halaman7.com – Banda Aceh: Aceh bagai disambar petir dalam minggu ini. Berita hengkangnya PT Trans Continent dari Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, Aceh Besar. Tak pelak membuat banyak pihak merasa risau dan galau dengan prospek investasi di Aceh ini.
Bagaimana tidak, sudah 9 bulan PT Trans Continent milik Ismail Rasyid, pengusaha internasional asal Aceh, bertahan di KIA Ladong. Namun tidak ada respon yang baik dari Pemerintah Aceh. Akhirnya Ismail Rasyid memilih angkat koper pamit meninggalkan KIA Ladong.
Akademisi Universitas Abulyatama (Ubaya), Usman Lamreung menilai, kejadian ini menjadi bukti Pemerintah Aceh sangat lemah dan loyo. Tidak punya kapasitas dalam mengelola investasi.
“Kasus hengkangnya PT Trans Continent menjadi barometer yang bisa memberi dampak negatif terhadap iklim investasi di Aceh. Secara keseluruhan di masa-masa yang akan datang,” kata Usman Lamreung, Minggu 17 Mei 2020 di Banda Aceh.
Dikatakan, Bukti lemahnya manajemen investasi di Aceh ini. Dengan sendirinya juga mengindikasikan lemahnya leadersip Plt Gubernur Aceh. Masih suka dengan peran-peran normatif simbolik, tidak konkrit, lamban dan tidak lugas dalam memimpin.
Plt harus membuka diri terhadap masukan, saran bahkan kritik. Jangan merasa pintar sendiri namun faktanya kemudian gagal.
“Pak Plt Gubernur juga harus evaluasi tim ekonomi dan investasi pemerintah Aceh yang lemah,” sebut Usman Lamreung.
Menurut Usman, omong kosong pejabat Aceh bicara investasi. Tak paham dan tak punya kapasitas. Plt Gubernur Aceh juga terkesan membiarkan perilaku ‘blo on’ Dirut PEMA dan Kadis Perindag Aceh. Abai atas kejadian yang menimpa PT Trans Continent.
Mantan pekerja BRR Aceh – Nias ini menambahkan, masyarakat Aceh kaget atas angkat kaki PT Trans Continent dari KIA Ladong. Pemda Aceh terkesan tidak bekerja dalam memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut. Berbagai persoalan dan kendala tidak direspon cepat. Malah tidak pernah diselesaikan dengan baik.
PT PEMA yang ditunjuk sebagai perwakilan Pemerintah Aceh tidak mampu bekerja dengan baik. Tidak mampu mengkoordinasi dengan berbagai dinas terkait. Sehingga sejak peresmian awal oleh Plt Gubernur Aceh belum berjalan sesuai harapan. Hanya masih dalam wacana, belum pada tindakan.
“Seharusnya Pemerintah Aceh mengevaluasi PT PEMA yang tidak becus bekerja.Mmacetnya berbagai masalah seperti sistem drainase buruk. Akibatnya lahan yang sudah dimatangkan PT Trans Continent, kembali tergenang air.
Soal sewa menyewa lahan juga belum selesai. Kepastian hukum tidak jelas. Konflik dengan masayakat sekitar perusahaan tidak ditangani dengan baik. Lambannya koordiansi lintas sektor dianas terkait. Sehingga PT Trans Continent menarik diri dari KIA Ladong.
Pemerintah Aceh belum siap dengan insfrastruktur. Berbulan-bulan masalah tidak diselesaikan dengan cepat. Ditambah lagi tidak singkronnya para dinas terkait dalam mengayomi para investor yaitu pengamanannya dan jaminan kepastian hukum.
Usman menyarankan, Pemerintah Aceh evaluasi menyuluruh dinas terkait. Kalau tidak dievaluasi jangan lagi ngomong investasi. Pemda Aceh tutup saja Bainprom, Dinas Penanaman Modal, Disperindag, BPKS, KEK Arun dan semua perangkat daerah yang berhubungan dengan investasi.
“Omong kosong semua itu. Habis dana saja untuk memperkaya para pejabat terkait. Jangan lagi bohongi rakyat dengan cara cet langet,” ujar Usman.
BPKS
Khusus di BPKS Sabang, lanjut Usman, perilaku manajemen, yang asik jalan ke sana kemari sampai ke India, Labuan, dan Singapura untuk alasan mencari investor. Lalu, mana hasilnya? Habis dana begitu banyak, hasil tak ada.
“Teganya mereka mengelabui rakyat,” ungkap lulusan S2 UGM ini sambil menambahkan BPKS juga tidak berdampak untuk kemajuan apapun bagi masyarakat Aceh. Yang ada hanya wacana, mimpi di siang bolong.
Dengan ditutup semua dinas tersebut. Maka saran Usman, dana-dananya dapat dialihkan untuk Bantuan Sosial dalam penanganan kemiskinan di Aceh yang masih eksis di rangking pertama di Sumatera.[andinova | red 01]