halaman7.com – Banda Aceh: Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi penguasaan lahan Eks-HGU PT Desa Jaya Alur Jambu dan PT Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti. Serta penerbitan sejumlah Sertifikat Hak Milik atas tanah Negara oleh pengurus PT Desa Jaya Alur Meranti di Kabupaten Aceh Tamiang.
“Penetapan tersangka dilakukan pada Jum’at 31 Maret 2023 setelah dilaksanakan ekpose perkara. Selain Kepala BPN Aceh Tamiang, Mursil, penyidik juga menetapkan TY (Direktur PT Desa Jaya Alur Jambu dan Direktur PT Desa Jaya Alur Meranti) dan TR (penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang),” ujar Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, Rabu 12 April 2023.
Ali Rasab menjelaskan berdasarkan hasil ekpose perkara ditemukan pada tahun 1963, PT Desa Jaya dengan Direktur Alm Tengku Abdul Jalil (ayah kandung TY dan TR memiliki 2 Hak Guna Usaha (selanjutnya disebut HGU). Berupa lahan perkebunan karet yakni HGU Nomor 25 D/H no. 1 (12 September 1970) (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963). Dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada 22 Agustus 1988 seluas 885,62 hektare.
Kemudian HGU Nomor 24 D/H no. 1 dikeluarkan pada tanggal 12 September 1970 (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963). Dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada 22 Agustus 1988 (dihitung sejak didaftarkan) seluas 1.658 hektare.
Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan dari 1988 hingga sekarang. Kedua perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan dalam melaksanakan usaha perkebunan. Yakni PT Desa Jaya Alur Jambu HGU berakhir 1988 hingga saat ini belum perpanjangan dan pembaharuan kemudian izin usaha terbit 2015. PT Desa Jaya Alur Meranti pembaharuan HGU terbit tahun 2010 sementara izin usaha perkebunan terbit tahun 2014.
Pada 2009 pengurus PT Desa Jaya yaitu TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik diatas tanah negara yang berdekatan dengan lahan Ex-HGU PT Desa Jaya Alur Meranti. Dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu pembangunan Makodim Aceh Tamiang.
Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara T Rusli. Dengan dibantu Mursil (Kepala Kantor Pertanahan Aceh Tamiang 2009). Membuat permohonan kepemilian hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun.
Setelah terbit sertifikat pada 5 Juni 2009. Selang beberapa hari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada T Rusli atas tanah tersebut seharga Rp6,43 miliar.
Atas kejadian tersebut PT Desa Jaya Alur Meranti dan PT Desa Jaya Alur Jambu dinyatakan mendapatkan keuntungan illegal. Berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan secara melawan hukum. Tidak berhak menerima ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang 2009.
“Berdampak kerugian keuangan negara dan perekonomian negara sedikitnya berkisar Rp64 miliar,” ujar Ali Rasab.
Dalam kasus korupsi penguasaan lahan negara ini. Mursil berstatus Kepala Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang 2009. Ia dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menerbitkan Sertifikat Hak Milik diatas tanah negara dengan tujuan untuk di jual kembali kepada Negara. Memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
Tersangka T Yusni berstatus Direktur PT Desa Jaya Alur Jambu dan Direktur PT Desa Jaya Alur Meranti. Ia dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum yaitu melakukan musyawarah dengan panitia pengadaan tanah tanpa kuasa pemegang hak dan alas hak. Menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah. Untuk kepentingan umum yang dari tanah negara dan memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
Sedangkan tersangka T Rusli berperan sebagai penerima ganti rugi pengadaan tanah. Untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan yaitu mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada Negara. Mengajukan dan menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
“Tiga tersangka dinyatakan melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujarnya.[ril | Antoedy]