halaman7.com – Banda Aceh: Rumor alasan pemberhentian puluhan tenaga kontrak di RSUD Meuraxa Banda Aceh, masih simpang siur. Mulai dari asalan kinerja, suka atau tidak suka, hingga politis dicantolkan dalam masalah ini.
Jika alasan politis maupun suka atau tak suka, sungguh ini kekejaman yang terorganisir. Banyak pihak yang menyangkan langkah dan kebijakan Pj Walikota Banda Aceh tersebut.
Tapi yang pasti Penjabat (Pj) Walikota Banda Aceh, Amiruddin, memerintahkan pihak Direksi RS RSUD Meuraxa supaya mengevaluasi karyawan kontraknya. Katanya langkah itu diambil untuk meningkatkan pelayanan di rumah sakit milik Pemko tersebut.
“Niat baik Pj Walikota Banda Aceh itu kita apresiasi dengan tujuan peningkatan pelayanan RS Meuraxa. Namun tunggu dulu, untuk evaluasi pegawai dan Nakes tentu harus punya indikator yang jelas, mekanisme dan harus benar-benar transparan,” ujar Direktur Emirates Development Research (EDR) Aceh, Usman Lamreung, Rabu 6 Desember 2023.
Namun Usman kembali mempertanyakan, apakah instruksi Pj Walikota ke managemen rumah sakit sudah sesuai standar dan mekanisme evaluasi yang sudah ditetapkan? Jangan-jangan evaluasi yang dilakukan managemen RS Meuraxa belum memenuhi indikator kinerja?
Maka sudah sepatutnya managemen rumah sakit menjelaskan ke publik indikator apa yang digunakan. Untuk mengevaluasi hingga sampai akhirnya pegawai dan Nakes diputuskan kontraknya.
Dari beberapa narasumber yang diperoleh Usman dapatkan, mereka menyampaikan, jangankan rekan sejawat, yang ikut ujian saja tidak tau nilai mereka berapa?. Jatuhnya dimana, apa yang membuat mereka tidak lulus?
“Ini juga jadi pertanyaaan besar. Jangan-jangan pemutusan kontrak pegawas dan Nakes RS Meuraxa ini ada kepentingan politis,” tanya Usman.
Pj Walikota juga menyebutkan, diputuskan kontrak dianggap tidak berprestasi. Pertanyaannya adalah apakah selama ini pasien banyak yang komplain tentang pelayanan rumah sakit? Bila ada bagusnya dipublikasi saja ke publik. Agar jelas dan yang diputuskan kontrakpun bisa paham.
Kabar dari berbagai sumber juga mereka masih menjadi pertanyaan besar apa Indikator mereka dipecat, apakah tidak berprestasi? Sehingga diputuskan kontrak? Kalau indikatornya tidak berprestasi ya dibuka saja ke publik, kan lebih fair.
“Kami juga mendapatkan informasi bahwa mereka bilang, jangankan kita yang mungkin yang evaluasi saja tidak tau apa indikatornya, atau kalau indikatornya absensi jarang masuk kerja tinggal dibuka saja absensinya,” beber Usman.
Kalau misalnya selama ini pasien tidak terlayani tinggal dibuka saja data komplain pasien. Sepertinya managemen Rumah Sakit belum punya petugas untuk manajemen komplain, bila ini ada bongkar saja biar dilihat data dari Manajemen Komplain.
Akademisi Unaya ini menyatakan, dari informasi yang diperolehnya, selama ini RSUD Meuraxa tidak pernah ada masalah komplain pasien. Yang ada pada 2022 dokter di pecat gara-gara menuntut insentif Covid-19 yang tidak kunjung dibayarkan.
Pada 2022, ada 50 orang lebih Nakes yang sudah mengabdi di RS Meuraxa tetapi tidak bisa ikut test P3K. Karena datanya tidak didaftarkan di SISDMK Kemenkes oleh managemen RS. Pada 2018 hampir 100 orang nakes dikeluarkan, lalu masuk Nakes baru setelah mereka dikeluarkan.
Dikatakan, total keseluruhan Nakes yang di evaluasi 100 orang, dari 100 orang tersebut 37 orang itu perawat
Intinya, guna menghentikan simpang siur dan polemik di tengah masyarakat, Usman Lamreueng menyarankan, Pemko dan managemen RS Meuraxa harus menjelaskan ke publik apa yang menjadi indikator, sehingga ada pemutusan kontrak mereka.
“Penjelasan ini penting sebagai bentuk transparansi informasi publik dan lebih professional. Jangan sampai pemecatan ini sebagai bentuk otoriter kekuasaan saat ini,” pungkas Usman.[ril | red 01]