Oleh: Usman Lamreueng
PARTAI Politik (Parpol) memiliki peranan penting dalam mewujudkan perubahan nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan cita-cita politiknya. Salah satu perubahan nyata yang dicita-citakan partai adalah pemenuhan tingkat kesejahteraan anggota, kelompok maupun warga negara.

Tentu, kesejahteraan ini dapat diwujudkan apabila partai mampu menjalankan fungsinya secara baik dan terbuka, sesuai fungsi partai politik. Fungsi partai politik adalah rekrutmen, sosialisasi, partisipasi, komunikasi, pengendalian konflik, pemandu kepentingan dan fungsi kontrol politik.
Sehingga Parpol mampu menggerakkan mesin politik, dalam menyukseskan pemilu ditingkat legislatif maupun eksekutif. Dalam pemilu legislatif misal bangaimana peranan dan eksistensi partai politik dalam mempengaruhi dan mempertahankan basis massanya.
Aceh memiliki Partai Lokal (Parlok) dengan kekhususannya, 15 tahun Parlok menjadi kekuatan lokal Aceh dengan menguasai pemerintahan di eksekutif dan legislatif.
Peranan Partai Aceh sebagai kekuatan lokal Aceh, apakah sudah dijalanan fungsi, peran, kewajiban dan tanggungjawabnya untuk kesejahteraan bagi rakyat Aceh?. Selanjutnya bagaimana eksitensi Partai Aceh sebagai legitimasi kekuatan lokal Aceh.
Apakah masih tetap terus bertahan menjadi kekuatan politik lokal atau sudah turun pengaruh dan eksitensi partai dalam mendominasi kebijakan politik di Aceh, apakah tetap menjadi pilihan rakyat Aceh?
Pemilu 2009, Partai Aceh (PA) sebangai partai pemenang Pemilu dengan perolehan suara terbanyak di DPR Aceh 33 kursi dari total kursi sebanyak 69 kursi. Selanjutnya Pemilu 2014, Partai Aceh biarpun tetap sebagai pemenang pemilu di Aceh, namun suaranya turun dengan 28 kursi di DPRA.
Turunnya eksitensi Partai Aceh pada 2014 menjadi pertanyaan mengapa terjadinya penurunan suara dan kursi di legislatif. Apakah Partai Aceh sudah mulai ditinggalkan simpatisan dan rakyat Aceh?
Menurut kami ada beberapa penyebab partai turun eksistensi adalah rekrutmen politik, pengkaderan politik sebagai penguatan SDM, perpecahan internal, anggaran, turun kepercayaan simpatisan akibat tidak mampu merealisasi janji politik dan masih ada rasa feodalisme.
Sehingga mempengaruhi turunya suara Pemilu 2014, kekalahan pada pemilihan gubernur Aceh 2017. Terjadi Persaingan, perpecahan internal menyebabkan kader Partai Aceh, Muzakir Manaf tidak terpilih sebagai Gubernur Aceh pada 2017. Hingga berimbas pada Pemilu 2019, kekuatan partai Aceh semakin turun dratis suara hanya mendapatkan 18 kursi, hilang banyak kursi di DPRA.
Bagaimana kondisi politik menjelang Pemilu 2024 ini? Apakah Partai Aceh masih tetap dan mampu bertahan sebagai kekuatan politik lokal? Pemilu 2024 ini, paling berat buat Partai Aceh, kader-kader yang menjadi Caleg harus mampu berjuang dibasis-basis untuk menyakinkan simpatisan memilih kembali mereka.
Karena banyak PR besar janji-janji politik belum berbanding dengan harapan rakyat Aceh, mereka sudah kudung kecewa dengan berbagai janji-janji politik.
Sebagai rakyat Aceh berkeinginan Partai Lokal tetap harus menjadi kekuatan lokal. Namun Partai Lokal sebagai partai ideologis keacehan harus benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat Aceh, membangun Aceh sesungguhnya, Aceh berkeadilan dan sejahtera.
Semoga di 2024 ini, Partai Lokal tetap dihati rakyat Aceh.[halaman7.com]
Penulis, Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya), Aceh Besar