Oleh: Aji Setiawan
“KEDUSTAAN ditetapkan sebagai dosa anak Adam kecuali tiga perkara: Seorang lelaki berdusta terhadap istrinya untuk memuaskan hatinya, seseorang yang yang berdusta karena siasat untuk perang, dan seseorang yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya.” (HR. Ath-Thabrany dan Ahmad)

Suatu waktu, beberapa pemuda muslim diutus Rasulullah SAW ke wilayah Mudhar. Di tengah perjalanan mereka kehausan, kelaparan dan kepanasan. Akhirnya, mereka melewati sebuah tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan dan sebuah pohon rindang di sisi luarnya.
Ternyata tak jauh dari tempat mereka, tampak sebuah kemah kecil yang di depannya ada sekumpulan kambing. Tanpa berpikir panjang lagi, para utusan Rasulullah SAW itu lalu menemui pemiliknya, orang Badui sambil berkata, ”Berilah kami satu ekor kambing untuk dimakan.”
Mengetahui yang meminta adalah para utusan Rasulullah SAW yang tengah kelaparan, orang Badui itu kemudian mengambil satu ekor kambing jantan yang gemuk dan dengan sigap ia segera menyerahkannya pada mereka.
Para utusan Rasul itu tentu saja gembira mendapat pemberian kambing gemuk. Mereka lalu menyembelih dan memotong daging kambing. Semua dagingnya kemudian dimasak. Setelah matang, mereka makan masakan daging kambing itu dengan lahapnya sampai habis.
Melihat daging yang dimakan para utusan Rasul telah habis, orang Badui itu kemudian memberi mereka satu ekor lagi kambing gemuk. Mereka kembali menyembelih dan memasaknya. Orang badui itu berkata, ”Tidak ada yang tersisa dari kambing-kambingku yang dapat disembelih kecuali yang hamil atau seekor pejantan.”
Utusan-utusan kembali mengambil seekor lagi. Setelah siang hari dan panas menyengat, apalagi saat itu merupakan musim kemarau. Mereka pun tidak mempunyai tempat berlindung. Orang Badui itu menggiring kambing-kambingnya ke bawah perlindungan sebuah pohon rindang di tengah gurun.
Utusan Rasulullah SAW kemudian mendekati orang Badui itu, lalu berkata, ”Kami lebih berhak berlindung di bawah pohon, dari pada kambing-kambing kamu.”
Mereka semakin mendekat dengan orang Badui itu sambil memerintahkan untuk menggiring kambing-kambing yang sedang berteduh, ”Keluarkanlah kambing-kambingmu, agar kami dapat berlindung di tempat ini!”
Orang badui itu berkata, ”Jika kalian mengeluarkan kambing-kambing itu, maka kambing-kambingku yang sedang hamil tidak akan kuat terkena terik panas matahari. Aku takut, anak dalam kandungannya akan keguguran. Sementara aku sudah berima kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat dan juga mengeluarkan zakat.”
Namun jawaban dari orang Badui itu tidak digubris para utusan Rasulullah SAW. Mereka dengan kasar lalu menggiring semua kambing-kambing yang tengah berlindung di bawah pohon rindang itu.
Tak berapa lama kemudian, kambing-kambing itu pun langsung meregang kepanasan oleh terik matahari yang tengah panas-panasnya, berada tepat di atas ubun-ubun kepala. Seperti dugaan orang Badui itu, kambing-kambing yang tengah hamil tak lama berselang mengalami keguguran.
Orang Badui itu dengan muka masam, kemudian berlalu pulang dari para utusan Rasul. Ia dengan langkah tergopoh-gopoh kemudian menemui Rasulullah SAW dan menceritakan semua kejadian yang menimpa kambing-kambingnya. Beliau sangat marah mendengar cerita orang Badui itu, kemudian bersabda,”Tunggulah di sini hingga mereka tiba.”
Setelah para utusan beliau kembali semua, mereka semua dikumpulkan dan dipertemukan dengan orang Badui itu. Satu per satu mereka dipanggil Rasulullah SAW, untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya di padang sahara. Namun para utusan itu semuanya berkata dusta, dan semua yang dikatakan para utusan itu hanya ingin menggembirakan Rasulullah SAW.
Orang Badui yang mendengar dan melihat langsung kesaksian dari para utusan itu langsung berkata sambil menahan isak tangis karena sedih melihat perilaku sahabat Nabi yang berbohong di hadapan beliau, ”Demi Allah, sesungguhnya Allah Jala Jalalluhu wa Rahmatuhu benar-benar tahu bahwa aku berkata jujur dan merekalah yang berkata dusta. Semoga Allah memberitahukan kepada engkau tentang hal ini wahai Nabi Allah! wahai Rasulullah SAW!”
Rasulullah SAW pun terharu mendengar kata-kata dari orang Badui. Beliau melihat dengan mata batinnya yang tajam, kalau orang Badui itu kata-katanya begitu polos dan penuh kejujuran. Hingga, membuat bulir-bulir air mata menetes dari sorot mata beliau yang mulia itu.
Beliau baru menyadari, kalau perkataan dari orang Badui itulah yang benar, dan perkataan penuh kedustaan dari para utusannya yang penuh tipu muslihat. Tentu saja, beliau marah besar.
Wajah beliau yang biasa teduh, kini langsung berubah dengan sorot mata yang tajam. Maka, segeralah beliau kembali memanggil satu per satu para utusan untuk menghadap dan bersumpah.
Suara baginda Rasulullah SAW yang tegas dan berwibawa, membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi gentar dan tergetar hatinya.Ternyata, para utusan itu tak satu pun yang berani mengucap sumpah di hadapan baginda Rasulullah SAW.
Akhirnya, para utusan beliau membenarkan semua perkataan orang Badui itu dan mengakui kalau mereka telah berkata dusta.
Sekalipun beliau dari tadi mendengarkan saja kata para utusan dengan seksama dan penuh kearifan, namun Rasulullah SAW tetap tidak bisa menerima serta membenarkan setiap kedustaan.
Beliau kemudian berdiri dan bersabda, ”Apa yang mendorong kalian akur dalam kedustaan sebagaimana kasur yang hangus berturut-turut dalam api? Kedustaan ditetapkan sebagai dosa anak Adam kecuali tiga perkara; Seorang lelaki berdusta terhadap istrinya untuk memuaskan hatinya, seseorang yang yang berdusta karena siasat untuk perang, dan seseorang yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya.”[halaman7.com]