Aceh Kembali ke Zaman Primitif

Komplek Perumahan Deno Indah, Gampong Birem Puntong, Kecamatan Langsa Baro yang terendam banjir bandang cukup dalam akhir Nopember 2025 lalu.[FOTO: h7 – Antoedy]

Catatan Eddyanto SST

ACEH kembali ke zaman primitif. Matinya listrik berhari hari sejak banjir bandang hidromerologi melanda hingga pasca banjir saat ini. Membuat warga tanah rencong ini tak bisa berbuat apa apa.

Untuk membersihkan rumah dari endapan lumpur, tak ada air. listrik tak menyala, mesin pompa air tak bisa dihidupkan.

Hanya sebagian kecil saja yang bisa melakukannya karena memiliki mesin genset di rumah atau pengusaha cafe dan hotel. Itupun cafe atau hotel yang mapan.

Masyarakat tanah rencong kini hanya bisa pasrah, berharap pagi segera datang. Bila malam datang, suasana gelap gulita dan cukup mencekam.

Hanya pagilah yang dinantikan warga, untuk bisa bernafas lega. Hujan yang juga kerap masih turun, membuat warga tanah rencong makin trauma.

“Kalau hujan, masih trauma kami bang,” ucap Jamal salah seorang penjaja air bersih keliling (di Langsa  pedagang air Lengkong).

Sementara itu berharap listrik menyala dari PLN, bagaikan pingguk merindukan bulan. Dari hari ke hari hanya janji manis yang didengar warga. Dari esok ke esok, Listrik PLN tak kunjung menyala.

Hanya menyala 1- 2 hari pasca banjir surut, setelah itu listrik milik negara ini padam total. Perbaikan yang dijanjikan tak kunjung selesai, ibarat anak gadis nunggu dilamar sang kekasih, ternyata tak datang datang.

Di sisi lain, harga harga sembako melonjak tajam. Harga bisa di sampai 5 kali lipat dari harga normal. Bagi warga yang memiliki uang dan tabungan. Alhamdulillah masih bisa bertahan hidup namun sebaliknya. Bagi mereka yang tak punya uang,hanya siap menahan lapar dan ajal menjemput.

Bantuan dari berbagai pihak banyak yg seperti donasi dari relawan, dan berbagai elemen lainnya bahkan juga dari  pemerintah berbagai daerah ditanah air.

Baca Juga  Menhut dan Pejabat Pengelola Hutan Harus Bertanggung Jawab atas Bencana Sumatera

Namun bantuan sembako dan lainnya itu tak sampai ke warga, ntah di gudangkan atau diendapkan dimana bantuan tersebut.

Kondisi salah satu sudut Kota Langsa pascabencana.[FOTO: h7 – Antoedy]
Masyarakat hanya butuh bisa makan tidak lapar, namun bantuan bantuan yang datang dan mereka lihat tak pernah mereka terima. Bahkan untuk diinformasikan saja dari desa mereka pun terabaikan.

Seharusnya jika bantuan diteruskan ke desa, masyarakat bisa diberitahu perangkat desa atau Kadus untuk diteruskan ke warga.

Pemerintah Kota Langsa yang menerima bantuan harus bertanggung jawab dan amanah jangan bantuan dilama lamakan sementara rakyatnya sekarat.

Masyarakat menanggung kerugian harta benda dan nyawa, sementara amanah dari donatur, relawan dan pemerintah daerah berbagai tanah air yang ikut membantu bencana alam Sumatera ini tak kunjung mereka terima.

Warga saat ini hanya menerima BLT dari Pemko Langsa senilai Rp200 ribu pe KK dan Bantuan Pangan Bers senilai 10 kg. Sementara banjir dan dampaknya sudah memasuki hari ke 22, cahaya terang buat warga menata kehidupan mereka masih belum nampak.

Untuk membeli bahan bakar BBM Sepmor saja harus antri berkilo-kilo meter, dari pagi hingga malam. Beli diluar eceran tak ada uang harga BBM melambung hingga puluhan ribu ukuran botol mineral.

Lilin untuk penerangan di malam hari, harganya juga melangit, perbatang ada yang dijual Rp 12-15 ribu/batang. Belum.lagi antrian gas Elpiji melon, diluar warga juga bila mendapatkannya  harus merogoh kocek dalam hingga Rp 40 ribu atau lebih pertabungnya.

Warga yang tak punya uang atau tabungan di hanya menjadi penonton sembari menunggu kapan ajal menjemput. Pedih teramat pedih, namun itulah realitanya.

Sementara informasi terakhir, Rabu 17 Desember 2025 sekitar pukul 15.00 Wib listrik untuk sebagian wilayah Langsa mulai menyala, itupun tahap percobaan.

Baca Juga  Antrian SPBU Sudah Mengganggu Mobilitas Bantuan

Kapan Langsaku pulih.dan tanah rencong bersemi kembali?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *