halaman7.com – Banda Aceh: Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh akhirnya menunda tahapan pelaksanaan Pilkada Aceh 2022. Hal ini dikarenakan belum ada kepastian politik pemerintah pusat dan belum ada anggaran dari pemerintah Aceh.
Penundaan tahapan pelaksanaan Pilkada Aceh 2022 oleh KIP Aceh ini, menuai kritik tajam dari publik Aceh. Sebab alasan penundaan sangat tidak realitis belum tersedia anggaran. Publik sangat kecewa alasan penundaan belum tersediannya anggaran.
Pengamat sosial politik kemasyarakat Aceh, Usman Lamreeung menilai, patut diduga pemerintah Aceh dibawah Gubernur Nova Iriansyah sepertinya tidak ada niat yang serius melaksanakan hajatan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah di Aceh pada 2022, dengan tidak mengalokasikan anggaran Pilkada.
Perdebatan pro-kontrak Pilkada Aceh tahun 2022, merujuk Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada Serentak 2024 dan Undang-Undang Pemerintah Aceh yang mengatur secara khusus pelaksanaan Pilkada Aceh 5 tahun sekali.
Perdebatan ini tak kunjung usai dan belum ada restu kesepakatan secara politik dari pemerintah pusat. Artinya komunikasi, lobi dan nilai tawar yang dilakukan DPRA dan Pemerintah Aceh, belum mampu menyakinkan pemerintah pusat. Hingga akhirnya pemerintah Aceh dan DPRA gagal, tak berdaya.
“Akibat lobi politik yang lemah, akhirnya KIP Aceh menunda tahapan Pilkada Aceh 2022 sampai batas waktu yang belum pasti,” ujar Usman, Minggu 4 April 2021.
INFO Terkait:
Nilai Tawar
Belum ada keputusan politik pemerintah pusat, lanjut Usman, tentu juga berpengaruh pada pengusulan anggaran Pilkada. Biarpun secara hukum Pilkada Aceh diataur dalam UUPA. Aceh sepertinya tidak ada lagi punya nilai tawar. Semakin lemah tak berdaya dalam mempertahankan berbagai kekhususan Aceh.
Pemerintah Aceh dan DPRA hanya mampu beropini. Memberi harapan dan krasak-krusuk yang hanya untuk membangun popuaritas pada rakyat. Namun ujungnya tak berdaya ketika berhadapan dengan pemerintah pusat.
Pemerintah pusat sudah memutuskan Pilkada diselenggarakan secara serentak pada 2024. Sesuai undang-undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada Serentak. Maka pemerintah Aceh, DPRA, DPR RI (Aceh), dan elit politik Aceh lainnya bersama-sama, solid melakukan lobi, komuniskasi politik.
“Harus mampu menjelaskan alasan kenapa Pilkada 2022 harus segera dilaksanakan. Dengan berbagai argumentasi politik, dan hokum,” ujar akademisi Unaya ini.
Bila lobi dan komunikasi politik gagal, Usman menyarankan, sudah sepatutnya pemerintah Aceh melakukan uji materi UU No.10 Tahun 2016 ke Makamah Konstitusi. Kekhususan Aceh harus di pertahankan baik dengan lobi politik membangun nilai tawar dan upaya hukum.
“Jangan terus elit politik berpolimik dan saling menyakahkan. Tapi tak ada solusi dan tak ada keberanian berhadapan dengan pemerintah pusat,” pungkas Usman.[andinova | red 01]