini dengan muncul banyak spekulasi calon pasangan Presiden/Wakil Presiden oleh parpol koalisi yang berkuasa sekarang (Gerindra-PDI-P), PKB, maupun koalisi penyeimbang (PPP, P Golkar dan PKS) serta partai-partai baru seperti Partai Ummat (Amien Rais), Gelora (Fakhri Hamzah).
Terlalu Dini
Menurut Dr Mahmuzar MHum, pakar hukum tata negara dan ilmu administrasi negara UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, masih terlalu dini.
“Terlalu dini bicara Pemilu 2024. Sekarang baru 2021. Orang yang bicara Pemilu 2024 yang masih 3 tahun lagi, pertanda yang mereka pikirkan hanya kekuasaan belaka,” kata Mahmuzar.
Ditambahkan, Mahmuzar, perlu diatur dahulu UU Pemilu Legislatif dan UU Pilpres. Bicara pemilu dan memutar otak guna mendapatkan kekuasaaan melalui pemilu. Ada baiknya dilakukan satu tahun menjelang pemilu. Paling cepat satu setengah tahun menjelang pemilu.
Bila melihat kembali ke jadwal, Februari 2022 baru bisa kelihatan pastinya pasangan capres cawapres. Sekarang, lanjut dosen pengajar ilmu hukum dan syariah ini menyatakan, hampir semua orang yang mendapatkan kekuasaan melalui Pemilu. Memikirkan pemilu, akibatnya mereka tidak konsen bekerja memperbaiki keadaan bangsa yang perlu perhatian serius.
“Padahal Pemilu belum genap usai dua tahun lalu,” lanjut Mahmuzar penuh prihatin.
“Kalau elit politik bicara pemilu melulu, lama-lama rakyat jadi bosan,” pungkas Mahmuzar, menngakhiri perbincangan.[halaman7.com]
Penulis, politikus asal Purbalingga