halaman7.com – Banda Aceh: Beberapa nama politisi telah mencuat dan bahkan telah mendeklarasikan secara terbuka. Keinginan mereka maju sebgai calon gubernur pada kontestasi pilkada Aceh pada 2024 mendatang.
Bagi Akademisi Unaya, Usman Lamreueng, ini tentu pertanda bagus dalam alam demokrasi di Aceh. Dimana diharapkan akan lahir pemimpin terbaik. Akan menahkodai gerak pembangunan Aceh yang saat ini masih tertinggal jauh dari daerah-daerah lain.
Beberapa nama yang diperkirakan akan mencuat dalam kontesasi Pilkada Aceh mendatang. ada Nasir Jamil, Muzakir Manaf, Sudirman atau Haji Uma, dan Aminullah Usman. Diluar itu, merujuk survey juga ada nama Tarmizi Karim, Yusuf A. Wahab atau Tu Sop, Muhammad Nazar, Abdullah Puteh dan beberapa nama lainnya.
Merujuk pada beberapa survey elektabilitas Nasir Jamil tampak berada di puncak. Di susul nama Haji Uma, Muzakir Manaf, Tarmizi karim, dan Tu Sop yang masuk dalam lima besar. Dengan raihan elektabiltias tertinggi.
“Formasi elektabilitas para kandidat ini tentu masih cair dan masih sangat terbuka mengalami pergeseran-pergeseran,” ungkap Usman, Rabu 5 Mei 2023.
Diluar dinamika ini, tentu satu point penting yang perlu dicatat. Kandidasi Gubernur Aceh ke depan dan hasil yang didapat dari pilkada 2024 nanti. Sangat akan menentukan masa depan Aceh dalam lima tahun setelahnya. Karena itu dalam konteks harapan Aceh menjadi lebih baik. Kandidasi gubernur Aceh tidak bisa dilihat semata-mata dari angka-angka dan persentase elektabilitas belaka.
Harus dipahami, Pilkada sebagai ajang kompetisi politik mengandung dua dimensi kepentingan. Yaitu kepentingan calon gubernur dan pasangannya wakil gubernur, dan kepentignan rakyat. Bagi para calon perkara elektabilitas akan menjadi concern utama. Karena itulah batu loncatan mereka memenangkan kursi gubernur kepala daerah dalam pilkada nanti.
Namun di sisi rakyat pemilih juga punya kepentingan. Untuk mendapatkan pemimpin yang kompetendan visoner yang bisa membawa perubahan. Bagi kehidupan mereka ke arah yang lebih.
“Nah ini yang belum kita lihat ditunjukkan sosok-sosok yang selama ini dijagokan akan muncul sebagai calon atau kandidat gubernur dan wakil gubernur Aceh pada pilkada Aceh 2024 mendatang,” ujar Usman Lamreueng.
Tampak sekali kebanyakan mereka, lanjut Usman, hanya mengandalkan vaiabel popularitas. Kekuatan mesin politik, dan hasil survey untuk membangun citra elektabilitas.
Sejauh ini, rakyat hnaya melihat Aminullah Usman yang cukup elegan dan percaya diri mendeclare naik menjadi calon gubernur. Juga mempublikasikan visi misi ke publik jika ia terpilih menjadi gubernur Aceh. Terlepas narasi dari visi-misinya masih bisa dikritisi.
Mestinya gaya seperti Aminullah inilah yang mestinya dilakukan sosok-sosok calon gubernur Aceh lainnya. Supaya publik bisa melihat dan menilai seperti apa kapasitas intelektual mereka memimpin Aceh. Menjadi lebih baik ketika mereka menjadi gubernur nanti.
Tapi sejauh ini tidak melihat karakter politik gagasan dari calon-calon lain. Nasir Jamil masih menggunakan strategi standar. Dengan aksi simpatik melakukan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pihak. Menunjukkan keberpihakannya terhadap isu-isu tertentu.
Lalu Muzakir Manaf terlihat sangat tergantung pada kekuatan mesin politik Partai Aceh. Dominasinya juga tidak sekuat periode ketika ia menjadi wakil gubernur Aceh. Jika ia tidak punya narasi yang betul-betul meyakinkan publik Aceh. Maka peluangnya akan semakin kecil. Konon lagi ada calon-calon alternatif wajah baru yang potensial dilirik. Karena belum pernah punya jejak gagal membangun Aceh.
Sementara, Sudirman alias Haji Uma, lumayan cerdas dengan deposito politik. Bahkan lebih besar dibandingkan calon lainnya. Dengan aksi-aksi karitatifnya membantu warga Aceh yang membutuhkan bantuan dengan berbagai kondisi yang mereka hadapi. Begitu mudah dan langsung mengundang simpati banyak rakyat Aceh.
Namun dalam konteks kebutuhan akan lahirnya pemimpin Aceh yang berkualitas, kompeten, dan visioner, yang menjadi kepentingan rakyat Aceh. Maka aksi-aksi personal dan aksidental Haji Uma ini tidaklah cukup. Jika berada dalam posisi Gubernur kepala daerah. Maka pendekatakan kerjanya tidak boleh lagi parsial dan aksidental seperti itu. Tapi harus komprehensif dan sistemik.
“Ini yang harus ditunjukkan oleh Haji Uma dengan politik gagasan dan ide-ide perubahannya,” tegas Usman.
Kemudian yang terakhir yang juga tampak mulai melemparkan mata pancing adalah mantan wakil gubernur Aceh, Muhammad Nazar. Secara normatif mencoba membangun citra keberpihakannya terhadap pembangun di wilayah tengah Aceh.
Mestinya Nazar tidak lagi berhenti pada kata “harus” seolah ia meminta dan berharap pada orang lain. Tapi sudah harus maju dengan tawaran-tawan program yang konkrit dan visionerr bagi integrasi pembangunan di kawasan tersebut.
“Kalau perlu ia mendeclare, itu yang akan saya lakukan jika saya jadi Gubernur Aceh 2024 Aceh, kenapa tidak? Itu baru elegan dan berkelas. kenapa harus malu-malu kucing,” beber Usman.
Jadi ini tantangan bagi siapapun calon gubernur Aceh yang akan berkontestasi pada Pilkada 2024 mendatang. Untuk tak lagi semata mengandalkan politik citra. Tapi sudah harus elegan dan percaya diri tampil dengan politik gagasan. Supaya semua rakyat Aceh dapat melihat dan menilai kapasitas intelektual calon untuk menjadi calon paling layak dan tepat menjadi Gubernur Aceh.
“Untuk membawa daerah lebih maju dan mampu mengerjar ketertinggalannya dari daerah-daerah lain,” pungkas Usman.[ril | red 01]