halaman7.com – Banda Aceh: Bank Aceh terus menjadi perhatian publik, yang tercermin dari pergantian pejabat pemerintah Aceh secara bergantian yang selalu diikuti dengan intervensi pejabat pemerintah terhadap bank tersebut terus menerus untuk kepentingan sesaat.
“Hal ini berpengaruh terhadap kinerja Bank Aceh dalam menjalankan operasionalnya,” tegas akademisi Unaya, Dr Usman Lamreung, Sabtu 7 Desember 2024.
Dikatakan, kekosongan direksi dan komisaris yang lengkap dan kokoh serta berintegritas terus menerus tanpa perhatian Penyedia Layanan Pembayaran (PSP) sebagai penentu berkembangnya bank tsb bebas dari kepentingan.
Manajemen operasional bank terus terganggu bila politisasi terhadap bank daerah tersebut. Diganggu untuk kepentingan-kepentingan yang tak membuat bank tersebut lebih maju selangkah. Pembiaran penempatan Dirut bank dan Komut bank yang independen dan berintegritas harus nya menjadi perhatian PSP terhadap bank tersebut.
“Ini merupakan kesalahan dari PSP yang merusak Bank Aceh tanpa memperhatikan aturan yang ada,” jelas Usman.
Menurut Usman, PSP seharusnya bertindak sebagai pemangku kebijakan yang menjaga kesehatan bank. Namun yang terjadi adalah politisasi yang tampak dari pemecatan dan pengangkatan pengganti yang melanggar ketentuan.
PSP Bank Aceh dianggap tak paham bank dan tak peduli terhadap bank daerah tersebut adalah karena tak mampu melengkapi kelengkapan organisasi manajemen bank dan manajemen pengawasan direksi bank untuk melengkapi komisaris utama bank secara transparan.
Terhadap PSP Bank Mustaqim, mereka juga berjalan setali dua uang, dirut yang mumpuni dan para komusaris yang propert juga ndak menjadi perhatian PSP bank tersebut. BPRS tersebut berjalan dan berkembang apa adanya tanpa sentuhan apapun dari PSP untuk menjadikan BPRS Mustaqim tersebut lebih maju dan berkembang.
“Mungkin PSP BPRS Mustaqim pun tidak paham apa tugas mereka, sehingga melengkapi kepengurusan bank pun PSP tak mampu merealisasikannya,” pungkas Usman.[ril | red 01]