Inmemoriam: Margiono dan Aceh

Catatan: Iranda Novandi

KABAR duka kepergian Margiono, Ketua Umum PWI Pusat dua priode 2008-2018, Selasa 1 Februari 2022, pukul 09.45 Wib di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Modular, Jakarta, begitu cepat beredar.

Mendapat kabar tersebut, sekilah pandangan ku melihat rak buku di news room halaman7.com. terlihat buku berwarna putih dengan les biru. Buku “ Mewujudkan Profesionalime Wartawan – 10 tahun Mergiono Memimpin PWI –.

Salah satu, isi dari buku tersebut, ada catatan kecil yang ku tulis bersama Adnan NS, mantan Ketua PWI Aceh, yang berjudul “Dari Aceh hingga Solo untuk Indonesia”.

Bagi (PWI) Aceh, Margiono memliki kenangan tersendiri. Margiono pernah berulang kali datang ke Aceh untuk mengikuti kegiatan PWI Aceh di masa kepemimpian Tarmilin Usman, diantaranya pada Juni 2015 menghadiri HPN lokal tingkat Aceh di Subulussalam. Saat itu, Margiono menyerahkan Anugerah PWI pada Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah.

Pada Oktober 2016, kembali ke Aceh. Kali ini, Margiono mengunjungi wilayah paling luar pulau Sumatera Indonesia di Pulau Weh. Margiono meresmikan Gedung PWI Sabang bersama Walikota Sabang saat itu.

Di Sabang, ada satu catatan menarik yang disampaikan Margiono dalam sambutannya. Pertama, Margino mengaku bangga dengan keberadaan Kantor PWI Kota Sabang ini. Karena lokasinya di persimpangan jalan dan dibangun di depan masjid.

“Dibangunnya gedung PWI di depan masjid sangat tepat. Karena itu akan menjadi pengingat bahwa karya jurnalisme itu harus benar, baik, memberi manfaat dan tidak menyesatkan,” ujar Margiono kala itu.

Disisi lain, bangunan permanen dua tingkat yang dibangun dipersimpangan jalan, sebagai peringatan bahwa para wartawan kini berada dipersimpangan jalan. Wartawan dihadapkan pada zaman fluktuasi, dimana ekonomi menguasai sendi-sendi kehidupan jurnalisme.

Baca Juga  PWI Aceh-GBTMA Bahas Penanganan Covid-19

“Partai politik dan kekuasaan juga masuk dalam dunia jurnalisme dan ini juga membahayakan,” ingat Margiono kala itu.

Satu lagi, pada masa Margiono Ketua PWI Pusat juga, Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI Aceh terbentuk.

Kemampuan PWI Aceh dalam menterjemahkan program PWI Pusat lewat misi-visi pendidikan, mendapat apresiasi dari PWI Pusat. Dimana, PWI Puat memberikan penghargaan bagi PWI Aceh.

Dinilai berhasil mendorong peningkatan kompetensi wartawan lewat pelatihan dan pendidikan secara intensif, sepanjang 2014-2015. PWI Aceh bersama tujuh PWI provinsi lainnya menerima penghargaan terbaik nasional 2016 dari induk organisasi, PWI Pusat.

Ini adalah penghargaan bidang pendidikan dan peningkatan kompetensi yang pertama diterima PWI Aceh.‎ Penghargaan berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Pusat PWI Nomor: 219-PGH/PP-PWI/II/2016, tanggal 7 Februari 2016 tentang “Penghargaan PWI 2016”. ‎

Penyerahan penghargaan oleh Ketua Umum PWI Pusat Margiono dan diterima Ketua PWI Aceh, Tarmilin Usman berlangsung di sela-sela pelaksanaan Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) PWI dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2016, ‎di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu, 7 Februari 2016.

Margiono saat itu menjelaskan, pemberian penghargaan itu didasarkan hasil penilaian dan evaluasi atas kinerja pengurus PWI di setiap provinsi di seluruh Indonesia selama 2014 dan 2015.

Penilaian antara lain atas prestasi dan peran aktifnya dalam meningkatkan kompetensi wartawan melalui berbagai program PWI pusat maupun daerah, baik secara kuantitas maupun kualitas pada periode 2014-2015 sehingga pantas menjadi teladan bagi pengurus PWI yang lain.

“Peningkatan kompetensi itu secara organisatoris menjadi teladan untuk kuantitas dan kualitas wartawan di daerah selama 2014-2015,” kata Margiono, di sela-sela pembukaan Konkernas PWI 2016 di Mataram.

Mungkin ada rasa “Istimewa” untuk Aceh?, apa karena Margiono terpilih menjadi Ketua PWI di awali dari Aceh? Tentu tidak. Itu semua, hanya karena sikap dan didikasi yang diperlihatkan Aceh dalam menterjemahkan visi-misi pendidikan yang menjadi program prioritas PWI Pusat lewat kepemimpinan Margiono.

Baca Juga  Mitha Bongkar Karakteristik Wartawan Aceh

INFO Terkait:

Dari Aceh

HOTEL bintang lima satu satu-satunya di Aceh itu bergemuruh. Ratusan wartawan dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam pesta demokrasi atau suksesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dalam wadah yang bernama Kongres XXII.

Sebagai salah satu dari empat pilar demokrasi di Indonesia, 600-an wartawan yang tergabung dalam wadah besar PWI tersebut bersepakat dalam sebuah Kongres PWI, pada 28-29 Juli 2008.

Kala itu, ada sejumlah nama calon yang sempat berkembang dalam bursa pemilihan Ketua PWI 2008-2013. Antara lain Wina Armada (Sekjen PWI 2003-2008), Dhimam Abror Djuraid (kala itu menjabat Ketua PWI Cabang Jawa Timur), Parni Hadi (masih menjabat Dirut RRI), Kamsul Hasan (Ketua PWI Jaya saat itu), Sasongko Tedjo (Ketua PWI Cabang Jawa Tengah saat itu) dan Margino (Wakil Ketua PWI Pusat priode sebelumnya) serta alm Muhyan (ketua PWI Sumatera Utara saat itu).

Namun, dari hasil penjaringan bakal calon ada jelang pemilihan, muncul sejumlah nama baru dari sejumlah bursa yang sempat muncul. Mereka yakni tujuh nama dengan urutan masing-masing Margiono (Salah satu Ketua Bidang PWI Pusat priode sebelumnya) dengan perolehan 19 suara, Wina Armada (13), Parni Hadi (12), Muhyan (11), Dhiman Abror (9), Kamsul (6), Alwi Hamu (1).

Dari hasil penjaringan tersebut, dinamika demokrasi masih terus berjalan, dimana dua calon dengan pasti menyatakan mengundurkan diri yakni Kamsul Hasan dan Alwi Hamu. Maka, ditetapkannya lima calon yang berhak dipilih selanjutnya.

Tetapi, apakah proses demokrasi sudah berakhir? Tentu tidak. Prosespun berjalan, dalam pemilihan, Margiono terpilih dengan perolehan suara meyakinkan yakni 58 suara. Sedangkan yang lainnya Parni Hadi (13 suara), Wina Armada Sukardi (13 suara) dan Dhimam Abror Djuraid (11 suara).

Baca Juga  Geleri UMKM Dekranasda Langsa Dibuka untuk Umum

Maka sejak dari Aceh itu, PWI Pusat dipimpin Margiono. Sebagai seorang pemikir dan sangat peduli dengan pendidikan wartawan, maka tak mengherankan bila dalam dua priode kepemimpinan, Margiono lebih menekankan pada pendidikan wartawan.

Dinilai mumpuni dan sukses membawa PWI ke arah yang lebih baik, dalam Kongres PWI di Banjarmasin, Kalimantan Selatan 2013, Margiono kembali terpilih secara aklamasi. Hingga akhirnya, Kongres Solo 2018, estafet kepemimpinan Margiono dilanjutkan Atal S Depari, yang terpilih jadi Ketum PWI priode 2018-2023.

Kini, sosok yang sangat peduli pendidikan wartawan telah. Semoga Husnul Khatimah.[]

Facebook Comments Box

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *