KH Ahmad Sanusi Dapat Gelar Pahlawan Nasional

halaman7.com Jakarta: KH Ahmad Sanusi atau dikenal dengan sebutan Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh (18 September 1889 – 31 Juli 1950) mendapat gelar pahlawan nasional.

KH Ahmad Sanusi adalah tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittahadiyatul Islamiyah (AII). Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan dan ekonomi di daerah Gunung Puyuh, Sukabumi, Jawa Barat.

Pada awal Pemerintahan Jepang, AII dibubarkan dan secara diam-diam. KH Ahmad mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Juga pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh. Tak jauh dari Kecamatan Sukaraja, Sukabumi.

Selain itu, Kiai Sanusi juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945.

Mendapat gelar sebagai pahlawan nasional pada 2022 ini. Ucapan selamat datang dari Gunung Puyuh itu datang dari DPP PPP dan DPC PPP Sukabumi.

Kiai Sanusi adalah putera dari Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin. Pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi. Sebagai putera seorang ajengan (Kiai), telah belajar ilmu-ilmu keislaman sejak ia masih kanak-kanak. Selain ia juga banyak belajar dari para santri Senior di pesantren ayahnya.

Menginjak usia dewasa, Kiai Sanusi mulai mengaji di beberapa pesantren di Jawa Barat. Pada usia 20 tahun, menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang berasal dari Kebon Pedes, Baros, Sukabumi.

Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Belajar di Mekah selama tujuh tahun, Kiai Sanusi mendapat gelar imam besar Masjidil Haram. Ia berguru kepada ulama-ulama terkenal, khususnya dari kalangan al-Jawi (Melayu).

Ponpes Syamsul Ulum

Pada 1915, sepulang belajar dari Mekah. Kiai Sanusi kembali ke Indonesia untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan.

Baca Juga  Polda Aceh Antisipasi Kelangkaan Migor di Pasar

Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri. Terletak di Kampung Genteng, sebelah utara desa Cantayan. Sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng.

Pesantrennya tersebut ia beri nama Pondok Pesantren Babakan Sirna Genteng. Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, salah satu ulama pembaharu asal Mesir. Banyak mempengaruhi pemikiran KH Ahmad Sanusi.

Ketika belajar di Mekah, Kiai Sanusi telah mengenal ide-ide pembaharuan dari Syeikh Muhammad ‘Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, dan Jamaluddin al-Afghani.

Melalui buku-buku dan majalah aliran pembaharuan di Mesir. Sehingga pengaruh tersebut menjadikannya ulama pembaharu ketika pulang ke Indonesia.

Namun demikian, ia tetap tidak meninggalkan mahzabnya. Ia tetap mengikuti mazhab Syafi’i. Sebagaimana yang dilakukan kedua gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mukhtar at-Tarid.

Bidang ilmu fikih merupakan keahliannya. Kiai Sanusi terkenal sangat kritis terhadap dalam menentukan hukum Islam. Dalam bidang ilmu al-Qur’an, Kiai Sanusi berpendapat terdapat empat kategori hukum dalam al-Qur’an, yaitu:

  1. Berkaitan dengan keimanan dan kebebasan beragama. Dalam memilih dan menjalankan ketentuan-ketentuan agama.
  2. Berkaitan dengan rumah tangga dan pergaulannya seperti pernikahan dan perceraian, keturunan dan kewarisan.
  3. Berkaitan dengan prinsip kerjasama antarsesama umat manusia. Seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai dan lain-lain.
  4. Berkaitan dengan pemeliharaan kehidupan. Yaitu berupa peraturan pidana dan perdata untuk menghukum. Di antara sesama manusia yang melakukan kesalahan.[Aji Setiawan | red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.