Gerombolan Anjing Liar Dari Netherland
Gerombolan anjing pelacak
Mengendus menjejak
meninggalkan asap kematian
Di tiap kampung penaklukan
Jerit kengerian menggema
Di sunyi rimba dan lembah senyap
Langit menitikkan kesedihan.
Gerombolan anjing pelacak
Ganas dan liar,
Menyasar benteng-benteng jauh,
Pegunungan Gayo Alas,
Menumpahkan kekejian,
Darah menggenangi halaman
tikungan dan jurung adalah
Teror ketakutan,
Tubuh diseret serdadu berkuda
Sampai ujung lapangan,
Lalu ditombak dan potong tiga,
Perempuan diperkosa,
Sambil tertawa-tawa,
Kepala Pang Jama ditebas dalam satu ayunan,
Diarak keliling kota,
Orang-orang tertunduk mengucap doa.
Di Belangkejeren,
Aman Linting dipancung,
Bukit – bukit murung,
Angin gunung tercenung
Pohon limbung tanpa dahan
Daun runduk tangis tertahan
Gonggong sihir hitam,
Kolonel kulit putih,
Tanpa belas kasih,
Api disiram pada lubang-lubang persembunyian,
Memanggang perempuan dan anak-anak
perkampungan jadi abu
Tiang tinggal arang
Menutup genangan hujan.
Serdadu beringas
Liar dan ganas
trisula buas
Van Heutsz, Daleen, dan Hurgronje,
Melelehkan peradaban Eropa,
Begitu anyir menyisir Pasir,
Lancang mencincang Gemuyang,
pahit menjepit Durin,
Menganga luka Badak,
Mencabik Rikit Gaib,
meranggas Penosan,
Tampeng jadi sobekan perca,
Benteng berlapis
Kute Reh diiris
Likat disikat
Lengat Baru diserbu,
Gerombolan anjing liar
Dari Netherland
Di saku sebelah mana
Kalian simpan tragedi ini,
Dengarkan aku,
Luka berbasuh
Tali berjalin
Asin berpenawar
Aku mengutukmu!!!
Jakarta, Gayo Alas, Padang Panjang, Lampung, Desember 2018.
Mereka Temukan Kematian Begitu Indah Di Benteng Jauh
Mereka temukan
kematian begitu indah
Tak ada keluh
Tak ada kesah
Pagi-pagi sekali
Selepas subuh hari
Mengenakan wewangi
Pakaian putih berseri
Beriring menuju benteng bambu
“Ayo kita sambut tanpa ragu,” anakku.
Mereka temukan
Kematian dengan indah
Tak ada keluh
Tak ada kesah
Inilah hari yang dinanti
Serupa Idul Adha atau Idul Fitri
Bergegas songsong pagi
Pintu surga menanti
Perang suci telah datang
“Jalan kita di depan terentang,” anakku.
Mereka temukan
Kematian sungguh indah
Tak ada keluh
Tak ada kesah
Orang tua menggamit putra – putri
Pemuda mengiring kanan – kiri
Perempuan paling depan sekali
Dalam Lubang lindung
tubuh sembunyi
Bahu mengapit mematri
Lalu ratusan sayat pedang,
Semburan api,
Diterima sebagai air jernih
Lembut menyentuh pipi.
“Jangan lupa berwuduk, kita bersuci,” anakku.
Jilatan api
derap kuda berlari
Kokang karabjin
Hantaman 4.040 peluru di Badak,
6.700 peluru di Penosan,
6.800 peluru di Tampeng,
4.400 peluru di Kute Reh
5.500 peluru di Likat
8.300 peluru di Lengat Baru
Disambut sebagai takdir langit
Tak ada erangan,
Tak ada tangisan,
Bumi bagai kelopak bunga,
Menerima mereka dengan senyuman.
Tak ada lenguh
Tak ada keluh
Walau semua terbunuh
Luka berbasuh
Senja temaram tasbih luruh
Butirannya jadi doa
Zikir dan pujian
Mereka temukan
kematian sangat indah
Tak ada keluh
Tak ada kesah
Semesta membuka sayap
Awan mengiring doa
Angin mengantar pulang
Lengan saling bertaut
Bahu saling berpaut
Berlutut dalam cahaya Ilahi
Wangi sampai kini.
“Kita telah tiba anakku, kelak semuanya akan nyata, bagi cucu-cucu kita.”
Jakarta, Jambi, Padang Panjang, Lampung, Desember 2018
Catatan:
*Pang Jama disergap marsose Van Daleen 1905 di Kung – Pegasing.
*Aman Linting, Reje Bukit Gayo Lues ditangkap 1905 di Belangkejeren. Aman Linting ikut mempertahankan Benteng Durin, Penosan, Tampeng. Terakhir membangun perlawanan dari gunung sebelum kemudian tertangkap.
*Gubernur Militer Belanda di Aceh Van Heutsz memerintahkan Van Daleen dan pasukan marsose menyarang Gayo-Alas 9 Februari 1904. Marsose dibentuk 2 April 1890 sebagai pasukan khusus.
*Dikirim ke Gayo-Alas 10 brigade dengan kekuatan 198 karabijn. Pasukan dibagi jadi dua divisi masing-masing 5 brigade. Kedua divisi dipimpin oleh Kapten WBJA Scheepens dibantu Letnan WR. Winter dan H. Christoffel dan Letnan Stau GEB Watrin dibantu JW Ebbink dan Letnan HF Aukes. Pasukan marsose dilengkapi ambulan, alat perlengkapan foto dan kamar gelap, ahli pertambangan dan lain-lain.
Pasukan Belanda menyerang Gayo Alas dengan 348 orang bersenjata lengkap. Terdiri dari pasukan induk marsose dipimpin Van Daleen dan pasukan mobil dari Kuala Simpang dilengkapi 150 bayonet.
* 8 Februari 1904, pasukan tiba di Bireuen. 12 Februari 1904 pasukan tiba di Belang Rakal.
*13 Februari 1904 tiba di Tunyang.
* 14 Februari 1994 terjadi tembak menembak antara pasukan Gayo dengan Belanda dalam perjalanan menuju Ketol dari Tunyang. Beberapa marsose tewas. Salah satu tempat penyerangan saat Belanda berada di Balik. Belanda lalu menghukum.penduduk tak bersalah dengan denda 1 kerbau setiap satu tembakan.
* 16 Februari 1904 Belanda tiba di Kung, Pegasing.
* 29 Februari 1904 pasukan Van Daleen tiba di Jagong dan membuat bivak di sana.
* 3 Maret 1904 tiba di Kampung Kla, desa di pinggir gunung terletak di hulu Sungai Tripa, Gayo Lues.
* 14 Maret 1904, menyerang Benteng Pasir Gayo Lues, 41 pejuang meninggal dunia, 27 orang tewas dalam benteng termasuk dua wanita yg mengenakan pakaian laki-laki ikut bertempur, 14 lagin meninggal di luar benteng.
* 11/12 Maret seorang Gayo menyerang bivak Belanda bersenjata pedang, tapi berhasil dilimpuhkan Belanda.
* 18 Maret 1904, menyerang Benteng Gemuyang, korban tewas dari pihak Gayo 308 orang terdiri dari 168 pria , 92 perempuan, 48 anak-anak. Korban Belanda 2 serdadu mati 15 luka-luka.
* 2 April 1904 Benteng Badak diserang. Korban Gayo 122 tewas, antaranya 93 pria dan 29 wanita dan anak-anak. Belanda 5 tewas, seorang sersan Belanda dan 4 marsose. Belanda menembakkan 4.040 peluru.
* 21 April 1904 Benteng Rikit Gaib diserang, 184 tewas terdiri dari 143 pria dan 41 wanita. Belanda 7 tewas, diantaranya 2 perwira Belanda.
* Benteng Penosan, diserang 11 Mei 1904. Korban pihak Gayo 284 orang tewas, terdiri dari 200 pria, 71 wanita, 23 anak-anak. Korban Belanda 6 mati, tiga perwira Belanda luka-luka dan 30 lainnya marsoses terluka. Belanda melepaskan 6.700 peluru.
* 17 Mei 1904 Tampeng diserang.
176 tewas, 125 pria, 51 wanita dan anak anak, hanya 4 wanita yg masih hidup
6800 peluru dilepaskan.
* Kute Reh Diserang 16 Juni 1904. Korban tewas 561 orang, diataranya 313 pria dan 189 wanita dan 59 anak-anak. Menembakkan 4400 peluru.
* Benteng Likat diserang 20 Juni 1904. Korban tewas 432 orang Alas, 220 pria, 124 wanita dan 88 anak-anak. Menembakkan 5500 peluru.
* Benteng Lengat Baru diserbu 24 Juni 1904. Korban tewas 654 orang terdiri dari 338 pria, 186 wanita dan 130 anak-anak. Menghabiskan 8300 peluru.
* Korban tewas dalam serangan ke 10 benteng Gayo-Alas, 2.956 orang, terdiri dari 1.828 pria, 800 wanita dan 352 anak-anak.
(Sumber: Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda, BP. Balai Pustaka Jakarta, 1982, oleh MH.Gayo)
Fikar W. Eda adalah sastrawan dan penulis berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa puisi yang dipublikasikan di sejumlah surat kabar. Selain menekuni tulis-menulis, Fikar Juga kerap diundang untuk tampil. Baik sebagai pembaca puisi maupun narasumber, di dalam negeri dan luar negeri.
Fikar Lahir pada 8 Mei 1966 di dataran tinggi Gayo, Takengon, Aceh Tengah
Redaksi halaman7.com menerima sumbangan puisi, cerpen, lukisan dan karya seni lainya. Dilengpi biodata diri dan foto.
Kirim ke alamat email: iranda_novandi@yahoo.com atau redaksi.halaman7@gmail.com