Adnan NS, Wartawan Gaek Tak Berhenti Berprestasi

Adnan NS

SOSOKNYA tidak asing dalam dunia pers. Di pasport tercantum nama lengkap orang tuanya Nyak Sarong. Kemudian disingkat menjadi satu nama yang begitu popular Adnan NS.

“NS” itu merupakan kependekan daripada Nyak Sarong. Orang tuanya si bungsu dari dua bersaudara pasangan Hanafiah-Fatimah. Konon, nama Nyak Sarong itu, karena orang tua laki-laki dari Adnan ini, saat lahir terbungkus plasenta alias “bersarung”. Hingga ditambalkan menjadi nama dan dipanggil si Sarong.

Lazimnya dalam kehidupan orang Aceh anak kecil atau si bungsu digelar si Nyak. Kebetulan lahir bersarung, jadilah sebutan Nayak Sarong hingga dewasa. SEdangkan nama aslinya Yahya.

Di balik nama itu, ada cerita lucu dan menarik menimpa Adna. Suatu ketika, Adnan melakukan lawatan ke Eropa dalam kapasitasnya sebagai anggota DPD RI asal Aceh. Nama dalam tiket dan  manifest maskapai penerbangan asing itu tertulis: Mr Sarong Nyak-Adnan. Kala transit, Dia nyaris tertinggal di Bandara Amsterdam. Hingga last called pada last minute, suara panggilan Sarong Nyak terus bergema. Merasa tak memiliki nama seperti itu, Adnan pun tetap duduk tenang.

Dia baru tersadar kalau nama yang dipanggil-panggil itu adalah namanya. Salah seorang petugas mengelilingi barisan penumpang di waiting room. Sambil mengangkat tangan, petugas ini menanyakan route flight kepada para penumpang. Jika tidak begitu, pasti harus bermalam di bandara yang menggigil itu.

Adnan NS kelahiran Krueng Sabee pada Ahad 14 Agustus 1955. Pada Jumat, 9 Februari 2024, malam memperoleh penghargaan sebagai ‘Tokoh Pers Senior tataran nasional asal Aceh Jaya’.

Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin menyerahkan penghargaan pada Adnan NS yang diterima anaknya, disaksikan ketua PWI Aceh Jaya, Hendra.[FOTO: h7 – dok pwi aceh jaya]
PWI Aceh Jaya di bawah pimpinan Hendra berinisiatif memberikan penghargaan pada malam penganugerahan di Calang, Aceh Jaya. Saat itu Adnan sedang berada di  Malaysia menghadiri perkawinan Ruqayyah- Zubair. Darmawi si ayah ‘ratu sehari’ itu berasal dari Keutapang, Calang. merupakan adik sepupu, Adnan NS sendiri.
Baca Juga  Wartawan dan Panwaslih Aceh Lahirkan Rekomendasi

Untuk terselenggaranya hajatan ini, Ketua PWI Aceh, M Nasir Nurdin menyerahkan penghargaan ini kepada putranya Muhtadi Khadafi, yang kebetulan mengikuti jejak sang ayah jadi wartawan.

Wartawan renta kini sudah akan memasuki kepala 7, masih terlihat gesit. Mulai berkecimpung dalam dunia pers pada Harian Waspada Medan sejak 29 September 1980 hingga Agustus 2021. Tugas liputannya lingkang pukang ke berbagai pelosok seantero Aceh. Putra ke delapan dari 11 bersaudara pasangan Nyak Sarong ID-Aisyah bin Arsyad Mando Gle.

Adnan mengantongi sertifikat Kompetensi Wartawan Utama, juga mengantongi Press Card Number One (PCNO) 2013 bersamaan Wamen Kominfo, Nezar. Dosen tetap pada Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisipol Universitas Iskandar Muda Aceh (Unida) Banda Aceh mengaku tegar dan sukses dalam menjalankan tugas jurnalistiknya berkat gemblengan mental, kedisiplinan  berkat didikan keras Harian Waspada.

Sebagai wartawan, Adnan tentu juga tak luput dari teror. Dimana, kenderaan roda empat miliknya pada masa konfik Aceh, pada 11 Mei 2002 pukul 11.08 Wib sempat dibakar.

Eksistensi pers di Aceh kala itu persis seperti nasib “asam sunti”, di bawah batu di atas pun ditimpa batu penggiling. Semua berita menjadi serba salah. Kutipan berita dari sumber resmi pun menjadi salah. Ya bisa jadi salah tafsir salah makna. Belum usai diteror GAM muncul lagi teror oknum aparat. Sebagai wartawan posisi masa itu serba salah, walau tak  disebut bagaikan buah simala kama?

Menurutnya, Semua ranjau itu Alhamdulillah bisa lolos berkat suatu nawaitu yang tulus dalam melakukan proses sosial kontrol. Ini memang wajib dilakukan seorang  insan  Pers. Tentu bentuk tulisannya yang disajikan  tidak tendensius, harus balancing news. Wajib melakukan proses cheak and recheak serta tidak memojokkan suatu lembaga, organisisasi maupun privasinya.

Baca Juga  Rembuk Stunting di Aceh Timur

Era Digitalisasi

Menurut Adnan, tugas para jurnalis era digitalisasi kekinian jauh lebih mudah. Seorang wartawan dalam melakukan aktifitas, mencari, memperoleh, mengolah, memiliki dan menyimpan serta menyiarkan suatu berita dibandingkan era kami dahulu. Era sekarang semua serba kilat, mudah, mulus serta transparansi.

Era kini tugasnya tidak ada lagi terbentur dengan batas geografi, transportasi, waktu dan tanpa melalui proses percetakan, mesin hand press maupun off set serta teleks. Tanpa harus beranjak dari lokasi semua wartawan bisa langsung menyiarkan berita via media onlinenya.

Adnan alias Denan selain wartawan, Dia juga jangan berjasa sebagai Declarator Kabupaten Aceh Jaya merangkap Ketua Pemekaran eks wilayah Kewedanaan Calang 15 September 1999. Di tangannya Aceh Jaya bisa “ditetas” dari kejauhan, Banda Aceh jaraknya 147.000 meter di Ibukota provinsi Aceh.

Dananya ketika sangat minim. Tidak ada satu pun personal pada lintasan perjuangan pemekaran yang dinakhodai berani meminta “uang pelicin”. Mungkin keengganan para pihak karena pada dirinya melekat atribut kewartawanannya?.

Sebagai salah seorang wartawan senior, Adnan NS kerap sekali menjadi saksi A-De Charge (saksi meringankan) untuk kasus delik pers yang menjerat para wartawan. Instruktur berkaliber ini, juga sering menjadi instruktur dalam pelatihan wartawan di bawah naungan PWI dan penyajian makalah di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta serta lembaga dan organisasi lainnya. Awal 2000 an, Dia sering diundang sebagai  pemateri  liputan wilayah komflik dari Aceh hingga Merauke, Papua.

Sebelum menjadi ketua PWI Aceh dan Pengurus PWI Pusat, Adnan NS sempat dua periode lebih menduduki jabatan Ketua IPKB Aceh (1985- 1996). Masa Presiden Soeharto itu Indonesia masih 27 wilayah provinsi. Hampir semua ibukota provinsi sudah ditapaki, termasuk Dili, Timor Leste.

Baca Juga  Lagi, Tukang Bangunan Tersandung Sabu Diciduk Polisi

Jabatan internal  yang pernah diembannya pada Harian Waspada, awalnya sebagai Koordinator Aceh Utara, di Lhokseumawe 1995-200, Plh Kepala Perwakilan Waspada Aceh di Banda Aceh, 1998-2000, Kepala Perwakilan Waspada Aceh 2000-2008. Staff Khusus Pemimpin Umum bidang Marketing 2010-2021.

Secara organisasi, Adnan pernah menjadi anggota Dewan Penasehat PWI Pusat 2013-2018 dan Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI Aceh 2010-2015.

Itulah sekilah, sosos Adnan NS, wartawan gaek yang tak pernah berhenti untuk terus berprestasi. Teranyer, memperoleh penghargaan sebagai ‘Tokoh Pers Senior tataran nasional asal Aceh Jaya’.[freelance – halaman7.com | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *