Oleh Ustadzah Jelita
HARI Tarwiyah adalah hari kedelapan Dzulhijjah. Kata tarwiyah sendiri, berasal dari kata rowiya, atau kata rawa – yarwi – tarwiyatan yg memiliki makna berpikir atau merenung. Hari tersebut identik dgn keadaan berpikir dan merenung tentang hal² yg masih dipenuhi dengan keragu²an.
Menurut Imam Ibnu Qudamah Al-Hambali Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 1223 M di Damaskus Suriah) dalam Kitab Al-Mughni menyebutkan bahwa penamaan Hari Tarwiyah juga dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim alaihis salam, mengenai mimpi penyembelihan putranya, Nabi Ismail alaihis salam.
Pagi hari setelah bermimpi, Nabi Ibrahim alaihis salam memastikan kebenaran mimpinya sebagai perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Maka, ia menyebut hari itu sebagai tarwiyah yg berarti memuaskan dengan kepastian.
Menurut ulama sejarah lahirnya, ada tiga hal yangg mendasari penamaan hari ke-8 Zulhijah menjadi hari Tarwiyah, yaitu:
Pertama, perenungan Nabi Adam alaihis salam tentang upah saat diperintah Allah untuk membangun Kakbah.
Kedua,perenungan Nabi Ibrahim alaihis salam usai bermimpi menyembelih sang anak, di hari ke-8 Zulhijah.
Ketiga, perenungan jemaah haji tentang doa-doa yang hendak dipanjatkan pada hari Arafah.
Hari Tarwiyah termasuk dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, sehingga termasuk hari istimewa dalam Islam. Sunnah pada hari Tarwiyah ialah berangkat menuju ke Mina bagi jemaah haji dan Puasa Tarwiyah.
Dalam sejarah yg termaktub dalam Kitab Tuhfatul Habib ‘Ala Syarhil Khatib yg ditulis Imam Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami Asy-Syafi’i Al-Mishri rahimahullah (wafat 27 November 1806 M di Mesir) terjadi peristiwa penggantian kiswah pada masa Kekhalifahan Abbasiyah ketujuh, oleh Abu All-Abbas Abdullah bin Harun Ar-Rasyid atau Khalifah Al-Ma’mun rahimahullah (wafat 7 Agustus 833 M dalam umur 46 tahun di Tarsus Mersin Turki). Ia mengganti kiswah berwarna hitam dengan kiswah berwarna merah.
Jemaah haji Indonesia akan mulai digerakkan menuju Padang Arafah pada bertepatan dengan 8 Zulhijjah 1446 H. Pada saat yg sama, sebagian jemaah ada yg bergerak menuju Mina untuk melakukan Tarwiyah. Kenapa tidak semua jemaah Indonesia melakukan Tarwiyah?
Tarwiyah adalah kegiatan menginap (mabit) di Mina pada 8 Dzulhijjah, sebelum wukuf di Padang Arafah. Jemaah akan menunaikan shalat dhuhur, Asar, Maghrib, Isya, dan Subuh di Mina. Mereka tidak meninggalkan Mina, sebelum terbit matahari di hari Arafah. Hukum melaksanakan Tarwiyah adalah sunnah.
Puasa Tarwiyah
Diketahui, puasa Tarwiyah menjadi awal dari rangkaian ibadah haji. Para jamaah haji mulai mempersiapkan diri melaksanakan wukuf di Arafah. Puasa Tarwiyah dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah. Puasa Tarwiyah tepatnya 8 Dzulhijjah.
Bagi umat muslim yg berhaji, hari Tarwiyah adalah hari persiapan sebelum perjalanan menuju Arafah. Sementara mereka yg tidak berhaji, menunaikan puasa Tarwiyah berarti ikut merasakan dan mengambil peran dalam hari² istimewa itu.
Secara khusus, riwayat tentang puasa Tarwiyah tercantum dalam Kitab Al-Jami’us Shagir, karya Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi Asy-Syafi’i Al-Mishri rahimahullah (wafat 18 Oktober 1505 M, Kairo, Mesir) riwayat Sahabat Abdullah bin Abbas Radhiallahu Anhu (wafat 687 M di Kota Thaif):
“Puasa hari Tarwiyah menghapus dosa satu tahun dan puasa hari arafah menghapus dosa dua tahun.” (HR. Imam Ibnu An-Najar Al-Baghdadi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari rahimahullah wafat 1246 M Baghdad Irak)
Puasa Tarwiyah menghapus dosa setahun sebelumnya. Selain itu, bagi orang yg menjalankan puasa Tarwiyah mendapatkan pahala, seperti pahala yg didapatkan Nabi Ayyub alaihis salam.
Perlu diperhatikan, ‘dihapuskannya dosa²’ dalam hadits, bukan berarti semua dosa diampunkan. Jumhur ulama menyepakati bahwa ‘dosa’ di sini diartikan sebagai dosa² kecil. Sementara dosa² besar seperti zina, memakan riba, sihir, meninggalkan shalat, dan sebagainya, harus melalui pertaubatan yg benar dan sungguh².
Pertaubatan akan diterima apabila terdapat penyesalan, komitmen, permohonan ampunan, dan menambal keburukan dgn kebaikan serta amal saleh.
Berdasarkan riwayat Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu (wafat 678 M di Jannatul Baqi’ Madinah), dalam Kitab Nuzhah Al-Majalis wa Muntakhab Al-Nafais, karya Asy-Syaikh Al-Muarrikh Abdurrahman bin ‘Abdussalam bin ‘Abdurrahman bin ‘Utsman Abu Hurairah Ash-Shufuri Asy-Syafi’i Al-Makki rahimahullah (wafat 1488 M di Makkah) :
“Barangsiapa berpuasa pada hari Tarwiyah, maka Allah akan memberikan pahala seperti pahala kesabaran Nabi Ayub Alaihis salam atas musibahnya”.
Niat puasa Tarwiyah
Sebelum menjalankan puasa Tarwiyah dan Arafah kalian wajib terlebih dulu mengetahui doa niat puasanya. Sebab, apa pun amalan yg tidak disertai niat maka tertolak. Berikut niat puasa Tarwiyah:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةٍ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى.
Nawaitu shauma tarwiyatin sunnatan lillaahi ta’aalaa. (Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah ta’ala).
Atau:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i sunnati yaumit tarwiyah lillâhi ta’aalaa.(Aku berniat puasa sunnah Tarwiyah esok hari karena Allah ta’ala).
Adapun bagi yg lupa niat pada malam hari, dalam puasa sunnah, boleh melafalkan niat pada siang harinya, yakni dari pagi hari sampai sebelum tergelincirnya Matahari (waktu dzuhur), selagi belum melakukan hal² yg dapat membatalkan puasa. Berikut niat puasa Tarwiyah 8 Dzulhijjah untuk siang hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shouma haadzal yaumi ‘an adaa’i tarwiyata sunnatan lillaahi ta’aalaa (Saya niat puasa sunnah Tarwiyah hari ini karena Allah ta’ala).
Perbanyak bacaan dzikir :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمِ الَّذِيْ لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ. لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ .
Wallahu A’lam.[halaman7.com]