Aceh  

Pembangunan IPAL di Kutaraja Hilangkan Jejak Peradaban Islam di Aceh

halaman7.com – Banda Aceh: Banda Aceh adalah kota tua, yang dulunya berdiri dan berkembang sebuah kerajaan terkenal di Nusantara, Asia Tenggara, sampai ke Turki Usmani yaitu Kerajaan Aceh Darussalam. Didirikan serta dipersatukan Sultan Ali Alaidin Mughayat Syah pada tahun 1514.

Tentu Aceh adalah kerajaan dan bangsa besar. Sudah barang pasti meninggalkan berbagai jejak-jejak sejarah. Baik situs, cagar, batu nisan, dokumen-dokumen, benda sejarah, berbagai pusaka, peradaban dan sebagainya.

Berbagai peninggalan dan peradaban sejarah, menurut Akademisi Unaya, Usman Lamreueng, satu suku bangsa harus memahami dan mengetahui identitasnya. Sebagai dasar pijakan untuk menyosong peradaban baru pada masa kini. Dalam mencapai cita-cita, harapan, dan arah kehidupan sosial masyarakat.

Maka penting bagi pamangku kekuasaan dalam sebuah daerah menjaga, merawat, memelihara, mendalami dan memperluas kajian riset penelitian. Untuk dikisahkan melalui kajian sejarah masa lalu, kini dan akan datang. Sebagai dasar pijakan dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan sosial politik, budaya, ekonomi dan pendidikan.

Usman Lamreung

Menurut Usman, Banda Aceh Kota Pusaka, Kota Tua, yang banyak meninggalkan berbagai peninggalan sejarah, harus dijaga dan dipelihara oleh penguasa, bukan hanya dalam cerita. Namun benar-benar dalam realita, bukan basa-basi.

Tepati janji, untuk menjaga khasanah sejarah Aceh, yang begitu berharga seperti beberapa titik di indikasi para peneliti sejarah, arkeologi dan para pakar ilmu sosial lainnya. Bahwa Banda Aceh salah satu Kota peninggalan peradaban Islam yang patut dilindungi, dihormati, dirawat seperti dikawasan Gampong Jawa, dan Gampong Pande.

Dari itu, Usman menilai, rencana pembangunan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, oleh Pemerintah Banda Aceh, sudah sangat wajar masyarakat, peneliti, dan akademisi protes atas kebijakan Walikota Banda Aceh tersebut.

Baca Juga  Video: Masjid Giok Nagan Raya Terkesan Terhenti

Jejak Peradaban Islam

“Kami menilai pembangunan tersebut merusak dan menghilangkan jejak-jejak Peradaban Islam, serta hilang indentitas bangsa Aceh. Pasalnya, lokasi tersebut merupakan titik nol Kota Banda Aceh, tempat para ulama dan bangsawan Kerajaan Aceh dimakamkan,” ujar Usman Lamreung, Senin 1 Maret 2021.

Menurut Usman, sudah sewajarnya Walikota Banda Aceh segera menunda pelaksanaan pembangunan IPAL tersebut. Kalau pun kemudian ada versi pemerintah soal temuan riset peneliti arkeologi berbeda dengan versi para peneliti lainnya. Alangkah bagusnya dipertemukan dalam sebuah seminar. Agar temuan versi pemerintah dan versi peneliti lainnya melahirkan sebuah kesepakatan keilmuan tetang temuan situs sejarah tersebut.

Hanya jalan musyawarah solusinya. Dengan melibatkan semua komponen yang ada, tidak hanya pemerintah, namun para peneliti, para keturunan raja Aceh, akademisi, ulama dan lainnya.

Ini penting, agar ada sebuah kesepakatan, jalan keluar, biarpun membutuhkan waktu sedikit lama,” pungkas Usman.[ril | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *