2021, Banyak Wartawan di Penjara Karena Berita

Catatan Akhir Tahun PWI

ilustrasi

halaman7.com – Jakarta: Sepanjang 2021, banyak wartawan di Indonesia yang mendekam di penjara karena pemberitaan. Penegak hukum sering menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Untuk menangani kasus pemberitaan.

Upaya untuk melindungi wartawan agar tidak terjerat UU ITE ini sudah dilakukan. Dengan adanya Memorandum Of Understanding (MoU). Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum. Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan antara Ketua Dewan Pers dan Kapolri.

“Sayangnya, MoU ini oleh sebagaian penegak hukum tidak dipatuhi,” ujar Ketua PWI Pusat Atal S Depari dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mirza Zulhadi, dalam catatan akhir tahun 2021 PWI, Kamis 30 Desember 2021.

Menurut catatatan PWI ada beberapa wartawan yang dihukum penjara menggunakan UU ITE.  Mohhamad Sadli dihukum 2 tahun penjara menggunakan UU ITE oleh Pengadilan Negeri (PN) Pasar Wajo. Akibat tulisannya berjudul Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap menjadi Simpang Empat.

Ridwan alias Wawan dihukum 8 bulan penjara, denda Rp 5 juta jo subsider 2 bulan penjara oleh  PN Enrekang, Sulawesi Selatan. Diananta Putra Sumedi, dihukum 3 bulan 15 hari oleh PN Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mohammad Asrul dihukum 3 bulan penjara oleh  PN Palopo, Sulawesi Selatan. Karena dianggap mencemarkan nama baik pejabat di Palopo.

Dari semua kasus itu. Dewan Pers sudah menyatakan, karya tulis wartawan itu sebagai produk jurnalistik.  Bahkan saksi ahli yang dihadirkan di persidangan. Juga menyatakan wartawan tidak dapat dipidana karena berita.

“Meski demikian, harus diakui banyak berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Setelah sejumlah kasus pengaduan masyarakat ditangani Dewan Pers,” ujar Atal.

Kejahatan Digital

Dalam beberapa tahun terakhir juga berkembang jenis-jenis kejahatan digital. Seperti doxing, bulliying, dan hacking. Sasaran kejahatan adalah para wartawan yang kritis terhadap para pemegang kekuasaan.

Baca Juga  Dedy/Hendra tak Berdaya di Final PENA Shaum Cup

Para pengancam kebebasan pers itu dengan memanfaatkan platform digital atau media sosial yang berkembang masif pada era internet saat ini. Keberadaan internet yang melahirkan platform digital atau media sosial. Selain menjadi channel communication bagi masyarakat dan sarana distribusi konten bagi perusahaan pers. Juga  dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara serta masa depan pers itu sendiri.

Cantoni and Tardini (2006) menyebut internet sebagai a double edged sword, pedang bermata dua. Banyak pers yang gulung tikar karena terdisrupsi perkembangan teknologi digital/internet.

“Ini tantangan terhadap kebebasan pers ke depan. Negara harus hadir memberi perlindungan terhadap wartawan dan pers,” tegas Atal.

Dikatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan benar regulasi mengenai social media law. Untuk memberikan tanggung jawab yang semestinya untuk perusahaan platform media sosial global. Dalam mengendalikan konten-konten yang meresahkan dan memecah belah tersebut.

2022

Bagaimana tantangan pers 2022. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada 2022 akan ada 101 kepala daerah (tujuh gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota) yang habis masa jabatannya. Karena ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ke-101 kepala daerah yang habis masa jabatannya itu akan diganti pajabat karier.  Ditetapkan pemerintah yang akan menjabat sampai 2024.

Penjabat (Pj) atau pejabat sementara (Pjs) yang tidak dipilih langsung itu bisa menghadapi kendala dalam berhubungan dengan anggota DPRD. Sehingga akan berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan.

Pers harus benar-benar menunjukkan perannya sebagai pilar keempat demokrasi atau kekuataan keempat (fourth estate). Sehingga kehidupan bernegara tetap berjalan sesuai UU dan konstitusi.

Pers juga tetap harus waspada terhadap berbagai perubahan lingkungan. Dampak pandemi Covid-19 yang telah menghantam selama hampir 2 tahun. Tetap akan ‘memaksa’  industri media  untuk terus beradaptasi dan mengadopsi digitalisasi.

Baca Juga  OSIS SMAN 4 Langsa Bagi-bagi Takjil

Hal yang paling mudah dilihat adalah aktivitas pertemuan (meeting) yang tidak lagi dilakukan melalui tatap muka (face-to-face). Melainkan menggunakan aplikasi zoom, google meet, dan lain-lain.

Di sisi lain, industri media sebagai penerbit dirugikan dari sisi monetisasi konten gratis oleh platform digital. Padahal ada wartawan dan awak media yang telah susah payah membuat berita atau konten tersebut.

Pada 2022 Analog Swicth of (ASO) dimulai. Siaran televisi digital dimulai secara bertahap dan siaran analog distop. Sehingga para pemain di televisi akan semakin banyak. Kalaulah sekarang ada 15 televisi untuk satu layanan maka ke depan bisa dikali enam. Minimal akan ada 72 televisi.

Tantangannya buat para wartawan ke depan adalah kemampuan multi-tasking. Wartawan harus serbabisa: teks, gambar/video, dan audio. Kompetensi menulis, mengambil gambar/video, dan merekam audio harus dimiliki sepenuhnya oleh wartawan. Posisi wartawan juga berubah karena konten berita sangat ditentukan selera konsumen.

Di samping itu, adanya mesin pemeringkat. Menyebabkan popularitas mengalahkan kualitas jurnalisme.

PWI bersama Dewan Pers sedang mencari format model bisnis media yang sesuai dengan era digital saat ini dan tetap mengedepankan good journalism. Seri diskusi telah diselenggarakan secara berkala dan puncaknya akan dibahas dalam Konvensi Media Massa yang digelar pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Februari 2022.

“Rekomendasi konvensi akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo,” pungkas Atal dan Mirza.[ril | red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *