Aktivis GMNI: Stop Cangkul Padang di Laut Tawar

Keindahan Danau Lut Tawar dilihat dari Mendale.[FOTO: h7 - dok andinova]

halaman7.com – Aceh Tengah: Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah, Hamzah Chibro meminta pemerintah daerah dan pihak terkait menertibkan penggunaan alat tangka[ berbahaya seperti Cangkul Padang di Danau Lut (Laut) Tawar, di Aceh Tengah.

Hal ini dikarenakan, saat ini klestarian Danau Lut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah beberapa tahun ini mulai terancam. Salah satu ancaman yang tengah dihadapi di danau yang memiliki luas 5.472 hektar ini adalah penangkapan ikan  dengan alat tangkap moderen yang dinamai ‘Cangkul Padang’ dan ‘Pukat Dorong’. Sejenis pukat harimau dengan bentangan jaring  mencapai ratusan meter.

Hamzah Chibro

“Pemda Aceh Tengah kita kita minta untuk menindaklanjuti Qanun Danau Lut Tawar, khususnya tentang alat tangkap nelayan yang ada di sepadan danau,” ujar Sekretaris GMNI Aceh Tengah, Hamzah Chibro, Sabtu 6 Januari 2024.

Hamzah selaku pemuda  yang tinggal di belantara pingir Danau Lut Tawar ini mengatakan, pada 26 Januari 2022, Bupati Aceh Tengah telah megeluarkan surat Nomor: 331.1/20 pada Satpol PP dan WH.

Prihal pemberitahuan kepada beberapa Camat yang ada di seputaran Danau Lut Tawar untuk menyampaikan kepada masyarakat pelaku usaha alat tangkap Pukat Dorong dan Cangkul Padang dan sejenisnya. Agar segara membongkar alat tangkap jenis tersebut.

“Namun sampai saat ini, kita masih melihat di beberapa titik penangkapan ikan scara tidak normal itu masih aktif,” ujar Hamzah.

Dikawatir kunjungan wisatawan akan semakin berkurang ke daerah berhawa sejuk ini, karena mereka hanya melihat danau yang berserakan kabel dan bambu. Sebagai generasi muda daerah ini merasa malu melihat kondisi danau yang dibanggakan ini rusak hanya gara-gara ulah segelintir oknum saja yang mengatasnamakan ‘sejengkal perut’.

Baca Juga  Banjir Langsa Surut Bapera Aceh Salurkan Bantuan

Menurut Hamzah, tentunya tindak lanjut dari pembentukan Qanun tersebut perlu dilakukan. Memingat keadaaan ekosistem yang mulai rusak di tambah lagi dengan banyaknya reklamasi di sepadan pinggir danah lut tawar.

Hal tersebut sangat merugikan bagi masyarakat Gayo umumnya, terutama bagi nelayan tradisional yang mencari nafkah di danau yang terletak diketinggian 1200 Mdpl.

“Kita harapan kepada pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) agar sejenak memikirkan kelestarian Danau Lut Tawar dan tanpa mengesampingkan para pencari nafkah bagi segelintir nelayan,” tegas Hamzah.[Sutris | red 01]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *