Sastra  

PUISI Ahmad Istiqom: NEGERI TUA

NEGERI TUA

Negeri ini sudah tua
Tapi tak juga dewasa

Negeri para sengkuni yang berguru pada Durna
Diramaikan pemandu sorak para kurawa
Bagong dan punakawan tergelak-gelak
Melihat para brahmana main ketoprak
Lakonnya “Menyelamatkan Amarta dari Raja Dungu”

Katanya, disana “merdeka” nyaris mati
Padahal di ruang iccu korban corona tak mati mati
Resep yang ditawarkan sebagai yang Maha Benar dengan segala nyinyirnya

Tatkala brahmana bersabda
Adalah mantra lama yang dimamahbiakkan

Petruk pun menguap lebar lebar
Semarpun bersendawa meski tak masuk angin
Sembari menenggak tolak angin
Karena ia orang pintar (tidak dungu)

Bekasi 22 Agustus 2020/3 Muharam 1442

Catatan:
Publikasi ini di dedikasikan buat wartawan senior Indonesia yang baru saja berpulang, Ahmad Istiqom. Almarhum memilki nama lengkap H Ahmad Istiqom bin Ridwan Manshur lahir di Ponorogo, 30 September 1948. Bulan depan ia akan berusia 73 tahun. Namun, Allah berkehendak lain. Pada Selasa, 3 Agustus 2021 lalu, Allah memanggilnya menghadap Illahirabbi.

Ahmad Istiqom adalah wartawan senior tanah air. Ia juga seorang penyair dan kerab menulis buku dan puisi atau sajak. Sajak-sajaknya banyak di publis di www.mimbar-rakyat.com.

Pak Is begitu almarhum kerab disapa para sahabat sejawat. Ia juga dijuluki “kiyai kampung”. Sudah menulis beberapa buku. Di antaranya Sang Juara (1986), Orang Awam Naik Haji ((2009), Sudahkan kita Meneladani Rasul (2012), The Old Journalist Never Die (2013) dan mengumpulkan petuah dari media sosial dalam Wejangan Yang Terbuang (HPN 2017).

Ia pun menulis puisi dengan Ajeg. Tulisannya terus mengalir dan dapat dibaca setiap tahun bila dilangsungkan Hari Pers Nasional (HPN). Karena ia menulis puisi terus menerus selama beberapa tahun terakhir ini.

INFO Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *