Catatan: Usman Lamreueng
PEMERINTAH Kabupaten Aceh Besar dibawah kepemimpinan Bupati Mawardi Ali dan Wakil Bupati Waled Husaini berakhir pada pertengahan 2022 ini. Secara otomatis dengan berakhirnya pemerintahannya, Pemerintah Aceh atas persetujuan pemerintah pusat menunjuk seorang Pejabat Bupati (Pj) untuk melanjukan program-program yang sudah dijalankan pada pemerintah sebelumnya sampai tahun 2024.

Pada 2024 akan dilaksanakan Pilkada, Aceh Besar belum ada politisi secara jelas dan terang menyatakan untuk maju sebagai calon bupati/wakil bupati. Namun kabarnya dari berbagai kalangan elit, media dan politisi ada beberapa elit politik Aceh Besar yang berkeinginan mencalonkan diri, biarpun saat ini masih malu-malu, seperti dari Partai Demokrat, Partai Golkar dan Partai Aceh.
Ketiga Partai tersebut tentu yang menarik kita telisik adalah Partai Aceh. Karena pada periode sebelumnya 2012-2017 kader terbaik partai lokal tersebut sebagai penguasa di Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Namun pada Pilkada 2017 kader Partai Aceh, Saifuddin kalah dengan Mawardi Ali berasal dari Partai PAN beserta koalisinya.
Diketahui bersama, DPW Partai Aceh, Aceh Besar adalah dua periode sebagai pemenang pemilu legislatif. Dalam tiga pelaksanaan pemilihan legislatif yaitu Pemilihan Legislatif 2009 mendapatkan kursi terbanyak yaitu 10 kursi. Pada 2014 mendapatkan 9 kursi, hilang 1 kursi. Lalu pada 2019 mendapatkan 5 kursi, hilang 4 kursi.
Dua Periode
Dua periode Pileg Partai Aceh wilayah Aceh Besar sebagai pemenang, diperiode ketiga turun sangat dratis suara dan kursi di DPRK malah hilang kursi sebagai Ketua DPRK dua periode. Partai Aceh di periode ketiga pemilihan legislatif tidak mampu mempertahankan suara terbanyak dan kursi di DPRK. Kader-kader Partai Aceh tidak lagi mendapatkan kepercayaan masyarakat, karena kekecewaan rakyat Aceh Besar pada partai Aceh belum mampu merealisasi janji-janji politik, hingga akhinya kursi DPRK diambil Partai lain.
Dinamika politik Kabupaten Aceh Besar tentu akan menarik dilihat bagaimana peran partai politik lokal, khususnya Partai Aceh. Dalam menanggapi masalah kemiskinan, palayanan pendidikan, kesehatan, reformasi birokrasi, syariat Islam. Lalu temuan-temuan BPK dalam pengelolaan anggaran (APBK), dan berbagai kebijakan publik lainnya sesuai yang sudah ditetapkan dalam Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) pemerintah Aceh Besar yang sudah dijalankan dibawah kepemimpinan Bupati Mawardi Ali dan Wakil Bupati Waled Husaini.
Dari berbagai masalah kebijakan dan ketimpangan dibawah pemerintah Bupati Mawardi Ali dan Waled Husaini tersebut diatas, sepertinya Partai Aceh belum mampu memberikan kontribusi yang besar, sesuai harapan masyarakat Aceh Besar.
Partai Aceh perwakilannya di DPRK terlalu pasif, dan kompromis, yang seharusnya kader PA yang sudah dipilih sebagai anggota DPRK bersuara lantang, tanpa kompromis untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh Besar.
Agar berbagai program yang sudah dicetuskan dan menjadi harapan masyarakat benar-benar terlaksana dengan baik seperti percepatan pembangunan Pulo Aceh termasuk masalah puskesmas yang belum selesai, infrastruktur jalan, pelayanan pendidikan, kesehatan, reformasi birokrasi, pelaksanaan syariat Islam dan sebagainnya.
Seharusnya Partai Aceh garda terdepan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, apalagi Partai Aceh berhasrat pada Pilkada 2024 berkeinginan mencalonkan kader terbaiknya ikut Pilkada.
Semestinya untuk mendapatkan simpati dan dukungan rakyat Aceh Besar pada Pilkada 2024, memperjuangkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah Aceh Besar, yang tidak sesuai dengan program dan menyalahi berbagai peraturan.
Jangan sampai Partai Aceh di Aceh Besar pada pemilu legislatif dan Pilkada ditinggalkan rakyat Aceh Besar. Masih ada waktu 2 tahun lagi untuk berbenah, dan mengangkat popularitas partai, dengan beroposisi dengan pemerintah, sebagai pengimbang, agar berbagai kebijakan Pemkab Aceh Besar benar-benar berpihak untuk kepentingan rakyat Aceh Besar.
Kita tau semua sudah hampir lima tahun pemerintah Aceh Besar dibawah kepemimpinan Bupati Mawardi Ali dan Waled Husaini belum mampu merealisasikan visi dan program-program pembangunan seperti reformasi birokrasi, pelaksanaan Syariat Islam, pelayanan publik, banyak temuan BPK sarat masalah pengelolaan APBK, belum geliatnya Kota Janto sebagai ibukota kabupaten, dan sebagainya.
Partai Aceh harus garda terdepan menyoroti berbagai ketimpangan pembangunan di Aceh Besar. Agar berbagai masalah ketimpangan menjadi pertimbangan pemerintah Aceh besar untuk dikoreksi hingga sasaran pembangunan benar-benar dirasakan masyarakat Aceh besar.
Jika Mau, Partai Aceh bisa dan mampu membuktikan selama 2 tahun ini, kiprah dan peran dalam pembangunan Aceh Besar yang lebih baik.[]
Penulis, Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar