Soal MAA, Kinerja Karo Hukum Perlu Dievaluasi

Usman Lamreung

halaman7.com – Banda Aceh: Polemik penyelesaian masalah Majelis Adat Aceh (MAA) hingga saat ini belum kunjung tuntas. Meski telah terjadi pergantian pejabat gubernur Aceh. Namun masalah ini tak bisa terselesaikan juga.

Direktur Emirates Development Resf (EDR) Usman Lamreung, mengatakan, belum selesainya permasalahan pengurus MAA ini, Pj Gubernur sebaiknya evaluasi kinerja Kepala Biro (Karo) Hukum Sekda Aceh.

“Pj Gubernur tidak cukup memdengar telaahan Karo Hukum yang cenderung terindikasi melwan hukum, sebaiknya segera dievaluasi kinerja Karo Hukum Sekda Aceh,” ujar Usman, Senin 19 September 2022.

Dikatakan, sebagaimana diketahui, pembentukan Kepengurusan MAA haruslah dilaksanakan melalui Mubes MAA. Ini telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada 2018 yang berlandaskan Qanun Aceh No 3 tahun 2004.

Hasilnya menetapkan pengurus lengkap yang Ketuanya terpilih Badruzzaman Ismail. Namun hasil  Mubes dimaksud tidak disahkan Gubernur Aceh saat itu Nova Iriansyah. Sehinga berujung menjadi konflik hukum yang penyelesaiannya dibawa ke PTUN.

Dalam perjalanan proses hukum di Pengadilan, Pemerintah Aceh pada 2019 melahirkan Qanun baru tentang MAA yaitu Qanun Aceh No. 8 Tahun 2019 dengan mencabut Qanun Aceh No 3 Tahun 2004 dan berlandaskan Qanun dimaksud tahun 2020 dilaksanakan Mubes MAA.

Sehingga telah terpilih pengurus lengkap sesuai prosedur dan syarat-syarat yang dtentukan dan telah ditetapkan dalam sebuah Keputusan Gubernur Aceh. Bahkan sudah selesai mengikuti gladi untuk Pengukuhannya.

“Dalam perjalanan proses pembentukan Pengurus MAA berbarengan pula turunnya Putusan MA RI yang telah berkekuatan hukum tetap yang dimenangkan sesuai hasil Mubes 2018,” beber Usman.

Menyikapi permasalahan dimaksud seperti saat ini. Gubernur Aceh tidak melaksanakannya Putusan MA RI. Bahkan yang lebih parah lagi sebelumnya hasil Mubes MAA 2020 yang telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur dibatalkan tanpa alasan hukum yang jelas. Sehingga dapat kita katakan Pengurus MAA sekrang bertentangan dengan hukum.

Baca Juga  Penyandang Disabilitas yang Mau Kursi Roda Gratis, Begini Caranya

Dalam kontek itu dimana keberadaan Karo Hukum yang bertugas memberikan telaahan hukum kepada Pj Gubernur. Sehingga lahirnya sebuah keputusan tidak bertentangan dengan hukum dalam hal ini baik putusan MA maupun Qanun Aceh tentang MAA.

Menurut Usman, tidak ada satu pasalpun dalam Qanun MAA membolehkan pembentukan pengurus MAA dari hasil rekonsiliasi antara pengurus  MAA yang telah dibentuk melalui Mubes MAA dengan anggota partai politik tertentu.

Tapi hal ini sedang berlangsung dalam pengurus MAA sekarang. Dimasukkan oknum-oknum tertentu dalam pengurus MAA sekrang yang tidak memenuhi syarat.

Sebagaimana diatur dalam Qanun. Misalnya telah dites kemampuan membaca Alquran serta  tidak merangkap jabatan dan sebagainya.

Yang jadi pertanyaan, lanjut Usman, apakah Karo Hukum, telah menelaah dan memberikan masukan hukum yang benar kepada pimpinan?

Apakah Karo Hukum tidak paham dengan isi Qanun MAA. Bahwa yang punya mandat dalam pembentukan pengurus dalam Mubes ada 4 unsur.

Sepertinya Kepala Biro memahami hukum hanya sepotong-sepotong. Sehingga yang dipahami yang punya mandat dalam Mubes hanya Pengurus MAA kabupaten/kota.

“Saran saya, tolong Karo Hukum pelajari yang benar sebuah produk hukum dan tidak menafsirkan sesuka hati. Karena tempat anda bertugas sekarang adalah wilayah eksekutif, sehingga tidak salah dalam eksekusi,” ujar Usman.

Usman juga meminta Pj Gubernur Aceh, dengan melihat permasalahan yang sangat miris di MAA sekarang dikaitkan dengan peran Kepala Biro Hukum.

Sudah selayaknya kinerjanya dievaluasi. Sebelum timbulnya permasalahan-permasalahan yang lebih krusial di kemudian hari di jajaran Pemerintah Aceh.

Dikatakan, Karo Hukum jangan membuat telaahan hukum yang sarat dengan retorika dan multi tafsir yang menarik kesana kemari terhadap maksud produk hukum yang telah baku. Seperti Putusan MA RI dan Qanun Aceh No 8 tahun 2019 tentang MAA.

Baca Juga  32 Desa di Gayo Lues Pilkades Serentak, Kapolres Pantau Langsung

Karena di dalamnya telah tegas petunjuk dan perintah serta syarat-syarat wajib dipenuhi untuk melahirkan sebuah kebijakan untuk dieksekusi. Dengan demikian tidaklah tepat membuat sebuah telaahan hukum kepada pimpinan yang bersifat ABS.

“Tetapi haruslah sesuai perintah hukum yang telah baku dan mengikat,” pungkas Usman yang juga akademisi di Unaya ini.[ril | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *