Pengalaman Adzan di Inggris

Catatan: Yusradi Algayoni

WAKTU sudah menunjukkan pukul 16.15 sore waktu Inggris, Kamis 4 Maret 2025. Sementara, belum ada yang azdan Ashar. Yang biasa adzan, Sheikh Anisur Rahman, aslinya dari Bangladesh, sepertinya berhalangan. Biasanya, dia datang lebih awal.

Luar biasanya, selama satu tahun tiga bulan, saya dan anak-anak di Inggris, sejak 16 Nopember 2023 (istri lebih awal berangkat, 1 tahun 5 bulan karena mulai perkuliahan saat itu, September 2023), jamaah di masjid, beliau absen adzan kurang dari tiga kali.

Saya pun kemudian menuju ruangan imam Sutton Central Masjid, Sheikh Said Akbar, doktor tafsir Alquran, master Alquran dan hadis, dan sarjana dakwah, yang sempat tinggal di Turki, asal Palestina, memberitahukan “Skeikh, kalau tidak ada yang adzan, InsyaAllah saya bisa adzan,” karena sudah masuk waktu Ashar.

Sheikh Said Akbar ini orangnya baik sekali, peramah, wawasannya luas, pengetahuan agamanya mendalam, jam terbangnya tinggi, bijak, pengalamannya juga tidak diragukan, dan sangat membantu, terutama buat keluarga kami.

Beliau jadi nomor kontak di luar saya dan istri untuk keperluan sekolah si bungsu (Muhammad Ilham Akbar al-Gayoni, jalan 8 tahun) saat masuk primary school, yang tidak terlalu jauh dari rumah, setahun lalu. Otomatis, kami tidak punya keluarga di Inggris.

Di UK (Inggris dan Irlandia Utara) pun, tidak banyak orang Indonesia, 9-11 ribu. Terlebih, di Sutton, terbatas dan tidak saling kenal saat awal-awal kami ke Inggris, karena baru. Selalu saja kemudahan dari Allah SWT dan dipertemukan dengan orang-orang baik, Sheikh Said Akbar tadi salah satunya. Alhasil, nomor kontak di luar keluarga, tidak jadi penghambat pas pendaftaran sekolah Ilham.

“Adzan lah, brother,” katanya mempersilahkan saya adzan. “Sekarang?” tanya saya. “Ya, jawabnya. ” Di situ aja adzannya,” sebelah kiri dekat pintu masuk utama. Pasalnya, Sutton Central Masjid beberapa bulan ini dalam proses perluasan.

Baca Juga  Perhitungan Suara Hasil Pemilu Hingga Malam

Alhamdulillah, perluasan bangunan ke sisi kiri sudah bisa dipakai ramadan tahun ini, untuk sementara waktu. Paling tidak, bisa menampung 500 jamaah (sebelumnya, 200-an jamaah).

Saya pun kemudian adzan. Selesai adzan, Sheikh Said Akbar pun muncul dari balik pintu, “MasyaAllah, bagus sekali adzannya, brother,” komentarnya. Saya meletakkan tangan kanan saya ke dada, sebagai penghormatan, ungkapan terima kasih. Setelah shalat sunah kabliah, saya pun qamat. Lalu, salat jamaah, diimami Sheikh Said Akbar.

Selesai salat, Sheikh Said Akbar kembali mendekati saya. Juga, memanggil Hasan, imam keempat, “Kamu ngak dengar tadi brother Yusra adzan. Bagus suaranya. Ayo kita ke ruanganku,” ajaknya.

Kami pun menuju ruangannya, sambil membawa belajaan tahu dan susu kacang kedelai, yang sebelum Assar dibeli di Sutton High Street. Sampai di ruangannya, Sheikh Said Akbar mendekati saya dan bertanya, “Kamu hafiz?” “Nggak hafiz, paling hafal 1 juz. Saya bercita-cita hafal Alquran,” kata saya. “Sejak kapan azan?” tanyanya lagi. “Kalau lomba, pas kelas SD, SMP. Sejak sekolah, kuliah, mulai adzan (di Takengon, Medan, Malang, Jakarta, Tangerang, dan Bogor),” kata saya. “Di Indonesia, pernah imam?” tanyanya lagi. “Kadang-kadang,” ujar saya.

Adzan tadi, merupakan azan kedua kalinya selama saya di Inggris. Yang pertama, justru waktu di bandara, London Luton Airport, salat dzuhur, sebelum berangkat ke Serbia, saat musim panas 2024 yang lalu. Di Sutton Central Masjid khususnya, siapa imam (1-4), muadzin tetap, sudah ditetapkan pengurus. Jadi, kita “tidak bisa azan sembarangan.” Kecuali, situasi seperti tadi. Itu pun, jarang sekali. Seperti muazin tetap tadi, selama saya di Inggris dan jamaah ke masjid, terbatas absen. Luar biasa betul keberislaman muslim di Inggris.

Baca Juga  Harga Beras Mahal, Warga Aceh Curhat ke Presiden

“Bagus sekali adzannya tadi. Suaramu juga bagus. MasyaAllah,” kata Sheikh Said Akbar kepada Hasan, imam tiga, sambil meneruskan, “Hasan, nanti brother Yusra kita minta adzan  secara live. Selesai kita pengajian ramadhan, sebelum buka puasa, dia adzan live dari ruangan ini,” katanya. “Cocok, Sheikh,” tegas Hasan, anak muda, 30-an tahun, di bawah saya.

“Nanti, brother Yusra kita minta ngisi juga di channel Youtube kita, gimana dia dan keluarga, sampai ke Inggris, Islam di Indonesia, dan bagaimana di Inggris,” lanjutnya lagi. “Okay, brother,” tanyanya. “InsyaAllah,” jawab saya. Kami pun kemudian berpelukan, termasuk dengan Hasan. Kemudian, keluar dari ruangannya, pulang ke rumah.[halaman7.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *