Peneliti UKS: Kuda Gayo, Diambang Kepunahan

Kuda Gayo di Aceh Tengah.[FOTO: h7 - ist]

halaman7.comBanda Aceh: Kuda Gayo, yang hidup di daerah dataran tinggi Gayo, yang mendiami empat kabupaten di Aceh, kini terancam punah. Hal ini dilihat dari populasi kuda tersebut yang jauh menurun saat ini.

Kuda Gayo sendiri merupakan sumber daya genetik ternak lokal yang sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1054/Kpts/SR.120/10/2014 tentang penetapan rumpun kuda Gayo.

Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Dr Eka Meutia Sari MSc melalui rilisnya yang diterima, Senin 27 Nopember 2023 menyatakan, kuda Gayo merupakan bagian dari kekayaan sumber daya genetik hewan lokal Indonesia.

“Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan dari Kementan RI tidak lah mudah. Harus melalui tahapan penelitian dan validasi data, penelitian dilakukan di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues,” katanya.

Wilayah sebaran kuda Gayo terdapat di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.

Dijelaskan, secara kultur kuda Gayo merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Gayo. Kuda Gayo sejak dahulu sudah digunakan sebagai alat transportasi, ternak kerja dan dipergunakan sebagai kuda pacuan atau dalam bahasa gayo disebut “pacu kude”.

Sementara untuk masyarakat Alas yang yang mendiami Kabupaten Aceh Tenggara, kuda Gayo disamping digunakan sebagai tenaga kerja, juga digunakan dalam prosesi adat Alas. Penggunaan kuda Gayo dilakukan untuk kegiatan adat menikah dan sunatan, dalam bahasa Alas disebut “pemamanan”.

Terancam Punah

“Hal yang paling mengkhawatirkan dari kuda Gayo saat ini adalah menurunnya jumlah populasi kuda Gayo,” ungkapnya.

Baca Juga  Said Mahdum Majid Resmi Jadi Pj Walikota Langsa

Lebih detil dibeberkan, data jumlah kuda Gayo pada 2023 yang bersumber dari Dinas Peternakan Provinsi Aceh sebanyak 326 ekor.

“Kita dapat memprediksi kuda gayo akan punah dalam beberapa dekade yang akan datang. Prediksi punahnya kuda Gayo ini harus menjadi atensi dari semua pihak,” terang Prof Eka.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah maupun dari non pemerintah. Salah satunya adalah karena kuda Gayo saat ini hanya digunakan untuk pacuan di di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues.

Hendaknya pemerintah di tiga kabupaten tersebut dapat melakukan komunikasi dengan Pordasi sebagai induk olahraga berkuda di Provinsi Aceh agar memasukkan kelas pacuan khusus untuk kuda Gayo.

Kabarnya kelas khusus untuk kuda Gayo sudah pernah ada, namun beberapa tahun terakhir kelas khusus kuda Gayo sudah hilang. Kelas khusus kuda Gayo harus dibuat seistimewa mungkin, baik dari segi hadiah mungkin bisa menjadi yang paling tinggi agar ada prestise bagi peternak kuda Gayo. Karena hadiah dari kelas kuda Gayo yang paling tinggi dan mahal. Ini dapat menjadi stimulus dan penyemangat agar peternak mau beternak kuda Gayo.

Upaya lainnya adalah secara berkala dilakukan kontes terhadap kuda Gayo. Kegiatan ini dapat secara rutin dilakukan setiap tahunnya secara bergantian di empat kabupaten wilayah sebaran kuda Gayo secara bergantian.

“Secara teknis nantinya dapat dilakukan pendampingan Pusat Riset Sapi Aceh dan Ternak Lokal USK,” ujar Prof Eka.

Kegiatan ini juga merupakan bagian dari memonitor kuda-kuda Gayo unggul yang memenuhi standar dari Kementan RI berada didaerah mana saja. Karena namanya kontes, pasti ada ternak yang menjadi pemenang. Pemenang akan mendapatkan reward dan juga hadiah uang pembinaan

Baca Juga  IKA USK Langsa Resmi Terbentuk 

Prof Eka yang juga Ketua Pusat Riset Sapi Aceh dan Ternak Lokal, USK menambahkan, untuk menjaga kelestarian kuda Gayo sebagai ternak kebanggaan masyarakat Gayo perlu mendaftarkannya sebagai satwa yang dilindungi ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Dikatakan, pihaknya dari Pusat Riset Sapi Aceh dan Ternak Lokal, USK telah melakukan inisiasi rencana untuk mendaftarkan kuda Gayo sebagai satwa yang dilindungi. Rencana ini mendapatkan dukungan yang sangat positif dari Kepala Dinas Peternakan Provinsi Aceh, Zalsufran ST MSi dan Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Aceh Tengah, drh Hulfah MP.

Dikatakan, hal ini penting menjadi kajian bersama, karena dari informasi masyarakat tidak sedikit juga kuda Gayo yang dibawa ke Dolog Sanggul, Provinsi Sumatera Utara untuk dikonsumsi dagingnya.

“Mengingat populasi kuda Gayo yang sudah sangat sedikit, kita harus menjaga populasinya. Jangan sampai populasi terus menurun,” ujarnya.

Upaya menjadikan kuda Gayo menjadi satwa yang dilindungi akan menjadi isu nasional bahkan internasional. Kuda Gayo tidak hanya menjadi atensi lokal masyarakat Gayo, tetapi juga akan menjadi sorotan dunia bahwa kuda Gayo sudah masuk kedalam kategori kritis yang harus dilakukan konservasi secepatnya.

Untuk pilihan wilayah konservasinya bisa dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah. Karena peternak kuda Gayo di Kabupaten Aceh Tengah sudah lama menjaga tradisi beternak kuda Gayo. Dengan beberapa cara diatas terbuka ruang diskusi untuk upaya penyelamatan kuda Gayo agar tidak hilang dan punah.

“Semoga anak cucu kita masih dapat melihat kuda Gayo sebagai kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia,” ujar profesor ini.[ril | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *