Catatan: Iranda Novandi
BEGITULAH… pernyataan laki-laki asal Kampung Kung, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Bonsai itu tidak memiliki harga standar atau khusus. Harganya sesuai selera. Bisa harganya cuma puluhan ribu. Namun jika suka, seharga mobil mewahpun bisa lenyap untuk sebatang bonsai.
Bonsai adalah hobi yang tak pernah mati. Jika selama ini banyak hobi yang digemari orang, namun hanya bertahan sebentar. Namun, para penggemar bonsai memang tak pernah mati, selalu saja ada.
Bagi laki-laki yang memiliki nama lengkap Sukrandi Putra ini, hobi bonsai memang sudah lama digelutinya. Itupun dilakukan secara otodidak. Awalnya suka melihat bonsai yang unik, indah dan memiliki nilai seni yang tinggi.
Dari dasar itu, ia pun memanfaatkan lahan perkarangan rumahnya yang memiliki luas sekitar 10 x 10 meter untuk menanam bonsai dari berbagai jenis bunga. Ada yang sudah berusia sampai 10 tahun dan ada juga yang baru beberapa bulan.
Waktunya selepas jam kerja sebagai ASN di Aceh Tengah atau waktu libur dimanfaatkan untuk memprogram, merawat dan menata bonsai. Jika sudah menata bonsai, rasanya tak cukup waktu berjam-jam hanya untuk mengutak-atik bunga kerdil ini.
Bonsai ini adalah yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Seni ini mencakup berbagai teknik pemotongan dan pemangkasan tanaman, pengawatan (pembentukan cabang dan dahan pohon dengan melilitkan kawat atau membengkokkannya dengan ikatan kawat), serta membuat akar menyebar di atas batu.
Pembuatan bonsai memakan waktu yang lama dan melibatkan berbagai macam pekerjaan, antara lain pemberian pupuk, pemangkasan, pembentukan tanaman, penyiraman, dan penggantian pot dan tanah. Tanaman atau pohon dikerdilkan dengan cara memotong akar dan rantingnya.
Pohon dibentuk dengan bantuan kawat pada ranting dan tunasnya. Kawat harus sudah diambil sebelum sempat menggores kulit ranting pohon tersebut. Tanaman adalah makhluk hidup, dan tidak ada bonsai yang dapat dikatakan selesai atau sudah jadi.
Perubahan yang terjadi terus menerus pada tanaman sesuai musim atau keadaan alam merupakan salah satu daya tarik bonsai.
“Bonsai ini hobi yang bisa menghasilkan pundi-pundi,” ujarnya.
Bahkan, Sukran, begitu sapaan akrabnya, ada jenis bonsai yang sempat di tawari dengan harga yang sangat mengiurkan. Namun, ia tak melepasnya (menjualnya) hanya dengan alasan masih ingin memiliki sendiri.
Sejarah Bonsai
Dikutip dari laman id.wikipedia.org, Bonsai berasal dari seni miniaturisasi tanaman yang disebut penjing dari periode Dinasti Tang. Di makam putra dari Maharani Wu Zetian terdapat lukisan dinding yang menggambarkan pelayan wanita yang membawa pohon berbunga dalam pot dangkal. Pot dangkal berukuran kecil ini merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam.
Kalangan bangsawan di Jepang mulai mengenal penjing sekitar akhir zaman Heian. Aksara kanji untuk penjing dilafalkan orang Jepang sebagai bonkei. Sama halnya dengan di Cina, bonkei di Jepang juga merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam. Seni yang hanya dinikmati kalangan atas, terutama kalangan pejabat istana dan samurai, dan baru disebut bonsai pada zaman Edo
Menanam bonsai adalah pekerjaan sambilan samurai zaman Edo, saat bonsai mencapai puncak kepopuleran. Sejak zaman Meiji, bonsai dianggap sebagai hobi yang bergaya. Namun pemeliharaan bonsai dan penyiraman memakan banyak waktu. Sejalan dengan lingkungan tempat tinggal di Jepang yang makin modern dan tidak memiliki halaman, penggemar bonsai akhirnya terbatas pada kalangan berusia lanjut.
Mau tau, bagaiman Sukrandi menjalni hobinya ini. Silahkan simak video di chanel youtube, buku iranda berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=ss4FHdDR45A&t=490s