halaman7.com – Aceh Besar: Menanggapi pernyataan salah satu anggota DPRK Aceh Besar dari fraksi PA Juanda Djamal, perlu dilakukan riset mendalam pembangunan Aceh Besar dan dinamika politik elit, Usman Lamreueng mengaku akan mempertimbangkannya.
“Kami pertimbangkan usulan tersebut sebagai jawaban Fraksi PA. Setelah kami mengkritisi kinerja Partai Aceh di parlemen,” ujar Akademisi Unaya, Usman Lamreung, Rabu 2 Februari 2022.
Menurut Usman, kritik yang disampaikannya sebagai bagian masyarakat Aceh Besar, untuk mendorong anggota DPRK baik Fraksi PA, Golkar, dan fraksi partai lainnya benar-benar berfungsi sesuai dengan kewenangannya yaitu, regulasi, anggaran dan pengawasan.
Dimana, menurut Usman, dalam dua tahun terakhir DPRK sepertinya peran tersebut terkesan tidak berjalan dengan baik. Sesuai yang disampaikan Juanda Jamal, tampak aktif namun cenderung menjalankan rutinitas belaka, sehingga pemikiran-pemikiran politik pembangunan tidak berkembang.
Hal ini, bisa saja disebabkan dipengaruhi berbagai kepentingan politik. Sehingga mempengaruhi dalam komunikasi politik antar fraksi, atau takut untuk menjadi oposisi dengan pemerintah, akan berdampak salah satunya tidak mendapat jatah anggaran pokir.
Sehingga dinamika politik di DPRK yang seharusnya dinamis dalam mensuarakan aspirasi rakyat, pengawasan pengelolaan anggaran dan program pembagunan semestinya dijalankan dengan baik. Namun kewenangan yang ada tidak berfungsi dengan optimal.
“Sehingga berbagai proyek pembangunan dan pengeloaan anggaran bermasalah malah banyak temuan BPK saat audit seperti masalah pengadaan masker,” beber Usman.
Dikatakan, berbagai proyek pembangunan yang sarat masalah dibawah pemerintahan Bupati Mawardi Ali dan Wakil Bupati Waled Husaini, seperti kasus Puskesmas Pulo Aceh saat ini belum selesai. Mall Pelayanan Publik tak kunjung di fungsikan, Kota Janto yang menjadi program periotas menjadi kota bergeliat, sepertinya belum terpenuhi. Termasuk bupati tidak tinggal di rumah dinasnya.
Belum lagi, pelaksanaan Syariat Islam kebijakannya sporadic, namun tanpa ada evaluasi. Reformasi birokrasi tidak jalan termasuk dalam penempatan posisi jabatan OPD yang tidak sesuai dengan bidang, termasuk sistem penyelenggaraan birokrasi yang lemah (tidak konsisten kebijakan penguasa, belum ada sistem informasi yang baik, dan lemah pengawasan internal). Sehingga anggaran pembangunan lebih besar ke pembelanjaan rutinitas.
“Lalu, dimana posisi anggota DPRK,” tanya Usman.
Kader-kader partai politik yang sudah dipilih rakyat, lanjut Usman, seharusnya peran mereka digunakan dengan baik, untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Aceh Besar. Pembangunan yang sarat masalah seharusnya DPRK bersuara lantang, dan tidak kompromis.
INFO Terkait:
Kompromis
Kalau para anggota DPRK tidak bersuara, malah kompromis dengan eksekutif sudah barang pasti berbagai kebijakan pembangunan dan pengelolaan anggaran akan sarat masalah.
Untuk itu, Usman berharap khsusus Fraksi PA konsisten dan terus mengawal disisa pemerintahan Bupati Mawardi Ali dan Waled Husaini. Termasuk berbagai masalah pembangunan yang belum selesai untuk segera diselesaikan termasuk jalan Cot Irie – Limpok yang sampai hari ini belum jelas siapa yang akan memperbaikinya.
Kedepan elit, politisi, dan Parlok sudah harus berfikir lebih luas lagi untuk percepatan pembangunan Aceh Besar lebih baik. Sudah selayaknya untuk dikaji dengan berbagai pendekatan baik politik, ekonomi dan sosial. Bila memungkinkan beberapa daerah pesisir untuk bisa bergabung ke kota Banda Aceh.
Kenapa harus bergabung ke Banda Aceh?, karena selama ini pesisir banyak masalah, termasuk pelayanan publik, pembangunan infrastruktur dan sebagainya oleh pemerintah Aceh Besar. Tujuannya adalah memerdekakan masyarakat pesisir yang dekata dengan Kota Banda Aceh untuk mempercepat pembamgunan, pelayanan publik, pengentasan kemiskinan.
Perlu dipahami eksekutif dan legislatif Aceh Besar daerah peisisir yang berdekatan dengan Kota Banda Aceh yang dulunya petani sekarang sudah berubah profesi. Ini akibat lahan tidak ada lagi, berubah fungsi menjadi perumahan tentu akan berdampak pada pendapatan, peluang kerja dan kemiskinan.
“Bisa saja solusinya adalah pengabungan beberapa daerah ke kota Banda Aceh,” ujar Usman memberi saran.[ril | red 01]