Hukum Percampuran Laki-Laki dan Perempuan

ilustrasi

Catatan: Jelita

SAYA sering mendengar istilah ikhtilat, yaitu bercampurnya antara laki-laki dengan perempuan dalam sebuah kegiatan. Apa makna sebenarnya ikhtilat secara fiqh?

Berikut penjelasannya?

Jelita

Hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan perkara yang diberikan perhatian secara khusus oleh syari’at. Hal ini tak lain karena segala yang terkait dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Merupakan perkara yang sangat dekat dan rentan dengan madzinnatul fitnah (tempat disangkanya kuat terjadi fitnah).

Diantara kondisi yang sangat rentan dengan fitnah ialah berkumpulnya laki-laki dan perempuan dalam suatu majelis/kegiatan tanpa ada batas yang memisahkan keduanya atau biasa disebut dengan ikhtilath.

Rasulullah SAW telah memberikan peringatan terkait hal ini. Oeringatan tergambar melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud berikut ini:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ – يَعْنِى ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِى الْيَمَانِ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَبِى عَمْرِو بْنِ حِمَاسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِى أُسَيْدٍ الأَنْصَارِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنَ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلنِّسَاءِ « اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيقِ ». فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ.

“Dari Hamzah bin Abi Usaid al-Anshori dari ayahnya, bahwasanya beliau mendengar Rasulullah bersabda. Di saat Rasulullah keluar dari masjid, sedangkan orang laki-laki ikhtilat (bercampur) dengan para wanita di jalan. Maka Rasulullah berkata kepada para wanita “minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan. Kamu wajib berjalan di pinggir jalan,” Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya menempel ke tembok karena rapatnya.” (Sunan Abi Daud, 4/543)

Baca Juga  Pemko Sabang Raih Penghargaan KLA 2023

Dari hadis di atas tergambar jelas bagaimana Rasulullah tidak menghendaki adanya percampuran antara laki-laki dan perempuan. Bahkan di suatu lokasi yang normalnya memang terjadi ikhtilath di sana, yaitu jalan raya. Hal ini juga senada dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Is’ad ar Rofiq  juz 2 halaman 67 berikut ini :

( خاتمة ) من أقبح المحرمات وأشد المحظورات اختلاط الرجال بالنساء فى الجموعات لما يترتب على ذلك من المفاسد والفتن القبيحة قال سيدنا الحداد فى بعض مكاتباته لبعض الأمراء وما ذكرتم من اجتماع النساء متزينات بمحل قريب من محل رجال يجتمعون فيه منسوب لسيدنا عمر المحضار فإن خيفت فتنة بنحو سماع صوت فهو من المنكرات التى يجب النهى عنها على ولاة الأمر ويحسن من غيرهم إذا خاف على نفسه أن لا يحضرهم.

“Sebagian dari paling buruk-buruknya perkara haram dan paling beratnya perkara yang dilarang adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam tempat perkumpulan/pertemuan. Karena hal itu dapat menyebabkan kerusakan dan fitnah yang buruk. Imam al Haddad mengatakan disebagian tulisannya kepada para sebagian umara, yang intinya jika ada perkumpulan perempuan yang berhias berada pada tempat dekat dari tempat perkumpulan laki-laki. Yang ini dinisbatkan kepada Sayyidina Umar al Muhdhar. Jika yang hadir khawatir terjadi fitnah semisal mendengar suara, maka perkara tersebut termasuk munkar yang wajib dicegah oleh pemimpin. Dan baik bagi dirinya jika takut terjadi maka tidak perlu menghadiri.”

Lantas bagaimanakah sesungguhnya hukum percampuran antara laki-laki dan perempuan dalam satu majelis? Apakah dilarang secara mutlak ataukah ada syarat-syarat tertentu? sebagaimana keterangan yang tercantum dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 2/290 berikut ini;

“Terdapat perbedaan dalam hukum bercampurnya laki-laki dan perempuan dari segi kecocokan kaidah syari’at atau tiada adanya kecocokan. Maka haram bercampurnya laki-laki dan perempuan jika memenuhi syarat berikut :

Baca Juga  PM Malaysia Bantu Rp331 Miliar untuk Palestina

Pertama, kholwah [1] dengan wanita lain dan melihatnya dengan syahwat.

Kedua, menyerahkannya wanita itu dan tidak ada kesopanan pada dirinya.

Ketiga, bermain dan bersentuhan pada anggota badan. Seperti ikhtilat (bercampur) dalam pesta. Ikhtilat dalam permasalahan ini hukumnya haram karena tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syari’at.

Sedangkan diperbolehkan ikhtilat (bercampur) ketika terdapat suatu hajat (kebutuhan) yang disyari’atkan serta tetap menjaga kaidah-kaidah syari’at. Karena itu boleh bagi perempuan ke luar rumah dengan tujuan shalat jamaah dan shalat hari raya.

Sebagian ulama membolehkan keluarnya perempuan guna keperluan haji bersama suadara/teman laki-laki yang dapat dipercaya. Begitupun, kebolehan bagi perempuan melakukan muamalah kepada laki-laki semisal jual beli, persewaan, dan lain sebagainya.”

Dari keterangan di atas sudah cukup jelas batasan-batasan diperbolehkannya ikhtilat menurut syari’at Islam. Maka meskipun fenomena yang kita hadapi ikhtilath telah menjadi suatu kebiasaan yang tidak terkontrol di lingkungan pada umumnya. Sudah selayaknya kita sebagai kaum muslim yang mengetahui, senantiasa mawas diri dan menjaga diri dari berbagai macam fitnah.

Semoga bermanfaat dan bisa dipahami dengan baik. Wallahu a’lam bisshawab.

[1]. Batasan dinamai khalwat adalah pertemuan yang tidak diamankan terjadi kecurigaan ke arah zina secara kebiasaan. Berbeda dengan saat dipastikan tidak akan terjadi hal yang demikian secara kebiasaan maka tidak namai khalwat.

Catatan: Disari dari mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang untuk halaman7.com.

Penulis, Pengiat dakwah medsos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *