Keistimewaan Aceh Belum Mampu Perkuat Identitas

halaman7.comBanda Aceh: Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, Usman Lamreueng mengungkapkan, Aceh dengan otonomi khusus yang telah diberikan pemerintah pusat dengan kewenanan untuk mengatur dirinya sendiri. Dengan tujuan percepatan pembangunan daerah berbasis syariat Islam, budaya dan adat istiadat.

Adapun kekhususan Aceh atau disebut dengan keistimewaan Aceh yang sudah diberikan untuk dijalankan diantaranya adalah Syariat Islam (Dinas Syariat Islam), Lembaga Baitul Mal, Lembaga Wali Nanggroe, Majelis Adat Aceh, Majelis Pendidikan Aceh, Majelis Ulama Aceh dan Dinas Pendidikan Dayah.

Pertanyaannya adalah apakah dengan adanya lembaga-lembaga tersebut Aceh sudah punya pondasi yang kuat untuk menjaga tiga dimensi kekuatan identitas Aceh yaitu Islam, budaya dan adat istiadat?

Usman Lamreung

“Lembaga-lembaga tersebut adalah kekuatan untuk menjaga identitas Aceh, mengelaborasi dalam konteks modernisasi masa kini dan masa depan,” ujar Usman Lamreueng, mengungkap kegelisahannya melihat kondisi Aceh saat ini, Sabtu 1 Juli 2023.

Dikatakan, bila merujuk sebagai identitas Aceh, seharusnya lembaga yang sudah dibuat benar benar bermamfaat untuk kepentingan rakyat. Untuk persatuan dalam keberagaman, dan menjaga nilai-nilai sejarah masa lampau, masa kini serta masa depan sebagai bagian kekuatan identitas politik Aceh.

Keistimewaan Aceh yang sudah digagas dan dibuat masih belum mampu di implementasikan dengan harapan-harapan, pergeseran budaya, adat istiadat sudah sangat masif terjadi ditengah-tengah masyarakat Aceh.

Masyarakat Aceh, lanjut Usman, penuh dengan kegalauan. Terus disorot sebagai daerah paling miskin, dianggap daerah tinggi korupsinya, dan berbagai keterpurukan lainnya. Seperti Aceh belum benar-benar merawat situs dan monumen sejarah, menandakan Aceh sudah di ujung hilangnya identitasnya.

Seharusnya, saran Usman, lembaga dan dinas yang memperkuat identitas Aceh punya konsep program pembangunan yang sesuai dengan tiga dimensi yaitu islami, budaya dan adat istiadat. Namun sepertinya lembaga yang menjadi harapan untuk menjaga nilai-nilai Islami, budaya dan adat istiadat aceh, belum mampu melahirkan berbagai program pembagunan.

Baca Juga  Enam Nakes Polres Aceh Timur Terima Penghargaan

Misalnya Lembaga Wali Nanggroe belum pernah menfatwakan budaya dan adat Aceh. Lembaga Wali Nanggroe sebagai.lembaga penguat nilai-nilai sejarah juga belum menfatwakan situs-situs bersejarah untuk dirawat, dijaga dan dipelihara.

Untuk itu, Usman mennyarankan, Lembaga Wali Nanggroe sebagai lembaga pemersatu dan menjaga identitas Aceh, sudah seharusnya melakukan koordinasi dan komunikasi dengan lembaga-lembaga adat yang ada seantero Aceh. Mereka hari ini masih konsisten dari kekuatan menjaga nilai-nilai identitas Aceh yang masih dihargai dan dihormati.

Lembaga-lembaga adat di Aceh sebagai kekuatan indentitas menyonsong pembangunan Aceh bermatabat. Artinya lembaga yang sudah dibentuk seharusnya benar-benar berjalan dengan baik. Karena lembaga lembaga adat di Aceh sebagai kekuatan besar Aceh, agar masa depan Aceh benar-benar dihargai oleh pemerintah pusat.

Bila ini mampu dilakukan oleh lembaga wali nanggroe, berkaloborasi dengan MPU, MAA, MPD tentu Aceh tetap terjaga identitasnya, dan keutuhan persatuan Aceh tetap terjaga.

“Maka kita berharap lembaga-lembaga adat dan budaya yang sudah dibentuk sudah bergegas dan berbenah. Agar apa yang menjadi cita-cita rakyat Aceh benar-benar terwujud, dan rakyat benar-benar dalam keadaan troe (kenyang),” pungkas Usman.[ril | red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *