PEMERINTAH menganugerahi pahlawan nasional pada enam tokoh masa lalu Indonesia sebagai pahlawan nasional, bertepatan pada Hari Pahlawan 10 Nopember 2023 lalu. Salah satu dari enam itu adalah Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah.
Bagi Aceh, bisa saja Ratu Kalinyamat ini tidak begitu familiar di telinga masyarakat provinsi paling ujung barat Pulau Sumatera Indonesia ini. Namun sejarah mencatat, kalau Ratu Kalinyamat adalah menantu dari Sultan Aceh, Ali Mughayat Syah atau istri dari Pangeran Hadlirin.
Konon dari catatan sejarah, Ali Mughayat Syah yang mendirikan Kerajaan Aceh yang bertahta selama 16 tahun, sejak 1514 sampai 1530. Ali Mughayat Syah memiliki tiga orang anak, yakni Salahuddin, Alauddin Al-Qahhar, Sultan Hadlirin yang bagi masyakat Jepara menyebutnya Sultan Hadiri yang berarti Sultan Pendatang yang menyebarkan Islam di daerah tersebut.
Berbeda dengan kedua abangnya, Salahuddin dan dan Alauddin Al-Qahhar yang selanjutnya menjadi pengusaha atau sultan di Aceh menggantikan ayahanda Ali Mughayat Syah, Sultan Hadlirin memilih hidup merantau hingga ke Tiongkok (China) dan menyebarkan Islam ke nusantara.
Pangeran Hadlirin memiliki nama Sayyid Abdurrahman Ar Rumi. Saat merantau sambil menuntut ilmu dan menyebarkan islam ke Tiongkok, Pangeran Hadlirin disebut juga Pangeran Toyib.
Oleh orang tua angkatnya di Tiongkok, ia diberi nama Tjie Bin Thang atau nama lainnya Win-tang. Orang tua angkat Pangeran Hadlirin di Tiongkok seorang menteri kerajaan yang bernama Tjie Hwio Gwan.
Hingga akhirnya pangeran Hadlirin sampai ke Demak dan menikah dengan anak bangsawan Demak, Ratna Kencana atau lebih dikenal dengan nama Ratu Kalinyamat. Putri Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, Sultan Demak pertama.
Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa menyematkan berbagai gelar pada Sayyid Abdurrahman Ar Rumi. Gelar tersebut yakni, Sunan Hadiri, yang artinya Ulama Pendatang (Gelar Keagamaan); Karena menjadi penyebar agama Islam di Jepara.
Lalu, Sultan Hadlirin, yang artinya Raja Pendatang (Gelar Kesultanan); Karena menjadi sultan pertama di Jepara dan Pangeran Kalinyamat, (Gelar Tokoh Masyarakat); Karena sebagai pendiri Kota Kalinyamat.
Dengan pernikahan itu, Pangeran Hadiri akhirnya menjadi Raja Kalinyamat di Jepara. Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan Seni Ukir pada penduduk Jepara.
Seni ukir ini sampai saat ini bertahan di Jepara, sebagai salah satu seni ukir terbaik di Indonesia.
Saat suaminya meninggal, Ratu Kalinyamat melanjutkan kepemimpinan suaminya menjadi Ratu di Kerajaan Jepara tersebut.
Selama masa kekuasaannya, Jepara berkembang menjadi Bandar terbesar di pantai utara Jawa, dan memiliki armada laut yang besar dan kuat. Pelabuhan Jepara pun menjadi pusat pengiriman ekspedisi-ekpedisi militer.
Di bawah pemerintahannya, pada pertengahan abad ke-16 perdagangan Jepara dengan daerah seberang laut semakin ramai. Pedagang-pedagang Jepara turut menjalin hubungan dengan pasar internasional Malaka.
Ratu Kalinyamat memimpin Jepara selama 30 tahun, mulai 1549 sampai 1579. Selama 30 tahun masa kepemimpinannya itu, Jepara mencapai masa kejayaannya.
Anti Portugis
Pada masa penjajahan Portugis, Ratu Kalimayat tergolong wanita pemberani melawan dan bertempur dengan penjajah tersebut.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara, bersikap anti terhadap Portugis. Pada 1550, ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan Sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Pada 1573, Sultan Aceh, Alauddin Al-Qahhar yang juga saudara iparnya, abang dari suaminya, Pangeran Hadlirin meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka, pada Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, tetapi tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis.
Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, tetapi Ratu Kalinyamat telah menunjukkan dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti “Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani”.
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara.
Atas keberanian dan keperkasaannya melawan Portugis, Pada 10 Nopember 2023,pemerintah Indonesia melalui Presiden, Joko Widodo memberikan gelar pahlawan nasional kepada Ratu Kalinyamat.[dbs | andinova]