Catatan: H Nasril Lc MA
MISI penyelenggaraan ibadah haji 1444 H telah dimulai. Pemerintah juga telah melakukan berbagai persiapan, mulai dari pelayanan dan pembinaan jemaah telah dilakukan. Panitia telah dibentuk, bahkan sebagian telah berangkat ke Tanah Suci untuk persiapan lapangan.
Tentu ada yang berbeda dari penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Khususnya dari sisi kuantitas jemaah jauh lebih banyak dari tahun sebelumnya. Begitu juga dengan jemaah haji lanjut usia (lansia), mencapai 64 ribu lebih atau sekitar 30 %.
Hal tersebut kemudian membuat pemerintah menyiapkan strategi khusus untuk pelayanan istimewa bagi semua tamu Allah. Seperti petugas khusus dan juga buku panduan manasik khusus lansia serta kebijakan lainnya. Bahkan pemerintah mengusung tema haji kali ini Haji Ramah Lansia.
Seluruh calon jemaah haji tahun ini adalah orang-orang terpilih yang mendapat panggilan Allah SWT. Untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci, Kota Makkah Al-Mukarramah. Juga berziarah ke makam baginda Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawwarah.
Ini merupakan undangan spesial dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang yang dipilihnya. Mereka menjadi tamu Allah (dhuyuf Allah, Dhuyuf Ar-Rahman).
Seperti dalam firman Allah SWT pada surah Al Hajj ayat 27 yang artinya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”. (QS Al Hajj Ayat 27).
Di dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dijelaskan dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW sesungguhnya beliau bersabda. “Para haji dan orang yang berumrah adalah tamu-tamu Allah. Jika mereka berdoa kepadanya, Allah akan mengabulkannya. Dan jika mereka meminta ampunan kepadanya, Allah akan mengampuninya.”
Beberapa waktu yang lalu, tatkala pandemi melanda seluruh belahan dunia dua tahun lalu mengakibatkan terjadinya penundaan pemberangkatan haji, termasuk Indonesia. Kondisi force majeure (kahar) tersebut telah membuat penantian seluruh jemaah calon haji semakin panjang.
Tentu ada kerinduan yang mendalam dari seluruh jemaah calon haji, yaitu rindu untuk segera bisa menyapa langsung Baginda Rasulullah SAW. Kemudian kerinduan untuk dapat bersujud dan bermunajat di taman surga (Raudhah) dan pastinya untuk melaksanakan serangkaian perjalanan ibadah haji di tanah suci Makkah Al-Mukarramah.
Insya Allah tahun ini kerinduan itu akan segera terobati. Antrian panjang itu sudah mulai terurai. Tahun ini Indonesia kembali mendapatkan kesempatan untuk memberangkatkan jemaah sesuai kuota yang ditentukan Kerajaan Arab Saudi.
Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat dahsyat. Membutuhkan kemampuan fisik, finansial dan kesabaran. Termasuk juga sabar menunggu antrian selama bertahun-tahun. Haji merupakan ibadah badaniyah, ibadah ruhaniyah, dan juga ibadah maliyah. Serta salah satu ibadah yang paling baik sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadisnya.
Sedangkan haji mabrur merupakan predikat yang diidamkan setiap jemaah yang melaksanakan rukun Islam kelima ini. Haji mabrur yaitu haji yang maqbul atau diterima dan diberi balasan berupa al-birr yang berarti kebaikan atau pahala.
Rasulullah SAW bersabda: “Dari sahabat Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad Saw, ia bersabda: “Siapa saja yang berhaji, lalu tidak berkata keji dan tidak berbuat dosa, niscaya ia pulang (suci) seperti hari dilahirkan oleh ibunya,” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dalam hadis yang lain Rasul SAW menegaskan, balasan bagi haji mabrur adalah surga: “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda: “Umrah ke umrah merupakan kafarah (dosa) di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur tiada balasan baginya kecuali surga” (HR Bukhari).
Setiap jemaah haji tentunya mendambakan predikat “mabrur”. Karena itu ada beberapa hal yang harus dilakukan jamaah untuk meraih mabrur haji. Di antaranya; memperbaiki dan meluruskan niat beribadah karena Allah SWT.
Karena pelaksanaan ibadah haji adalah sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah agama dan pemenuhan rukun Islam ke lima. Bukan untuk menaikkan status sosial atau sekadar pamer kesalihan. Apalagi juga bukan karena gengsi dan riya.
Kemudian, mempersiapkan bekal terbaik sebelum berangkat ke tanah suci. Di antaranya; mempersiapkan diri dengan dengan persiapan yang matang, belajar tentang manasik haji. Juga memahami filosofi di balik rukun haji, wajib haji dan menguasai bacaan-bacaan doa dalam tahapan-tahapan ibadah haji. Kemudian menjaga kesehatan, membersihkan jiwa dan menata diri serta menumbuhkan sikap peduli sesama.
Selanjutnya, fokus pada hal yang substantif selama berhaji. Selama di tanah suci, fokuskan pikiran dan energi untuk melakukan rukun haji dan wajib haji secara khusyu’.
Perjalanan menunaikan ibadah haji akan menuntun manusia untuk merenungi tujuan awal penciptaannya. Seperti gerakan tawaf yang menghilangkan identitas personal manusia. Semua orang berkumpul pada tujuan yang sama. Berputar dalam arah yang sama tanpa ada perbedaan jabatan, ras, warna kulit, atau perbedaan lainnya.
Menunaikan ibadah haji menjadi wasilah peningkatan amaliah seorang hamba dengan Sang Pencipta dan juga menjadi wasilah hablu minan nas, (sarana mewujudkan kepedulian sesama).
Haji menjadi momen perubahan seorang hamba untuk lebih baik, berakhlak, menghidupkan prinsip kemanusiaan. Mematikan berhala-hala kecil yang bersemayam dalam hati. Kemudian menjadi pribadi yang bermanfaat untuk umat.
Menjadi haji yang mabrur berarti juga memiliki kepedulian sosial, peka terhadap lingkungan. Memiliki kerendahan hati dan dapat membawa diri di tengah pergaulan dengan orang lain.
Tukang Sepatu
Cerita tentang kepedulian sosial sudah tercermin dari kisah Abdullah bin Mubarak. Ada seorang tukang sepatu bernama Muwaffaq dengan ikhlas memberikan biaya haji yang telah dikumpulkannya untuk membantu tetangganya yang membutuhkan. Singga ia urung berangkat haji.
Berkat keikhlasannya, Allah menjadikan seluruh jemaah yang melaksanakan haji pada waktu itu menjadi haji yang mabrur. Kisah ini menggambarkan kepada kita bahwa mampu memberi tatkala kita sedang membutuhkan merupakan ibadah yang sangat sulit dilakukan. (Diitulis oleh Habib Husein dalam Prolog buku “Tuhan Ada di Hatimu”).
Kisah tersebut memberikan pelajaran berharga kepada kita. Sesungguhnya haji adalah amalan yang utama. Berjihad juga amalan utama. Namun amalan sosial seperti menyantuni anak yatim, orang miskin, membantu yang membutuhkan dan orang terlantar juga merupakan amalan yang utama dan mulia. Artinya keridhaan Allah tidak semata di depan Ka’bah tapi juga ada dalam setiap amal kebaikan.
Perintah melaksanakan ibadah haji dan perintah berbuat baik sama-sama meraih ganjaran dari Allah. Kalau ibadah haji itu ibadah personal, sedangkan menyantuni anak yatim dan memberikan makan kepada fakir miskin menjadi ibadah sosial.
Bahkan dari kisah Abdullah bin Mubarak menunjukkan betapa dahsyatnya ibadah sosial. Meskipun belum berangkat haji, tapi menyebabkan mabrurnya semua amalan ibadah lainnya.
Tentunya, kisah Abdullah bin Mubarak yang mendapatkan pahala haji. Bahkan tanpa melakukannya bisa diulang dengan pendalaman esensi. Kunci dari semua itu adalah kesabaran dan keteladanan atas ritual haji. Secara serius memaknai setiap gerakan; ihram, tawaf, sa’i dan gerakan lain, akan mengantarkan seseorang menjadi manusia sejati.
Wabil khusus jamaah haji kita tahun ini, sebagian jemaah haji merupakan Lansia yang membutuhkan bantuan dan keringanan tangan dari yang lebih muda. Sejatinya sebagai jemaah haji dituntut untuk memiliki sikap peduli, saling membantu serta tidak egois.
Setiap orang bisa mencontoh Abdullah bin Mubarak dan Muwaffaq dengan peran masing-masing. Tamu Allah harus menumbuhkan dan mewujudkan kepedulian sesama selama berada di Tanah Suci, dan ini merupakan jalan menuju kemabruran haji.
Allah SWT memberi perintah kepada umat muslim agar senantiasa berbuat baik kepada sesama. Hal itu merupakan ajaran universal yang hampir semua manusia dalam sebuah lingkungan masyarakat dianjurkan melakukannya.
Terutama untuk seorang muslim, berbuat baik merupakan salah satu bentuk ibadah dan wujud akhlak mulia. Rasulullah SAW: “Barang siapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih).
Sungguh peluang untuk menggapai mabrur haji terbuka lebar untuk semua jemaah. Salah satu jalannya adalah mengamalkan petunjuk mabrur sebelum berhaji, niat yang benar, melaksanakan serangkaian manasik (ilmu). Melahirkan sikap peduli sesama dan senantiasa terus berbuat baik dan peduli sesama.
Saat di sana, jika menemukan saudara-saudara sebangsa dan setanah air bahkan dari luar negeri yang membutuhkan bantuan. Maka ringankan tangan untuk itu, meskipun kadang ada hal yang harus dikorbankan.
Selanjutnya, mari bermunajat kepada Allah agar dimudahkan segala urusan dan dapat melaksanakan seluruh rangkaian manasik haji tahun ini. Selamat menunaikan ibadah ibadah haji para tamu Allah, semoga menjadi haji mabrur dan maqbul. Aamiin. Aamiin ya Rabb.[halaman7.com]
Penulis, Mahasiswa S3 Hukum Islam UIN Jakarta (Program BIB Kemenag-LPDP) & Penghulu KUA Kuta Malaka Aceh Besar.