halaman7.com – Banda Aceh: Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polresta Banda Aceh menahan tersangka pelaku penipuan penjualan rumah kredit bernisial NH, warga Kampung Keuramat, Kuta Alam, Banda Aceh.
Dia ditahan karena diduga melakukan penipuan penjualan rumah kredit terhadap wartawan Media Aceh Online (Acehonline.co) Reza Gunawan dan istrinya Faradilla Safitri. Terkait penjualan rumah kredit di kawasan Lamgapang, Krueng Barona Jaya, Aceh Besar.
“Informasi yang saya dapat, pelaku sudah ditetapkan tersangka dan ditahan. Saya mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi gerak cepat tim Satreskrim Polresta Banda Aceh yang telah bekerja mengungkap kasus penipuan yang menimpa saya dan istri,” kata wartawan Aceh Online Reza Gunawan dalam keterangannya, Senin 15 Nopember 2021.
Reza menjelaskan, kasus penipuan yang menimpanya itu dilaporkan ke Mapolresta Banda Aceh pada Sabtu, 16 Oktober 2021 silam, atas nama istrinya sebagai pelapor.
Pelapor atas nama istinya karena berkas kepengurusan kredit ke bank menggunakan nama dan berkas istrinya. Meski seluruh proses kepengurusan kredit tersebut dia langsung yang mengurusnya. Sementara NH dilapor ke Polisi karena dia merupakan pihak yang mengurus berkas kredit rumah dan diduga menggelapkan uang DP dan uang akad kredit dengan total Rp55 juta, yang diserahkan Reza dan istrinya.
“Sekitar seminggu lalu kami dipanggil penyidik dan diberitahu perkembangan hasil penyelidikan. Dimana kasusnya sudah ditingkatkan ke penyidikan. Alhamdulillah pelaku kini sudah ditahan. Meski upaya ugar uang kami bisa dikembalikan oleh pelaku saat ini belum dilakukan oleh pelaku,” ungkap Reza.
Selain menetapkan NH sebagai tersangka dan menahannya, anggota PWI Aceh ini juga berharap pihak kepolisian dapat mengungkap dugaan keterlibatan pihak lainnya. Yakni oknum petugas bank yang menerima berkas kepengurusan kredit rumah yang diajukan ke salah satu bank syariah nasional di Aceh.
Semoga tim Satreskrim Polresta Banda Aceh dapat mengungkap dan menetapkan tersangka lainnya. Karena Reza saat itu menyerahkan uang DP posisinya berada di bank. Setelah mendapat penjelasan petugas bank, berkasnya sudah diterima dan diminta menyelesaikan uang panjar rumah, sebagai syarat proses verifikasi berkas pengajuan kredit.
“Petugas bank itu mengatakan jika saya tidak menyerahkan uang DP, maka proses berkas tidak bisa dilakukan. Ini bertolak belakang dengan penjelasan kepala bagian kredit bank itu, yang saya konfirmasi sewaktu saya tahu telah ditipu. Kepala bagian kredit rumah di bank itu mengatakan proses penyerahkan DP dilakukan setelah berkas disetujui pihak bank untuk pengajuan kredit,” ungkap Reza.
Jadi secara tidak langsung oknum petugas bank itu terlibat. Karena Reza meyakinkan untuk menyerahkan uang panjar rumah kredit itu kepada pelaku. Jadi petugas bank juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya atas kerugian puluhan juta yang dialaminya.
Kronologi Penipuan Rumah Kredit
Sementara itu terkait kornologi hingga dirinya menjadi korban penipuan, Reza menjelaskan, awalnya sekitar pertengahan April 2021 silam, CZ yang merupakan marketing penjualan rumah kredit itu, menghubungi dirinya menawarkan rumah kredit yang beralamat di kawasan Lamgapang.
“Karena melihat foto rumahnya bagus dan dia mengatakan DP-nya bisa dicicil dan iurannya juga tidak terlalu mahal, saya tertarik untuk melihat rumah itu,” ungkap Reza menceritakan kronologi kejadian.
Selanjutnya, kata Reza, CZ melaporkan hal itu ke atasannya NH, yang kemudian NH mengirimkan nomor kontak rekannya yang merupakan pemegang kunci rumah untuk melihat langsung kondisi rumah itu ke lokasi.
“Hari itu saya langsung lihat rumahnya ke lokasi. Jadi tidak ada hal yang mencurigakan, karena diperkenankan untuk melihat masuk ke dalam rumah. Kemudian setelah saya cek kondisi rumah, saya menghubungi NH dan mengatakan setuju untuk mengajukan permohonan kredit dan menyiapkan panjarnya Rp10 juta,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Reza, selang beberapa hari setelah menyiapkan berkas, dia menemui NH untuk menyerahkan berkas kepengurusan rumah kredit tersebut beserta panjar yang diminta NH.
“Di situ dia mengaku tidak memiliki kantor, karena dia mengurus ini secara pribadi, dan rumah yang akan dikreditkan itu juga katanya milik dari kerabatnya yang mendapat jatah rumah atas kepemilikan tanah yang dijual ke developer. Karena tidak bisa menunjukkan alamat kantor, NH menujukkan kediaman pribadinnya di kawasan Kampung Keuramat agar saya tidak ragu,” ungkap Reza lagi.
“Saya awalnya tidak ragu ke dia, karena dia juga berprofesi sebagai dosen dan pernah mengajar di kampus istri saya mengajar, meski sekarang sudah pindah ke kampus lain. Dan yang menawarkan rumah itu juga alumni mahasiswa di kampus istri saya mengajar,” tambahnya.
Setelah menerima berkas pengajuan kredit, lanjut Reza, kemudian NH melakukan kepengurusan ke salah satu bank syariah yang berada di kawasan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Janjinya hari itu, lanjut Reza, kami masukan berkas sama-sama ke bank, tapi dia akhirnya pergi sendiri lalu kirim foto berkasnya sudah diterima staf bank bagian kredit dan NH minta sisa DP yang harus saya lunaskan sekitar Rp40 juta lagi.
“Karena tidak sesuai kesepakatan, saya minta di membawa saya untuk menemui staf banknya. Besok harinya, kami ke Bank itu dan menemui staf bagian kreditnya. Ketika dia keluar ruang kerjanya dan temui kami di ruang tunggu lantai dua bank, pegawai bagian kredit itu terlihat di tangannya memegang berkas kami (saya dan istri) dan mengatakan berkasnya sudah diterima untuk ditindaklanjuti proses kepengurusan kredit. Dia lalu menanyakan soal DP rumah yang harus saya selesaikan sebagai syarat kepengurusan kredit. Di situ saya yakin karena sudah dapat penjelasan staf bank dan diperlihatkan berkas-berkas saya sudah diterima pihak bank. Setelah itu, langsung saat itu juga saya lunaskan sisa DP Rp40 yang diminta NH dan dibuatkan kwitansi baru dengan nominal Rp50 juta langsung di ruang tunggu bank itu, makanya nggak ada kecurigaan dari saya,” ungkap Reza.
“Tapi na’asnya, saya nggak ingat lagi nama oknum staf bagian kredit bank itu, karena kejadiannya bulan empat kemarin (April). Yang jelas hari itu dia mengenakan gantungan ID Card yang menunjukkan dia merupakan staf bank itu,” ungkap Reza.
Selang beberapa bulan, lanjut Reza, kepengurusan rumah itu tidak kunjung ada jawaban dari bank maupun NH. Setelah terus diminta penjelasan, akhirnya pada akhir September kemarin NH mengaku berkas kepengurusan kredit rumah sudah disetujui bank.
“Dia menyodorkan surat SP3K (surat penegasan persetujuan pembiayaan kredit) berlogo bank. Di situ tertera iuran per bulan yang nantinya harus saya setor dan jumlah biaya akad yang harus saya bayar. Hari itu, saya serahkan lagi ke dia uang Rp5 juta untuk biaya proses akad dan operasional dia untuk kepengurusan kredit. Yang janggal di situ dan saya mulai ragu, saya diminta teken surat berlogo bank, tapi tidak ada satupun nama petugas bank atau pihak lain yang ikut meneken surat itu. Meski mulai ragu, saya tetap teken dan serahkan biaya akad karena untuk pegangan tambahan bukti jika dia memang melakukan penipuan nantinya,” jelas Reza lagi.
Selang seminggu kemudian, lanjut Reza, NH kemudian mengrimkan jadwal akad ke bank, dimana jadwal akad tersebut akan dilaksanakan pada 15 Oktober 2021.
“Di jadwal itu juga tidak ada logo bank dan saya juga pertanyakan ke dia. Dia beralasan itu data rekapan dia, dari data yang dikirimkan pihak bank. Dia ngakunya cuma rekap nama-nama yang mengurus kredit melalui dia,” jelas Reza.
Akhirnya pada 15 Oktober kemarin, lanjut Reza, dia bersama istrinya pergi ke bank untuk melaksanakan proses akad yang telah dijadwalkan. Namun, NH saat itu sudah tidak lagi bisa dihubungi, karena handphonenya telah dimatikan.
“Saya akhirnya temui kepala bagian kreditnya. Dari penjelasan dia, pihak bank tidak menerima berkas apapun atas nama saya ataupun istri. Ketika saya mengatakan ada oknum staf bank yang terima berkas, dia mengatakan bisa jadi itu bukan pegawai bank dan dia bisa saja merupakan teman dari pelaku. Saya jelaskan lagi soal dia pakai tanda pengenal bank dan keluar dari salah satu ruang bank, kan tidak mungkin orang luar bisa bebas di ruang kerja bank. Akhirnya kepala bagian kredit itu mengatakan akan mencoba menelusuri siapa oknum staf yang menerima berkas dan melakukan kepengurusan kredit rumah tersebut. Namun, dia memastikan saya sudah ditipu karena salinan surat SP3K yang saya tunjukkan tidak sesuai (dipalsukan) dengan model yang dikeluarkan pihak bank, serta tidak ada tertera petugas bank yang ikut menandatangani surat itu,” jelas Reza.
Setelah mendapat penjelasan pihak bank, Reza kemudian bergerak menuju rumah NH yang beralamat di kawasan Kampung Keuramat Banda Aceh. Namun, NH yang tidak bisa lagi dihubungi itu juga tidak berada di rumah.
“Suami NH yang saya temui di rumahnya menjelaskan kepada saya persoalan yang dilakukan istrinya, dimana saya bukan korban pertama, ada beberapa orang juga pernah datang ke rumah dia dengan kasus yang sama. Suami pelaku mengakui kesalahan yang dilakukan istrinya dan meminta waktu dua bulan dengan jaminan motor untuk pengembalian uang saya. Karena tidak mungkin saya beri waktu selama itu, saya hanya beri waktu suami dan keluarganya untuk lunasi uang saya sampai Jumat malam. Kalau tidak, dengan terpaksa saya buat laporan ke Polisi. Jumat malam (15/10/2021), suami NH datang lagi temui saya dan bilang belum dapat mengupayakan uang saya dikembalikan, karena NH sampai jam 10 malam juga belum pulang ke rumah, dan motor yang ditawarkan ke saya untuk jaminan juga sudah disita pihak lain yang menjadi korban atas perilaku istrinya,” ungkap Reza.
Karena tidak ada kejelasan pengembalian uang dari pihak keluarga NH, Reza bersama istrinya membuat laporan ke Polresta Banda Aceh atas kasus penipuan.
“Saya berharap meski pelaku sudah ditetapkan tersangka, uang saya itu bisa dikembalikan pelaku, karena uang itu juga merupakan pinjaman yang diberikan abang ipar saya, dengan tujuan agar saya bisa memiliki rumah dan tidak lagi menyewa setiap tahunnya. Saya sangat berharap pihak kepolisian juga dapat mengupayakan agar pelaku dapat mengembalikan uang saya,” tutup Reza.[ril | red 01]
Respon (1)