PWI Aceh dan AJI Banda Aceh Kecam Oknum Polisi

Rusak Alat Kerja Wartawan

halaman7.com – Banda Aceh: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh mengecam dan menyesali aksi pengrusakan alat kerja wartawan Harian Serambi Indonesia ketika meliput demo mahasiswa di DPR Aceh, Rabu 7 September 2022, siang.

Korban insiden tersebut adalah Indra Wijaya, wartawan Harian Serambi Indonesia. Sedangkan pelaku disebut-sebut oknum anggota Polri berpakaian preman.

“Apapun alasannya, tindakan merampas, merusak, dan menghalang-halangi kerja wartawan tidak bisa ditolerir. Wartawan bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tentang Pers,” kata Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Azhari.

Ketua AJI Banda Aceh, Juliamin juga mengecam setiap kekerasan terhadap jurnalis baik merampas maupun merusak alat kerja jurnalis. Pengrusakan alat kerja jurnalis adalah bagian upaya penghalangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU no.40 tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 18 ayat 1:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).”

AJI mengimbau semua pihak untuk memahami dan menghargai kerja jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Bila jurnalis dihalang-halangi, hal itu berarti menghalangi pula hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.

“Kami minta Kapolda Aceh dan jajarannya untuk menindak tegas anggotanya yang telah merusak alat kerja jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistiknya,” tegas Nasir Nurdin dan Juliamin dengan nada yang sama.

Tugas Jurnalistik

Pemred Harian Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur membenarkan kejadian yang menimpa wartawannya, Indra Wijaya.

Baca Juga  Bupati Simeulue: Wartawan Profesional Berpikir Positif

Menurut Zainal, kehadiran Indra Wijaya di lokasi demo adalah atas penugasan dari pimpinan di Redaksi Harian Serambi Indonesia untuk meliput.

“Jadi Indra sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh  UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tandas Pemred Harian Serambi Indonesia yang juga Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Aceh.

Karena itu, lanjut Zainal, pihaknya sangat menyesalkan atas kejadian yang menimpa Indra, yang menurutnya dilakukan oleh seseorang yang diduga aparat kepolisian berpakaian preman.

“Kami berharap Kapolda Aceh menindak tegas anggota dimaksud, sehingga polisi benar-benar menjadi pengayom,” katanya.

Secara internal, jajaran pimpinan Harian Serambi Indonesia telah meminta konfimasi dan kronologis kejadian dari Indra Wijaya.

“Insya Allah Serambi Indonesia akan memperbaiki atau mengganti alat kerja milik Indra Wijaya,” tandasnya.

Tetapi, tegas Zainal, persoalannya bukan hanya sebatas memperbaiki atau mengganti alat kerja. Melainkan adanya potensi ancaman terhadap kebebasan pers yang dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999.

“Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama, termasuk oleh pihak kepolisian,” demikian Zainal Arifin.

Terhadap kasus yang menimpa wartwan Harian Serambi Indonesia, secara tegas PWI Aceh menyatakan mengecam tindakan yang dilakukan oknum anggota Polri di lapangan karena jelas-jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

PWI Aceh berharap Kapolda Aceh dan jajarannya untuk menindak tegas oknum anggota Polri yang telah merusak alat kerja wartawan karena apa yang dilakukannya telah menghalang-halangi tugas wartawan dan menyumbat hak masyarakat untuk tahu.

Kronologi Kasus

Seperti dibenarkan Pemred Harian Serambi Indonesia, sekitar pukul 13.00 WIB, Indra Wijaya tiba di sekitar Gedung DPRA untuk meliput demo kenaikan harga BBM oleh mahasiswa.

Dengan menggunakan kamera HP, Indra Wijaya merekam video suasana massa di depan Gedung DPRA. Sekitar pukul 13.30 WIB massa bergerak menuju pintu gerbang utama DPRA.

Baca Juga  PWI Aceh-GBTMA Bahas Penanganan Covid-19

Saat hendak masuk, massa dihadang oleh polisi karena hanya diberi ruang kepada 10 mahasiswa untuk audensi dengan pihak DPRA.

Massa tidak terima, sehingga mendobrak pintu pagar gedung agar bisa masuk ke dalam.  Melihat aksi mulai memanas, Indra Wijaya melakukan live streaming Facebook untuk Serambi Indonesia.

Ketika siaran langsung itu hampir memasuki menit ke-9, ketika kamera mengarah ke beberapa mahasiswa yang diamankan polisi. Tiba-tiba seorang oknum polisi berpakaian preman memukul HP di tangan Indra Wijaya hingga jatuh ke aspal jalan dan pecah bagian layar.

Indra Wijaya mengambil HP yang sudah tergeletak di aspal dan menyelamatkan diri ke depan halte dekat Kantor Bulog bersebelahan dengan Gedung DPRA. Tak lama kemudian, laporan itu diterima pimpinannya di Serambi Indonesia.[andinova | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *