Pokir Siluman Jadi Penghambat DIPA Aceh 2024

ilustrasi

halaman7.com – Banda Aceh: Pemerintah Aceh belum mengunakan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2024 yang sudah disepakati dengan DPRA sekitar Rp 11,7 Triliun, pada 18 Desember 2023. Belum dapat digunakan karena pihak legislatif tolak menandatangani Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Berkembang ke publik, alasan belum ditandatangani DIPA, diisukan muncul pokok pokok pikiran (Pokir) dewan yang dianggap muncul secara siluman. Dikabarkan, semula pokir dewan sebesar Rp800 miliar, kemudian muncul Rp400 miliar lagi. Hingga keseluruhan menjadi Rp1,2 Triliun sebagaimana dilansir sejumlah media.

Usman Lamreung

Menanggapi hal itu, Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya), Dr Usman Lamreueng, menyatakan, terlepas apapun alasan dan hubungan komunikasi politik dua lembaga politik di Aceh menyebabkan hak rakyat Aceh pihak yang dirugikan.

Perdebatan dan kisruh dua lembaga politik di Aceh akibat tata kelola pemerintahan Aceh yang tidak beres. Hubungan Pj Gubernur Aceh dengan Sekda Aceh yang tidak baik-baik saja adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadi kisruh Pemerintah Aceh dan DPR-Aceh.

“Isu hubungan Pj Gubernur Aceh dan Sekda Aceh sudah menjadi rahasia umum, menandakan bahwa tata kelola pemerintah Aceh tidak baik-baik saja,” ujar Usman Lamreueng, Senin 26 Februari 2024.

Dikatakan, bila internal komunikasi tidak berjalan dengan baik bagaimana mungkin komunikasi politik dengan DPR-Aceh berjalan baik.

Selanjutnya, lanjut Usman, dirinya tidak sepakat bila pemerintah Aceh tetap mengalokasikan anggaran dalam kegiatan PON dengan anggaran Otsus. Dana Otsus adalah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat Aceh, yang sudah jelas dijabarkan dalam UUPA peruntukannya.

“Dana Otsus adalah bagian dari perdamaian dan kepentingan untuk kesejahteraan dan ekonomi rakyat Aceh. Jadi jangan mengingkari apa yang menjadi hak rakyat Aceh,” tegasnya.

Baca Juga  DPRA: Semua Pihak Harus Jaga Keamanan Aceh

Begitu juga dengan dana Pokir, apakah dengan dana pokir yang begitu besar dan juga mengabaikan RPJM? Pokir bisa juga akan bermasalah dengan indikasi korupsi, program bisa saja tidak tepat sasaran.

“Dengan pokirpun seakan DPRA sudah bagian dari eksekutif, padahal dewan  sudah jelas tugas dan fungsinya,” ujar Doktor jebolan Universitas Merdaka (Unmer) Malang, Jawa Timur ini.

Dikatakan, kisruh Pemeritah Aceh dan DPRA sudah harus segera di hentikan untuk kepentingan dan keberlanjutan pembangunan Aceh. Satu sisi pemerintah Aceh dan DPRA harus segera mengakhiri perdebatan dan saling klaim, yang akhirnya taka da ujungnya.

Usman menyarankan, Pj Gubernur Aceh dan DPRA untuk duduk bangun komunikasi dengan baik, bukan saling klaim di media. Seakan membenarkan dirinya dan menyalahkan yang lain.

“Sudah seharusnya pejabat dua lembaga politik tersebut benar-benar membangun Aceh lebih baik,” pungkas Usman.[ril | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *