- Amanah Wali Nanggroe: “Geuyue Meusaboeh”
halaman7.com – Banten: Mantan Aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Denmark, Tarmizi Age yang akrab disapa Almukarram, mengatakan amanah Wali Nanggroe Aceh, Almarhum Teungku Hasan Muhammad Di Tiro, saat ia temui pada 2005, adalah “geuyue meusaboeh”.
Demikian kenangan pertama yang ditulis Aktivis Pro-Rakyat Tarmizi, Sabtu 6 Juni 2020), dalam rangka memperingati 10 tahun wafatnya Deklarator Aceh Merdeka (AM), Tgk Hasan Tiro.
Ceritanya begini, melanjutkan kenangannya, pada saat itu ia berangkat ke Swedia dengan beberapa sahabat dari Denmark, melalui jalan darat dan laut dengan menggunakan sebuah mobil dan kapal laut.
“Akhirnya kami sampai di kediaman Teungku Hasan Muhammad Di Tiro di Sweden,” kenang Tarmizi Age.
Ketua Komite Monitoring Perdamaian dan Demokrasi (KMPD) Perwakilan Eropa saat itu, menjelaskan, kalau mau bertemu Hasan Tiro, para tamu diharuskan memakai jas dan dasi. Mumpung kami semua membawanya, sehingga mendapat izin untuk bersalaman dengan paduka Wali Nanggroe yang mulia.
Dalam temu perdana mantan akvis GAM yang jera naik turun gunung di Aceh itu, dengan sang pengobar ideologi Aceh Merdeka asal Tiro, Pidie, di Swedia. “Gata dari pat”? (Kamu dari mana), Tanya Hasan Tiro. “Dari Wilyah Batee Iliek,” jawab Tarmizi Age.
Paduka Wali, menyambung, hinan na Darwis (di situ ada Tgk Darwis Jeunieb), jieh goet (dia bagus) katanya, cerita Tarmizi Age saat bertemu Teungku Hasan Muhammad Di Tiroe yang tampil dengan menggunakan jas hitam di kediannya.
“Lon peuingat bak gata, peugah bak bandum bansa Aceh yue meusaboeh (saya ingatkan pada kamu, sampaikan kepada seluruh bangsa aceh untuk bersatu), nyan haba penteng dari lon, beutaingat, (itu ucapan penting dari saya, harus di ingat),” tegas almarhum Wali Nanggroe dengan jarinya menunjuk-nunjuk, mempastikan dan menegaskan, jelas Tarmizi Age,
Tarmizi Age mengatakan, dalam rangka mengenang 10 tahun wafatnya Almarhum Wali Nanggroe Teungku Muhammad Hasan Di Tiro di Aceh, pada Kamis 3 Juni 2010, maka diminta kepada para mantan kombatan GAM untuk melakukan berbagai upaya “meusaboeh” (bersatu) demi aceh, demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Aceh.
“Jika hana meusaboeh” (tidak bersatu), maka akan terjadilah, GAM yang pejuang di Aceh, goeb yang meuatoe (GAM yang berjuang di Aceh, orang lain yang mengatur), ini tentu akan meleset dari dasar cita-cita perjuangan yang pernah membayangkan kesejahteraan kepada rakyat Aceh, jika Aceh tamat keudroe (pegang sendiri).
Apa yang dikatakan Wali Nanggroe 15 tahun silam ini bias dikatakan menjadi kenyataan dalam kondisi saat ini. Hal ini dengan melihat realita yang terjadi pada kondisi Aceh kekinian saat ini.
Wali Nanggroe juga mengingatkan, para pimpinan mantan kombanta GAM, diharap untuk tidak membiarkan seluruh anggotanya, hidup miskin tanpa kepedulian, apa lagi mereka yang meninggalkan anak isteri karena harus rela mati di medan pertempuran.
“Silakan di konsolidasi dan diupayakan adanya pemasukan buat nafkah mereka,” pinta Tarmizi Age, Eks Denmark yang gagal dapat kerja di Aceh dan hijrah ke Banten.[andinova | red 01]