halaman7.com – Banten: Malu Aceh mendapat prestasi termiskin di Sumatera. Dana melimpah, tapi Aceh miskin. Soalnya, trilunan rupiah Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh mengalir setiap tahun dari pusat. Dikemanakan?”
Begitulah kegusaran mantan Aktivis Aceh di Denmark, Tarmizi Age menanggapi pemberitan media melansir pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Selasa 16 Februari 2021.
Tarmizi Age yang akrab di sapa Mukarram ini, pernah mengusulkan agar Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh dikelola masing-masing pemerintah gampong atau desa. Agar rakyat bisa langsung menikmati dan mengawasi.
Besaran Dana Otsus tahun anggaran 2020 saja, diperkirakan mmencapai Rp8,374 triliun. Coba bayangkan, Dana Otsus itu mulai bercucuran ke Aceh sejak 2008,
Berarti, jika dikalkulasi dari tahun pertama sampai 2020. Maka dana Otsus yang masuk ke Aceh, ditaksir telah mencecah angka Rp80, triliun lebih. Suatu angka yang cukup fantastis dan sangat besar bagi sebuah daerah yang hanya dihuni sekitar 5 juta penduduk.
Lulusan AMU Nordjylland, Aalborg, Denmark mengatakan, jika tidak ada penambahan. Maka pada 2027 dana Otsus sudah berakhir atau dihentikan pemerintah pusat.
“Tak sanggub kita bayangkan. Apa yang akan terjadi dengan Aceh. Jika dana segar itu sudah tidak ada lagi nantinya,” ujarnya.
Selain dana Otsus, pembiayaan pembangunan di Aceh sesuai DIPA 2020 yang diserahkan Presiden Joko Widodo kepada Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, pada 4 November 2019 lalu, berjumlah Rp37,169 triliun adalah dengan rincian Dana Bagi Hasi Pajak Rp604,324 miliar, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Rp486,161 miliar, dan Dana Alokasi Umum Rp16,011 triliun.
“Pemerintah Aceh, dalam hal ini eksekutif dan legislatif (DPRA) kita minta memberi perhatian khusus, menyangkut masaalah Aceh miskin ini,” tegas Tarmizi.
Menurut Tarmizi, penting menciptakan iklim ekonomi yang baik untuk Aceh.
“Saya rasa kita semua malu. Aceh menempati the first area miskin in Sumatrea, Indonesia. Saya malu Aceh termiskin di Sumatera, dengan dana Otsus berlimpah,” ujar Tarmizi Age
Ditambahkan Mantan Ketua Komite Monitoring Peace and Democracy (KMPD) Aceh Perwakilan Eropa itu, sebagai bentuk pengingat lupa. Ia mengajak seluruh stakeholder di Aceh untuk membaca kembali, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
UU tersebut mengamanahkan, tujuan pemberian dana Otsus adalah untuk membantu daerah dalam membiayai program ekonomi rakyat dan kegiatan pembangunan.
Berikut kutipan UU No 11/2006 yang mengatur tentang Dana Otsus Aceh:
Pasal 183
(1) Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
(2) Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk daerah Aceh sesuai dengan batas wilayah Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Tarmizi merasa risau, dana Otsus yang telah lalu dan yang akan datang, tidak dipergunakan dengan tepat. Sehingga kemiskinan di Aceh tidak pernah tuntas.
“Itu sebabnya kita mengimbau agar kerja dan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih ditingkatkan lagi dalam rangka menyelamatkan uang rakyat tesebut,” pungkas Tarmizi Age.[ril | red 01]