halaman7.com – Banda Aceh: Mundurnya Ketua Umum DPP Partai Aceh Muzakir Manaf sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra, bisa jadi berdampak dan berpengaruh pada Partai Gerindra dalam mempertahankan kursi DPRA.
Akademisi Unaya, Usman Lamreung menilai kekuatan Partai Gerindra Aceh sedikitnya ditompang Partai Aceh. Hal ini terbukti banyak kader Partai Aceh menjadi pengurus Partai Gerindra.
Artinya Partai Gerindra harus bekerja ekstra pasca mundurnya Muzakir Manaf sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra. Apalagi ada sebagian kader PA yang menjadi pengurus partai Gerindra akan mempertimbangkan hengkang mengikuti jejak Mualem.
Kabarnya lagi Partai Gerindra Aceh beberapa waktu lalu sesuai pemberitaan media menyebutkan bahwa Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra se-Aceh merekomendasi agar Ketua DPD Partai Gerindra Aceh yang juga anggota DPR RI, TA Khalid maju dalam kontestasi Pilkada Aceh 2024.
Tentu dalam sebuah keputusan, apalagi keputusan bersama dalam rapat konsolidasi partai, pastinya sudah di analisis dengan matang dan strategis secara politik.
Namun ada yang terlupakan saat wacana Ketua DPD Partai Gerindra Aceh TA Khalid di gadang sebagai calon Gubernur Aceh. Terlupankan, mantan Dewan Pembina Partai Gerindra, Mualem juga sebagai ketua Partai Aceh digadang salah satu kandidat Calon Gubernur Aceh.
“Bisa jadi ini juga salah satu bentuk kekecewaan Mualem pada Partai Gerindra?, padahal dua partai tersebut punya hubugan spesial sejak 10 tahun terakhir,” ujar Usman Lamreung, Jumat 2 September 2022.
Dikatakan, beranjak pengalaman tiga pemilu dan eksitensi Partai Aceh semakin turun. Ini bisa dilihat dari perolehan suara pemilu 2009 Partai Aceh mendapatkan suara terbanyak dan pemenang pemilu di Aceh, dengan kursi terbanyak di DPRA, 33 kursi dari 69 kursi yang diperbutkan.
Begitu juga di beberapa kabupaten/kota Partai Aceh menguasai kursi terbanyak di DPRK. Seperti Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, Langsa, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar dan lainnya.
Namun pada pemilu kedua 2014 turun perolehan suara Partai Aceh menjadi 28 kursi dari 81 kursi yang diperebutkan di DPRA. Biarpun masih sebagai pemenang pemilu. Namun kehilangan suara dan kursi di DPRA, dan kursi DPRK di daerah-daerah basis, seperti Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Barat dan lainnya.
Pemilu 2019, Partai Aceh kembali kehilangan suara dan kursi di DPRA turun sangat sinifikan, dengan 18 kursi dari 81 kursi. Artinya banyak kursi partai Aceh direbut partai nasional, seperti partai Gerindra, PAN, Golkar dan PKB.
Semakin rendah rakyat Aceh simpati pada Partai Aceh, rakyat sangat kecewa dengan kinerja para kader Partai Aceh di parlemen. Kader-kader partai Aceh tidak mampu mengakomodir aspirasi rakyat Aceh yang sudah memilih mereka.
“Mereka tidak mampu memenuhi janji politik saat kampanye,” ujarnya.
Dalam politik peluang dan momentum tetap saja masih ada. Itu harus pergunakan Partai Aceh dengan baik. Maka dengan mundurnya Mualem sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra, Mualem akan semakin fokus membangun kembali eksitensi Partai Aceh yang sedang merosot.
Reformasi Partai dengan penguatan kader-kader muda sudah harus dilakukan sebagai penyambung keberlanjutan estafek Partai Aceh.
Ditambah lagi dengan keterbukaan dalam rekrutmen para caleg-caleg yang cerdas, mumpuni dan dekat dengan rakyat. Sudah saatnya Partai Aceh memberikan peluang pada kader-kader muda yang punya sumberdaya yang cakap, diberikan kesempatan pada posisi-posisi strategis Partai Aceh.
“Kader muda harus diberikan kesempatan sebagai bagian membangun kembali eksitensi partai, yang selama ini semakin meredup,” pungkas Usman.[ril | red 01]