Akademisi: MAA Kembali Diobok-obok

halaman7.com  Banda Aceh: Polemik Majelis Adat Aceh (MAA), sepertinya sudah menjadi benang kusut, salah satu lembaga bidang Keistimewaan Aceh kini sudah mulai tawar, hampa dan tak berdaya dalam menyelesaikan masalah internal mereka sendiri.

Seperti diketahui dil embaga terhormat tersebut di dalamnya ada para tokoh adat, cendikiawan dan akademisi. Namun sayang sekali, saat kisruh dan polemik di internal tidak diselesaikan dengan cara-cara terhormat, sesuai adat dan budaya Aceh, tapi lebih dominan penyelesaian dengan pendekatan kekuasaan.

Usman Lamreung

Akademisi Unaya, Usman Lamreung menilai, hal ini nampak sekali ada segelintir pengurus internal yang memamfaatkan Lembaga MAA untuk kepentingan mendapatkan posisi ketua dan pengurus dengan mengahalalkan segala cara.

“Termasuk melanggar ketentuan Qanun Aceh No. 8 tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh,” ujar Usman Lamreung, Sabtu 12 Februari 2022, menyikapi kondisi MAA saat ini.

Lebih parah lagi, ujar Usman segelintir anggota pengurus dengan menggunakan kedekatan lingkaran kekuasaan mengobok-obok kesepakatan musyawarah. Dengan cara melobi Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe untuk menerbitkan surat rekomendasi dukungan pada salah satu pengurus MAA yaitu Tgk Yus Dedi kepada Gubernur untuk ditetapkan sebagai Ketua Majelis Adat Aceh.

Sesuai dengan No.089/11/I/2022, Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe menggusulkan penetetapan Katua MAA, agar gubernur mempertimbangkan untuk menetapkan Tgk Yus Dedi sebagai Ketua definitif.

“Ini jelas melanggar qanun dan keputusan hasil musyawarah yang sudah dilaksanakan pengurus internal MAA,” ujar Usman.

Kilas balik Putusan MA yang sudah inkrach dan juga Yusdedi masuk sebagai Pengurus MAA dengan jabatan Wakil Ketua 1 bukanlah hasil Mubes, bahkan dalam Rapat Musyawarah pemilihan Ketua tanggal 10 Januari 2022 yang bersangkutan kalah telak dengan meraih 10 suara. Sedangkan Safrul Muluk menang mutlak dengan menggondol 21 suara.

Baca Juga  Pj Bupati Lantik 14 Kepsek di Aceh Besar

“Jadi Wali Nanggroe atas dasar apa merekomendasikan sosok disamping yang bersangkutan bukan hasil Mubes, dalam pemilihan olej Pengurus juga kalah telak,” tanya Usman.

Jadi, lanjut Usman, rekomendasi dukungan Wali Nanggroe kepada yang bersangkutan sungguh sangat rancu, memalukan dan menciptakan kembali suasana kekisruhan yang tidak habis-habisnya yang membawa konflik berkepanjangan.

Setingkat dan sekaliber Wali Nanggroe dengan menyandang predikat ‘Pemersatu Masyarakat’, tidaklah wajar mengeluarkan surat yang di dalam dunia perpolitikan sering disebut dengan “Surat Tupe”. Anehnya lagi coba diperhatikan surat dukungan tersebut tertanggal 11 Februari 2022 atas dasar menanggapi surat dari Lembaga MAA yang ditujukan kepada Gubernur dan tembusan al. kepada WN yang tertanggal juga tanggal 11 Februari 2022.

“Tentu dapat kita berkesimpulan luar biasa sekenario yang dimainkan dalam upaya menghalalkan seribu cara demi meraih ambisius kekuasaan,” bebernya.

Yang menjadi pertanyaan besar, tambah Usman lagi, kemana SDM yang berada di Lembaga Wali Nanggroe seperti Majelis Tinggi, Tuha Peut, Tuha Lapan dan Majelis Fatwa. Masyarakat sangat menaruh harapan kepada mereka untuk berbuat lebih berkualitas.

Mengingat mereka adalah orang-orang berintegritas sebagai Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Politik dan Tokoh Pendidikan yg bergelar Prof dan Doktor yang tidak berlebel gadungan. Sudah saat dan pada tempatnya mereka melakukan terobosan dan memberikan masukan kepada Wali Nanggroe yang benar sesuai ketentuan hukum yang berkaku.

Sehingga dapat membawa kesejukan, ketentraman, ketertiban dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Jangan sebaliknya justru melahirkan konflik yang berkepanjangan.

Mengingat peran WN adalah sebagai ‘Pemersatu Masyarakat’, sehingga dalam kontek dukung mendukung untuk menjadi Ketua MAA sampai-sampai WN menandatangani Surat Dukungan kepada salah seorang kandidat Yus Dedi yang didalam pertimbangan hukum dalam berbagai hal yang bersangkutan merupakan orang bermasalah antara lain menduduki Jabatan Wakil Ketua 1 MAA bukan hasil Mubes dan dalam Pemilihan Ketua pada 10 Januari yang lalu juga kalah mutlak.

Baca Juga  Ketua Demokrat Aceh Bernostalgia dengan Wali Nanggroe soal Proses Perdamaian Aceh

Harus disadari, keberadaan seluruh SDM di lingkungan lembaga yang sangat mulia WN yang didukung berbagai imbalan dan fasilitas, itu tidak lain adalah dibiayai dengan uang rakyat. Maka sangat wajar apabila masyarakat mengharapkan karya sebagai out-putnya dari mereka. Demi untuk menghindari terjadinya konflik di tengah-tengah masyarakat.

“Karena yang anda pegang amanah sekarang di lembaga yang mulia itu lembaga WN yang dipundaknya bertugas “Mempersatukan Masyarakat Aceh”.

INFO Terkait:

Kembali ke Titah
Kisruk MAA ada yang memanfaatkan kepentingan diri atau kelompok adalah untuk mendapatkan jabatan sebagai ketua ataupun pengurus, maka sudah sepatutnya Gubernur segera menetapkan Ketua MAA yang baru penganti Almarhum Prof Dr Farid Wajdi MA, agar konflik MAA terselesaikan dengan terhormat.

Gubernur dalam memutuskan dan menetapkan Ketua dan Pengurus MAA benar-benar obyektif sesuai hukum yang sudah ditetap, juga harus mempertimbangkan keputusan Makamah Agung terkait perintah menetapkan dan melantik Kepengurusan MAA, Badruzzaman Ismail hasil Mubes 2018.

“Ini semua agar MAA kembali ke titahnya,” pungkas Usman.[ril | red 01]

Facebook Comments Box

Respon (1)

  1. Sebenarnya masyarakat Aceh umumnya juga kepingin yg menjadi wali Nanggroe juga sosok yg punya integritas dan kapasitas yg mumpuni sebagai wali Nanggroe Aceh dgn keistimewaan yg khusus, tidak hanya di kuasai oleh kelompok tertentu saja, Aceh bukan milik kelompok tertentu saja, jabatan wali Nanggroe juga harus ada kriteria nya agar Aceh bisa lebih bermartabat jika walinya kwalitasnya mumpuni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *