halaman7.com – Jakarta: Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya, Papua, mendatangi DPR RI, khususnya Komisi I. Guna menyampaikan empat tuntutan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Tuntutan tersebut, sebagai solusi guna memperhatikan dan menyelesaikan persoalan konflik yang terjadi selama ini di wilayah tersebut.
Tarmizi Age dalam laporan tertulisan untuk media mengutip anggota Komisi I DPR RI, Fadhlullah SE di Jakarta dalam audiensi tersebut masyarakat adat Intan Jaya memaparkan sejumlah konflik yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Terutama selama tiga tahun terakhir.
Tim meminta agar pemerintah dapat memperhatikan banyak persoalan di Intan Jaya. Terutama mengenai kekerasan dan dampaknya bagi masyarakat sipil di Tanah Papua.
Menggapi apa yang disampaikan Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya, Papua, Fadhlullah yang akrab disapa Dek Fad anggota DPR RI Komisi I asal Aceh ini menyampaikan catatan ringkas sejarah konflik Aceh hingga merajut damai.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang di deklarasi pada 1976 oleh Tengku Hasan Muhammad Di Tiro. Berperang melawan Negara Indonesia. Hingga mengorbankan banyak warga sipil. Bahkan pada kurun 1998 hingga 2004 sebelum tsunami datang meluluh lantakkan Aceh. Kecamuk perang dan rentetan senjata menyalak di mana-mana.
Pepatah Aceh menukilkan, “Pat ujeun nyang han pirang, pat prang nyang han reuda (tiada hujan yang tak berhenti dan tiada perang yang tak berakhir),”. Sehingga pada 15 Agustus 2005 GAM dan RI melakukan penandatanganan satu perjanjian damai di Helsinki, Finlandia. Untuk mengakhiri konflik puluhan tahun di Aceh,
“Saya berharap teman-teman di Papua bisa menjadikan perdamai Aceh contoh terbaik,” sebut Fadhlullah.
Anggota Komisi I DPR RI asal pemilihan Papua, Yan Permenas Mandenas mendorong terjadinya sinergi yang berkelanjutan antara TNI-Polri, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat. Terkait dengan situasi keamanan di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.
Hal ini mengingat kondisi konflik sudah lama terjadi di Intan Jaya, sejak Oktober 2020. Hingga kini masyarakat masih banyak yang mengungsi karena merasa tidak aman.
Strategi dan kebijakan Panglima TNI dalam penempatan pasukan saat ini, menurut Yan, sudah tepat. Dari satgas non-organik menjadi satgas organik di bawah koordinasi Kodam.
“Saya pikir itu sudah menjadi satu langkah maju,” kata Yan.
Terkait itu, Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya yang diikuti Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Intan Jaya, Thobias Kobogau, perwakilan masyarakat dan mahasiswa Intan Jaya dengan didampingi Ketua Poksus DPR Papua, John NR Gobai, merekomendasikan kepada pemerintah dan DPR, untuk empat tuntan.
Pertama: Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Komisi I mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam penanganan konflik di provinsi Papua dan Papua Barat dengan Menteri Koordinator Politik Hukum HAM dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Panglima TNI dan Kapolri.
Kedua, Meminta kepada pimpinan Komisi I DPR RI untuk mengundang Pemprov Papua, DPR Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), Kapolda Papua dan Papua Barat, Pangdam Cenderawasih dan Pangdam Kasuari, Pemkab Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Puncak, Nduga, Yahukimo dan Pemkab Maybrat, Provinsi Papua Barat bersama perwakilan masyarakat untuk hadir dalam rapat gabungan.
Ketiga, Mendesak Pemerintah Pusat untuk segera menarik seluruh anggota keamanan TNI dan Polri non organik yang dikirim ke Kabupaten Intan Jaya.
Terakhir, Pemerintah Pusat dan daerah harus mengembalikan pengungsi Intan Jaya kembali ke kampung halaman di Intan Jaya. Mengutamakan keselamatan dan kedamaian dengan mengupayakan pelayanan sosial yang baik.[ril | red 01]

















