Gula Kadaluarsa asal Thailand akan Beredar di Aceh, Ada Apa?

halaman7.com – Banda Aceh: Sebanyak 49,45 ton gula kadaluarsa tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) akan beredar di Sabang bahkan di daratan Aceh. Pasalnya, gula yang sudah mati masa pakai atau edar ini, akan dipasarkan jelang lebaran Idul Fitri 1441 H ini.

Gula sebelumnya berada di bawah pengamanan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh yang simpan di Gudang PD Pembangunan Sabang yang beralamat di JaIan Perdagangan, Gampong Kuta Timu, Kecamatan Sukakarya.

Gula sebanyak 49,45 ton, mau dibuka segel untuk distribusikan dan di jual ke konsumen, padahal sudah kadarluasa dan diamankan sejak 24 Maret 2020. Sebab, masa kadaluarsa gula tersebut sejak Januari 2020.

BPOM telah menyurati para pejabat Kota Sabang, menyangkut akan dibukanya segel gula tanpa SNI dan sudah expire (kadaluarsa) beredar di Sabang hal ini dengan terbitnya surat BPOM Aceh No: B-HM.03.01.91.914.05.20.672 Tanggal 07 Mei 2020 Perihal Tindak Lanjut Pengamanan Setempat Terhadap Gula Kadaluarsa, ditandatangani oleh kepala BOPM ACEH Drs Zulkifli Apt.

Menyikapi hal ini, akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, Usman Lamreung, ada yang aneh dan patut dipertanyakan bagaimana mungkin gula yang sudah kadaluarsa diizinkan kembali beredar di masyarakat.

“Kok bisa atas dasar apa? Gula kadaluarsa yang sudah di gudangkan kemudian kembali keluar. Dengan surat BPOM Aceh bisa di jual kembali ke masyarakat, ada apa ini,” ujar Usman Lamreung, Sabtu 9 Mei 2020.

Menariknya, dalam surat tersebut BBPOM hal itu dilakukan atas pertimbangan surat Gubemur Aceh No. 511.1/5432 tangga1 27 Maret 2020 tentang Kelangkaan Gula di Aceh. Tentu, ini sungguh tidak masuk akal dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan gula kadaluarsa di Sabang.

Baca Juga  Akademisi Unaya Beberkan Strategi Jitu Penanganan Covid-19 di Aceh

“Toh gula kadaluarsa tersebut juga tidak bisa di bawa ke Aceh karena Aceh diatur Tata Niaga Impor yang berbeda dengan Sabang secara aturan. Apalagi masalah kelangkaan gula di Aceh selesai setelah Kemendag sudah merespon permintaan tambahan kuota gula untuk Aceh,” papar Usman.

Dikatakan, Kemendag membantu gula untuk Aceh sebesar 20 ton. Dengan begitu, persoalan kelangkaan gula sudah selesai dan harga mulai lagi stabil, kenapa harus menajdi dasar pertimbangan surat gubernur?

“Padahal masalah kelangkaan gula sudah selasai. Ada apa ini?,” Tanya Usman penuh heran.

Selanjutnya, ujar Usman, dalam surat tersebut menyebutkan lagi bahwa aturan Internasional tidak memberlakukan tanggal kadaluarsa gula. Ini aneh juga. Gula di impor dari Thailand, dan dikarung tersebut tertulis kadaluasa sangat jelas kapan batas waktu gula tersebut masih bisa di jual ke konsumen.

Bila ada aturan internasional, Tanya Usman, kenapa pabrik di Thailand mencantumkan masa kadaluasanya? Kalau aturan Internasional tidak memberlakukan, kenapa pabrik luar negeri di Thailand mencantumkan tanggal kadaluarsanya?

Malah aturan Indonesia sangat jelas bahwa semua barang wajib mencantumkan tanggal kadaluarasa apabila tidak maka akan melanggar aturan tersebut sesuai dalam Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, melakukan tindak pidana “menjual barang kadaluarsa”  akan diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Surat ini juga menyebutkan situasi Pademi Covid 19 dan suasana Ramadhan menjelang Idul Fitri. Menurut Usman, tidak ada hubungannya. Karena di Sabang saat ini masih banyak ketersediaan gula dan cukup untuk memenuhi kebutuhan bulan Ramdhan dan Idul Fitri.

Malahan kalau dipaksakan gula kadaluarsa beredar di masyarakat ini dikwawatirkan akan membuka peluang terjadi tindak pidana penyelundupan pada akhirnya masyarakat yang akan menderita seperti yang baru-baru ini ditangkap Bea Cukai di Ule Lheue sebanyak 100 sak, dan masyarakat yang membawa telah dikenakan sanksi pidana.

Baca Juga  Bandel, 6 Bus dan 10 Travel Terpaksa Putarbalik di Perbatasan Aceh Tamiang

“Harus berapa banyak lagi masyarakat menjadi korban. Hanya karna kebijakan yang salah arah,” Usman kembali bertanya.

“Kenapa dulu di segel kalau ternyata harus dibuka lagi, ada apa ini? Kami minta kepada Satgas Pangan Aceh dan instansi terkait lainnya untuk mengusut tuntas masalah ini,” pungkas Usman dengan tegas.[andinova |red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *