SOSOK satu ini masih tampil energik, smart, humble dan friendly. Pensiunan Jenderal Bintang dua (Mayor Jenderal/Mayjen) ini juga terlihat masih sangat fit. Meski di usia yang terbilang tidak muda lagi.
Mantan Panglima Kodam Iskandar Muda (IM) pada 2018 ini, terlihat begitu akrab. Begitulah yang terlihat saat berjumpa dengan sejumlah pimpinan media (owner/Pemred) termasuk Pemred halaman7.com serta redaktur sejumlah media di Aceh, pada Sabtu 27 Januari 2023, di salah satu café di kawasan Kuta Alam Banda Aceh.
Banyak cerita yang mengalir dalam diskusi non formal tersebut. Menyankut Aceh ke kinian hingga masa depan Aceh nantinya, pasca Pilkada 2024. Sampai tersirat, rasa inginnya untuk kembali pulang untuk membangun kampung tercinta, Aceh.
Sosok itu adalah Mayjen TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin. Dimata pria kelahiran Banda Aceh, 14 Juni 1962 ini, membangun Aceh tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Namun harus bersama-sama.
Aceh jangan lagi euphoria, seakan-akan Aceh satu-satunya daerah di Indonesia yang tak pernah dijajah Belanda. Aceh saat ini dan masa depan, harus bisa melihat bagaimana Aceh masa depan. Mau dibawa kemana Aceh yang akan datang.
“Karenanya, Aceh butuh sosok pemimpin yang bisa menjembatani generasi saat ini (melinial) dengan generasi sebelumnya. Biar Aceh bisa bangkit dan mengejar ketertinggalan disegela sektor saat ini, dibandingkan daerah lain,” ujar suami dari Yosi Indraswari ini.
Generasi Aceh saat ini juga harus diperkuat sisi akidah atau keagamaannya. Salah satu jalan, kembali menghidupkan balai pengajian yang ada di kampung-kampung.
menurut Hafil, Dengan luas daerah dan jumlah penduduk Aceh saat ini yang mencapai 5 juta jiwa lebih. Keberadaan dayah atau pesantren masih sangat kurang dibandingkan jumlah penduduk Aceh.
Jenderal Hafil mengaku, masa kecilnya mengenal agama itu di balai pengajian yang ada di kampungnya, Aceh Selatan. Makanya, Hafil sangat rindu balai pengajian itu bisa tumbuh kembali di semua gampong (desa) di Aceh.
Diskusi dan perbincangan hangat ini, sempat terputus. Saat muadzin masjid Kuta Alam di Asrama TNI berkumandang, menandakan waktu Shalat Dzuhur telah tiba.
Dengan cepat ayah dari Cut Syahnaz Putri Aulia dan Teuku Fil Rizki Syahputra ini bangkit. Meninggalkan teh dingin yang baru diserumputnya tak sampai setengah gelas.
“Ayo kita shalat dulu. Nanti kita sambung lagi,” ujarnya singkat dan membubarkan forum non resmi itu bubar sesaat.
Usai shalat, Jenderal Hafil sempat memperlihatkan, kalau dimasanya sempat asrama Kuta Alam dirapikan. Betul-betul membuat suasana nyaman. Namun, saat ini, asrama tersebut kini telah berdiri warung-warung, hingga sedikit mengganggu keindahan kota.
“Saya, pernah minta sama Pak Amin (Aminullah Usman, Walikota Banda Aceh saat itu) untuk membuat trotoar. Agar jangan dibangun lagi warung di Asrama. Tapi tak dikerjakannya. Entah kenapa?,” ujar Hafil.
Hafil kecil yang menyelesaikan pendidikan SD di Tapaktuan, Aceh Selatan serta SMP dan SMA di Banda Aceh ini, sempat mengecap pendidikan tinggi di Universitas Syiah Kuala di Fakultas Pertanian. Hanya saja, belum sempat kuliah lama, Ia lulus diterima di Akademi Militer (Akmil) pada 1981.
Tinggalkan Aceh
Sejak saat itulah, Hafil muda meninggalkan Aceh dan baru kembali lagi untuk menetap, setelah ditunjuk menjadi Panglima Kodam IM pada Maret 2018. Selama bertugas di kementerian, Hafil terbilang sering berdinas ke Aceh. Hanya saja, waktunya tak lama.
“Saya itu orang yang termasuk keluar dari struktur Angkatan Darat selama 20 tahun. Saya tiba-tiba dipangil masuk kembali struktur Angkatan Darat. Saya kaget juga,” kata Hafil pada malam pengantar tugas di Lapangan Tenis Indoor Jasdam IM Neusu Banda Aceh, Jumat 23 Maret 2018.
Hafil sebelum ditugaskan ke Aceh jadi Pangdam IM, sempat berkarir di kementerian. Pada2013 menjadi Asdep Koordinasi Media Massa di Kemenko Polhukam pada 2015, menjadi Asdep Koordinasi Pemajuan dan Perlindungan HAM di Kemenko Polhukam.
Sebelum ditunjuk menjadi Pangdam IM, dari Kemenko Polhukam,, Hafil menjadi Tenaga Ahli (TA) Pengkaji Bidang Geografi di Lemhanas pada 2017.
Selama mengabdi di Kemenko Polhukam dan Lemhanas, Hafil banyak mengenal karakter dan geografis seluruh daerah di Indonesia. Ini modal penting dan kuat. Bila pada 2024 ada kepercayaan masyarakat Aceh baginya untuk membangun kampung halaman, Aceh.
Hanya saja, rasa ingin untuk ikut menjadi kontetasi Pilkada 2024 rasanya berat. Karena, menurut Hafil saat ini, Ia tidak terlibat dalam partai tertentu. Sedangkan, Partai di Indonesia, menjadi salah satu alat atau perahu untuk bisa maju dalam pertarungan Pilkada.
“Saya bukan orang partai. Kalau pun ikut Pilkada yang melamar (ke partai) tak mau. Tapi, kalau di lamar saya siap. Itupun tanpa mahar,” ujar Hafil.
Sebab, jika dilamar dan harus menyerahkan mahar politik dengan nilai tertentu. Maka, kecendrunganya, pemimpin manapun di Indonesia, Ia akan berusaha mengembalikan modalnya dulu untuk maju. Tentu ini bukan butuh waktu yang singkat. Bisa 2-3 tahun.
“Jika ini yang dilakukan, maka kapan kita akan membangun daerah,” beber Hafil.
Dalam diskusi non formal itu, banyak cerita dan konsep serta solusi yang ditawarkan Hafil untuk membangun Aceh. Semua itu dari hasil kajiannya selama di Kemenko Polhukam, Lemhanas dan menjadi Pangdam IM.
Dari konsep dan solusi itu, terasa sangat rasional dengan kontek ke Aceh-an saat ini. Yang terkesan stagnan dalam pembangunan, soal kemiskinan, soal ekonomi dan pendidikan baik formal maupun keagamaan.
Namun, dibalik itu semua itu. Adakah partai yang mau melamarnya tanpa mahar? Waktu akan menjawab semuanya.[iranda novandi]