halaman7.com – Banda Aceh: Akademisi Unaya, Aceh Besar Usman Lamreueng, mengungkapkan Provinsi Aceh dalam kurun waktu empat bulan terakhir terus menjadi sorotan publik.
Pasalnya berbagai kebijakan dan program yang sudah dicetuskan belum menyentuh peningkatan serta pertumbuhan ekonomi. Seperti penurunan angka kemiskinan masyarakat Aceh masih tetap bertahan pada posisinya. Menyebabkan Aceh jadi sorotan termiskin di Sumatera.
Anehnya, ujar Usman, triliunan Angaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020, namun masih saja terjadi Silpa Rp3,9 trilun. Padahal saat itu program-program pro rakyat masih sangat dibutuhkan. Apalagi dalam kondisi pandemi, tentu sangat perlu sentuhan dan kecuran anggaran dari pemerintah.
Namun yang terjadi adalah anggaran refocusing Covid-19. Yaitu bantuan sosial sebesar Rp1,5 triliun urung direalisasikan. Malah ironis lagi, bantuan dana hibah recofusing sebesar Rp9,6 milyar diberikan kepada 100 organisasi Pemuda/Ormas/Ormawa Aceh. Tentu ini menyalahi ketentuan Permendagri No.39 tahun 2020.
Pada APBA 2020, berbagai program yang sudah dicetuskan harus dibatalkan. Dialihkan penanganan bencana non alam yaitu wabah pandemi Covid-19. Sesuai instruksi pemerintah pusat.
Program-program yang sudah dianggarkan diberbagai dinas dialihkan ke dana recofusing Covid-19. Seperti mencoret anggaran penguatan dayah, meunasah, masjid dan berbagai program lainnya.
“Namun sangat kita sayangkan dana yang dialihkan ke recofusing Covid-19 sebesar Rp1,5 triliun tidak disalurkan. Terjadilah Silpa yang sangat besar,” ujar Usman, Sabtu 29 Mei 2021.
Tentu, lanjut Usman, dalam hal ini, tetap yang dirugikan adalah rakyat Aceh. Selama pandemi Covid-19 banyak usaha gulung tikar, dan akhirnya menyebabkan lahir masyarakat miskin baru.
Termasuk pemerintah Aceh urung membangun rumah dhuafa. Padahal ini adalah bagian dari program Aceh Hebat, dan bagian dari penurunan angka kemiskinan. Akibat anggaran penanganan Covid-19 banyak yang dibelanjakan tidak tepat sasaran ditambah dengan terjadinya Silpa bantuan sosial Rp1,5 triliun.
Disisi lain, tokoh muda Aceh Besar ini menilai, penanganan Covid-19 sepertinya tidak punya Road Map. Sehingga Aceh kembali terjadi ledakan terpapar Covid-19. Anggaran refokusing APBA senilai Rp3,9 trilun pada tahun lalu jadi sia-sia belaka.
Lonjakan Kasus Covid-19
Terkait dengan melonjaknya kasus terpapar Covid-19 dan kematian terus meningkat di Aceh. Sepertinya Pemerintah Aceh lambat, lalai dan tak punya road map yang jelas dalam penanganannya.
“Pemerintah Aceh, tidak sigap serta kewalahan dalam menghambat penyebaran kasus terpapar Covid-19 wilayah Aceh,” ujarnya.
Dikatakan, Pemerintah Aceh lemah dalam koordinasi lintas instansi dan lembaga. Sepertinya instansi dan lembaga berjalan sendiri-sendiri. Pada wabah Covid-19 ini dibutuhkan peran serta semua unit instansi, lembaga dan lembaga masyarakat.
Usman menilai, penaganan Covid-19 tidah hanya sebatas imbauan di baliho, spanduk, ataupun razia. Namun dibutuhkan edukasi secara terus menerus dengan melibatkan instansi dan masyarakat.
Ditambah lagi transparasi pemerintah dalam pengelolaan anggaran recofusing juga paling penting. Agar penanganan wabah pandemi ini bisa menumbuhkan kesadaran, kepercayaan yang pada akhirnya semua komponen masyarakat Aceh patuh pada Prokes.
Sebagai contoh, banyak bantuan yang diberikan terkesan tidak tepat sasaran. Seperti bantuan organisasi Kepemudaan, Organisasi masyarakat dan organisasi mahasiswa, pada anggaran 2020 lalu.
“Ini juga menyebabkan masyarakat mulai krisis kepercayaan pada pemerintah Aceh. Sehingga berbagai kebijakan yang sudah diputuskan seakan tidak dijalankan masyarakat,” beber lulusan UGM ini.
Dikatakan, persoalan Covid-19 ini bukan masalah remeh. Ini menyangkut keselamatan masyarakat yang harus menjadi perhatian pemerintah. Angka kematian akibat Covid di Aceh juga masuk 5 Besar Indonesia.
“Perlu evaluasi bersama mengenai tata cara penanganan Covid-19 di Aceh,” tegasnya.
Untuk itu, Pemerintah Aceh lebih serius melihat persoalan ini. Usman yakin, masyarakat juga akan mendukung jika pemerintah Aceh melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam penanganan Covid-19 ini.[ril | red 01]