halaman7.com – Aceh Tengah: Ahli waris keluarga menilai, Pemkab Aceh Tengah ingkar janji, soal penyelesaian perampasan tanah untuk venue pucuan kuda pada PON Aceh Aceh – Sumut.
Pasalnya, dalam proses mediasi ketiga antara Pemkab Aceh Tengah dan pihak ahli waris, Pemkab menawarkan opsi agar Tanah seluas 2 hektare tersebut untuk diterbitkan SHM nya (Sertifikat Hak Milik ) agar kemudian tanah itu dapat segera dibayarkan.
Opsi tersebut mendekati titik terang dalam penyesaian kasus ini. Afdhel Khalik Kyvlan, Jubir dari pihak keluarga menyampaikan, sesuai hasil mufakat internal keluarga besar, pihak keluarga atas nama Syukri menyetujui opsi dari hasil mediasi ketiga tersebut.
Namun di lapangan, Pemkab bertindak lain, dengan mengutus Satpol PP dan WH yang telah menyampaikan SP 1 hingga SP 3 untuk segera melakukan pembongkaran lahan dan 2 rumah hunian dengan tanpa syarat atas nama Abdussalam Aman Jasniar, seorang veteran pejuang beserta anaknya, Sulaiman Aman Rifa.
Kronologi Mediasi
Afdhel Khalik Kyvlan ebagai Tim Mediator sekaligus Jubir pihak keluarga besar ahli waris Syukri menyatakan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah terkesan telah mengabaikan hak-hak atas kepemilikan lahan warga serta mengklaim sepihak atas lahan tersebut.
“Walaupun beberapa tahapan mediasi telah dilaksanakan. Namun hingga saat ini Pemkab Aceh Tengah tidak mampu menyelesaikan sejumlah persoalan tersebut,” ujar Afdhel, Sabtu 2 Maret 2024.
Dikatakan, dalam perjalanannya ditahap awal mediasi, Pemkab Aceh Tengah menawarkan relokasi atau tukar lahan pada pihak keluarga ahli waris. Namun melalui Tim mediator menolak opsi tawaran tersebut. Karena dinilai tanah yang dimaksud lebih bermasalah, yang terletak di depan komplek Perkantoran Dikjar Aceh Tengah.
Kemudian pada tahap mediasi kedua, Pemkab Aceh Tengah menawarkan untuk meminta agar lahan seluas 2 Ha itu diberikan terlebih dahulu pada Pemkab Aceh Tengah. Untuk kemudian di SK kan oleh Pj Bupati Aceh Tengah. Kemudian agar dapat dibayarkan pada tahun berikutnya.
Mengingat alasan Pj Bupati Aceh Tengah melalui Asisten 1, Mursid, bahwa Kabupaten Aceh Tengah dalam kondisi defisit dan harus dianggarkan terlebih dahulu di tahun berikutnya. Namun, hal itu juga tidak menghasilkan titik terang.
Seiring berjalannya waktu Pemkab Aceh Tengah mengundang kembali Sukri yang didampingi Jubirnya, Afdhel Khalik Kyvlan untuk bermediasi ketiga kalinya. Dalam rangka mencari solusi tempuh terkait program pembebasan lahan yang akan dibangun Grup Waskita Karya sebagai pihak pembangun. Mengingat prosesnya telah ditenderkan kepada pihak Grup Waskita Karya.
“Dalam proses mediasi ketiga ini mulai ada titik temu dan titik terang dalam penyelesaian masalh ini. Namun, Pemkab ingkar janji,” terangnya.
Menyangkut kepemilikan tanah, dijelaskan Afdhel, pada Mei 1963 tanah tersebut pernah diminta pabrik kertas dan ditolak pemilik tanah. Maka terbitlah surat pengawasan sementara dari pabrik kertas berdasarkan Keppres No. 225 tahun 1963.
Pada Nopember 1963, kemudian disusul dengan surat pembatalan jual beli yang diterbitkan pabrik kertas, dengan acuan berdasarkan Keppres No 225 tahun 1963 terkait objek vital. Mengingat pihak perusahaan pabrik kertas telah menemukan lahan baru yang terletak di Lhokseumawe atau Aceh Utara pada waktu itu.
Karenanya, piha keluarga besar Syukri berharap Pemkab Aceh Tengah tidak mengabaikan atas hak-hak masyarakat. Karena sejak 1924 tanah tersebut sudah digarap Alm Ducak (Datunya Syukri) dan sudah turun temurun menjadi warisan keluarga hingga kini.
Sebelumnya, Kepala Satpol PP dan WH setempat, Ariansyah, Jumat 1 Maret 2024, sebagai mana dilansir dari KabarAktual.id, mengklaim pembangunan venue Pacuan Kuda dibangun di atas tanah hibah Provinsi Aceh kepada Pemkab Aceh Tengah.
Tahapan yang dilakukan setelah ada perintah penertiban ke Satpol PP dan WH, maka dilakukan peringatan lisan agar masyarakat mau membongkar mandiri bangunan, pagar, tanaman.
Karena belum juga dilakukan pembongkaran, maka diberikan SP1, Sp2, sampai SP3. Agar masyarakat bersedia membongkar mandiri bangunan, pagar, atau tanaman yang terkena proyek pembangunan.
Dalam setiap pertmuan dan mediasi, dan penertiban, Pemda selalu menyampaikan kalau tanah itu adalah hak pakai milik Pemda.
Pemda juga sampaikan kepada masyarakat yang merasa punya hak di atas tanah itu supaya menempuh jalur hukum pengadilan.[andinova | red 01]