Aceh, Opini  

Lontong Sang Ibu di Koridor Jeruji Besi

Oleh: Sulthan Alfaraby

HARI itu, tepatnya, Selasa 4 Agustus 2020 pagi. Langit di Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat terlihat mendung dan dipenuhi awan berwarna keabu-abuan. Tak terasa, Hari Raya Idul Adha 1441 yang jatuh di akhir bulan Juli 2020 perlahan-lahan meninggalkan kita.

Sulthan Alfaraby

Sepinya Kota Meulaboh yang disebabkan mudiknya warga, kini perlahan-lahan mulai ramai kembali. Terdengar juga, riuhnya suara peluit tukang parkir yang semakin melengking ketika saya melewati beberapa area warung kopi di sepanjang jalan.

Kebetulan, para hari itu saya ingin merasakan kenikmatan kopi hitam khas Aceh Barat, yaitu “Kupi Khop”. Kopi Khop atau juga dikenal sebagai kopi dengan gelas terbalik ini. Biasanya banyak tersedia pada warung kopi yang berlokasi di pesisir pantai Suak Ribee Meulaboh.

Terasa angin semakin kencang berhembus. Saya yakin hujan sebentar lagi akan menyapa bumi. Namun tak menyurutkan semangat saya untuk pergi ke pesisir pantai. Maklum, minum kopi merupakan ajang hiburan sekaligus penenang.

Apalagi menjelang Musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Barat (Ipelmabar) Banda Aceh ke-19 yang diselenggarakan pada Rabu 5 Agustus 2020 di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Barat. Tentunya akan memakan waktu dan tenaga yang lumayan besar.

Untuk sekedar diketahui. Mubes ini merupakan menjadi ajang paling sakral setiap dua tahun sekali. Terutama bagi seluruh pemuda-pemudi di seluruh Aceh Barat untuk menemukan The Next Leader. Kebetulan, saya juga termasuk panitia pelaksana kegiatan tersebut.

Pada hari itu, saya mendapatkan sebuah pesan dari Ketua Panitia, Harisnan, untuk menemaninya ke Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Aceh Barat, terkait persoalan surat menyurat..

Di Mapolres Aceh Barat. Saya langsung memberitahukan petugas yang berjaga, maksud dan tujuan ingin menuju ke salah satu ruangan di Mapolres tersebut. Tak butuh lama, sayapun segera menuju ke ruangan yang dimaksud.

Baca Juga  Ulama Kharismatik Aceh, Tgk Abdurrahman Divaksin

Ketika beberapa langkah berjalan di koridor yang dihiasi dengan pajangan. Mata saya tertuju di sudut koridor, akan satu ruangan yang pintunya terbuat dari besi serta mempunyai jeruji. Tidak salah lagi, itu merupakan sel tahanan yang ada di Mapolres Aceh Barat.

Cerita di Balik Jeruji

Saya memandang tajam ke dalam pintu jeruji itu. Terlihat beberapa orang tahanan di dalamnya dengan perawakan yang berbeda-beda. Tak lama kemudian, datanglah seorang ibu-ibu paruh baya. Mungkin ingin menjenguk salah satu tahanan yang berada di ruangan berjeruji tersebut.

Di tangan sang ibu terlihat rantang dan beberapa barang lainnya yang tertutupi kantong plastik. Didampingi petugas, sang Ibu memberikan makanan berupa lontong dan makanan lainnya untuk salah satu tahanan.

“Itu ada lontong nak. Mama nanti gak ada datang lagi. Sore kalau ada (datang). Mama jualan nak,” ujar ibu tersebut di luar pintu ruangan tahanan tersebut.

Mendengar perkataannya tersebut, seketika, hati saya kejut. Sangat terharu dengan ibu tersebut sekaligus merasa sedih. Bagaimana tidak, ketika anaknya telah menjadi tahanan dan mungkin dianggap sebagai “aib besar” bagi sebagian besar orang.

Namun ibu tersebut masih tetap peduli dan sayang terhadap anaknya. Ya, tentu saja, Pepatah “Kasih Ibu Sepanjang Masa”, tak akan pernah berubah sejak dulu dan sampai kapanpun juga. Hal itu terus terbuktikan dari cerita yang saya saksikan sendiri.

Meskipun cuma satu menit. Namun itu berarti sangat besar bagi saya untuk bisa bercerita kepada pembaca. Pasalnya, seorang ibu tetap akan menyayangi anaknya dengan sepenuh hati. Meskipun anaknya telah melakukan tindakan kriminalitas sekalipun.

Meskipun tak bisa kita pungkiri. Hati sang Ibu dibalut perasaan sedih dan kecewa yang mendalam. Dari cerita ini. Penulis ingin mengingatkan kepada kita semua. Marilah kita semua saling melakukan kebaikan dan menghindari melakukan tindakan kejahatan.

Baca Juga  Menjadi Introvert (Bagian II)

Apalagi tindakan yang melanggar hukum dan di cap sebagai pelaku kriminalitas. Karena ketika  itu dilakukan bukan hanya diri sendiri, namun keluarga merasa sedih dan kecewa. Bahkan mungkin teman dan orang yang mengenal kita juga akan merasakan hal yang sama.

Ingat, track record atau rekam jejak kita akan dikenang selama-lamanya! Imbasnya, berpotensi sebagai tekanan batin yang multi effect yang sekaligus memalukan bagi orang tua dan keluarga-keluarga.

Marilah terus menjadi orang-orang yang bermanfaat meskipun dibenci orang lain. Karena seseorang yang ingin terus berkontribusi dengan kebaikan maka tidak akan pernah membalas sesuatu dengan kejahatan.

Dan juga, marilah kita terus mematuhi aturan dan hukum yang berlaku di mana saja dan jangan pernah sesekali kita melanggarnya. Jika tidak, maka nasib kita akan berakhir di dalam ruangan berjeruji besi. Bisa bertahun-tahun, atau bahkan selamanya sampai akhir hayat kita.

Siapa yang akan rugi? kita, keluarga kita, bahkan orang lain juga akan merasakan efek dari tindakan “malapetaka” kita tersebut.[red 01]

Penulis: Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry/Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh yang bergerak di bidang sosial

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *