Menhut dan Pejabat Pengelola Hutan Harus Bertanggung Jawab atas Bencana Sumatera

TM Zulfikar

halaman7.com – Banda Aceh: Banjir dan longsor yang berulang di berbagai wilayah Indonesia bukanlah semata-mata fenomena alam, melainkan cerminan dari pengelolaan hutan yang belum efektif. Dalam kerangka ini, Menteri Kehutanan dan seluruh pejabat yang bertanggung jawab atas urusan kehutanan baik di pusat maupun daerah memang layak dimintai pertanggungjawaban secara institusional.

Pertama, kementerian dan jajaran pejabat kehutanan memiliki mandat untuk menjaga fungsi ekologis hutan. Bila terjadi deforestasi masif, pembukaan lahan tanpa kajian lingkungan yang memadai, atau pembiaraan terhadap praktik ilegal seperti pembalakan liar, maka itu menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan, perencanaan, atau penegakan aturan.

“Kelemahan struktural semacam inilah yang patut dipertanggungjawabkan,” ujar Dosen Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah, Dr Ir TM Zulfikar ST MP IPU, pada Jumat 5 Nopember 2025.

Kedua, lanjut TM Zulfikar, bencana seperti banjir dan longsor sering kali terkait dengan tata kelola hutan yang tidak adaptif terhadap perubahan iklim. Pejabat kehutanan seharusnya memprioritaskan kebijakan yang memperkuat konservasi, restorasi lahan kritis, dan pengendalian kerusakan hutan.

Jika kebijakan tersebut tidak berjalan atau tidak berdampak, maka evaluasi kinerja dan akuntabilitas menjadi keharusan.

Ketiga, tanggung jawab tersebut bukan berarti menuduh individu tertentu secara personal tanpa bukti, melainkan melihat bahwa institusi yang mengurus hutan memiliki peran kunci dalam mencegah atau memperparah risiko bencana.

“Ketika kerusakan hutan berlanjut, wajar jika publik mempertanyakan efektivitas kepemimpinan dan kebijakan yang ada,” ujar TM Zulfikar.

Pada akhirnya, TM Zulfikar meminta pertanggungjawaban pejabat kehutanan bukanlah bentuk menyalahkan semata, melainkan langkah untuk memperbaiki sistem pengelolaan hutan.

“Tanpa evaluasi menyeluruh, reformasi kebijakan, dan pengawasan yang lebih ketat, bencana serupa akan terus terulang dan merugikan masyarakat,” pungkas Pemerhati Lingkungan Aceh ini.[ril | red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *