Hasan Tiro Patut Jadi Panutan Generasi Milenial

halaman7.com Banda Aceh: Pemasangan foto almarhum Wali Nanggroe, Tgk Hasan Ditiro dan Panglima GAM, almarhum Tgk Abdullah Syafi’I pada acara pelantikan DPD Partai Geridra Aceh banyak kecaman dari berbagai kelompok masyarakat. Karena dinilai tidak etis, politis dan menimbulkan ketersingungan dari kombatan GAM.

Berbagai perspektif dan sudut pandang elemen kelompok masyarakat di ungkapkan melalui media social. Ada yang kecewa, marah, dan emosional.

Terlepas dari bentuk kecewa, marah dan emosional, Akademisi Unaya, Usman Lamreung, melihat ada nilai positif  bagi masyarakat Aceh. Positifnya adalah mengingatkan kembali pada Teungku Hasan Tiro, dan Abdullah Syafii sudah menjadi tokoh publik, panutan, disukai tidak hanya masyarakat Aceh.

Namun secara nasional banyak menjadi inspirasi, spirit atas gagasan beliau dalam berjuang membentuk tatanan ideologi dan identitas Aceh masa kini.

Spirit gagasan beliau tentu menjadi sandaran Aceh melanjutkan memperjuangkan hak-hak bangsa Aceh dalam mengisi perdamaian. Mencapai cita-cita menjadi Aceh sejahtera dan bermatabat.

Kilas balik gagasan dan pemikiran Tengku Hasan Tiro dalam memperkuat identitas Aceh ada empat pilar konsep yaitu Turi Droë (identitas), Tu’oh Droë (kualitas), Tusoë Droë (superioritas) dan Meuadoe A (pluralitas).

Usman Lamreung

“Empat pondasi inilah yang menjadi nilai inti dari ajaran pemikiran Tiroisme. Untuk itu, Hasan Tiro patut jadi panutan generasi milenial,” tegas Usman Lamreueng, Sabtu 24 Desember 2022.

Menurut Usman, ideologi Tiroisme dibangun di atas adalah dua fondasi utama. Yakni, Pertama, fakta sejarah Aceh yang ‘tidak bisa diperdebatkan’ atau ‘undisputed history’ di masa lalu, jaman keemasan Kesultanan Aceh Darussalam.

Kedua, adalah hukum internasional. Ideologi yang diajarkan Teungku Hasan Tiro merupakan ideologi yang didasarkan atas landasan ilmiah. Yakni fakta sejarah dan hukum internasional. Keilmiahan inilah yang menurut Teungku Hasan Tiro menjadikan ideologi ini sebagai hujjah atau kebenaran yang kokoh dan dapat diterima masyarakat internasional secara umum.

Baca Juga  Akademisi: MAA Kembali Diobok-obok

“Konsepsi ideologinya melihat Islam dari sudut pandang sosiologi politik Islam, atau bagian dari kebiasan hidup yang menjadi hukum adat masyarakat Aceh. Bukan ideologi politik Islam,” jelas Usman.

Teungku Hasan Tiro, lanjut Usman, menampilkan Islam sebagai nilai-nilai yang luhur. Memotivasi orang untuk berjuang (jihad) melawan kebatilan, amar ma’ruf nahi munkar, dan semangat kesetaraan/egalitarian sesama warga Aceh. Ideologi Tiroisme menempatkan masyarakat Islam Aceh sebagai ‘fakta historis’ atau pun realitas yang hidup di masyarakat

Maka sudah sangat wajar Teungku Hasan Tiro sebagai tokoh Aceh dikagumi, dihormati, dan disegani rakyat Aceh dan luar Aceh. Maka siapapun masyarakat yang menghormati sampai membingkai fotonya tidak ada masalah.

“Malah kita harus bangga, masyarakat sangat menghormati Teungku Hasan Tiro,” ujarnya.

Sebagai saran, Usman menyampaikan, sudah sepatutnya pemerintah Aceh membangun Museum Perdamaian Aceh. Sebagai pengingat sejarah bagi generasi masa kini dan masa depan. Mereka harus paham sejarah Aceh dan identitas agar generasi Aceh tidak lagi buta sejarah dan romantisme sejarah.

Dengan Museum Perdamaian Aceh generasi masa kini dan  masa depan akan mengenal tokoh, aktor dan peristiwa perjanjian MoU Helsinki antar Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.

“Sebagai pembelajaran sejarah. Agar masa depan tidak terjadi lagi konflik seperti apa sudah terjadi pada masa lalu,” pungkasnya.[ril | red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *