Aceh, News  

Bendera dan Lambang Aceh, Penantian yang belum Berujung di 2021

halaman7.com – Banda Aceh: Sepanjang 2021, berbagai persoalan hiruk pikuk politik di Aceh muncul silih berganti tiada kesudahan tanpa solusi dan penyelesaian. Diantara hiruk pikuk yang disorot masyarakat adalah masalah revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dan polemik bendera dan lambang yang sudah disahkan melalui qanun Aceh No 03 tahun 2013.

Hingga saat ini belum ada persetujuan pemerintah pusat. Karena dianggap berbenturan dengan Peraturan Pemerintah No 77 tahun 2007. Akhirnya dikabarkan sudah dibatalkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.

Usman Lamreung

Menyangkut masalah revisi UUPA, Akademisi Unaya, Aceh Besar, Usman Lamreueng menyatakan, Badan Legislasi (Banleg) DPR RI sudah menetapkan 40 judul Rancangan Undang-Undang (RUU) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periotas 2022.

“Sayang dalam Prolegnas 2022, UUPA tidak masuk agenda revisi (perubahan),” ujar Usman, Rabu 29 Desember 2021.

Sepertinya, lanjut Usman, revisi UUPA masih dalam perdebatan pro-kontra. Sehingga belum ada draf revisi dari pemerintah Aceh atau jangan-jangan pemerintah Aceh tak ambil pusing dengan revisi UUPA tersebut.

Dikatakan, sangat disayangkan bila ada elit politik. Saling menyalahkan satu dengan lainnya. Namun tanpa ada niat untuk mengambil inisiatif mendorong Pemerintah Aceh dan kekuatan sosial politik lainnya di Aceh bersama-sama menyuarakan revisi UUPA dan perpanjangan dana Otsus.

Forbes?

Kalau UUPA tidak direvisi bagaimana Aceh minta tambahan dua persen dana Otsus untuk bisa berlanjut? Atau memang sudah cukup dana Otsus sampai 2027?. Seharusnya momentum ini bisa disuarakan Forum Bersama (Forbes) DPR RI Aceh. Bukan menunggu hasil dari pemerintah Aceh.

Kalau ini tidak diambil inisiatif Forbes, apa juga kerja Forbes untuk Aceh?. Harapannya ada pada Forbes dengan Ketua Nasir Jamil yang dulu pernah terlibat merancang UUPA. Sudah sangat banyak pengalaman dan ditambah lagi sudah barang pasti punya jaringan yang kuat di Senayan, dan tidak dirangukan lagi. Pasti mampu mendorong perubahan UUPA.

Baca Juga  Masyarakat Aceh Perantauan Shalat Ied di Masjid Aceh Darussalam, Banten

“Jangan sampai rakyat sesumbar bahwa DPR RI Aceh tidak bekerja,” tegas Usman.

Begitu juga polemik Bendera dan Lambang. Sudah semestinya kembali membangun komunikasi dengan pemerintah Pusat. Semua pemangku kepentingan, baik Wali Nanggroe, DPRA, Pemerintah Aceh, DPR RI dan DPD RI Aceh sudah semestinya satu visi mendorong penyelesaian secara menyuluruh dengan pemerintah pusat terkait Qanun Aceh No 03 tahun 2013 tentang Lambang dan Bendera.

“Ini penting. Agar kisruk dan polemik segera berakhir, dan bendera bisa dikibarkan tanpa ada masalah dengan pihak kepolisian,” ujar Usman.

Dikatakannya, ini tanggungjawab DPRA, Pemerintah Aceh, DPD dan DPR RI Aceh. Jangan sampai kisruh Lambang dan Bendera Aceh bisa berbuntut membuka terjadinya konflik. Jangan sampai gara-gara polemik Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat berbuntut panjang dan yang menjadi korban adalah rakyat Aceh.

“Bendera dan Lambang bukan milik Partai Aceh dan KPA, tapi milik rakyat Aceh,” tegas Usman.

Untuk itu, tokoh muda Aceh asal Aceh Besar ini menyarankan, sudah sepatutnya untuk segera diselesaikan secara politik dengan pemerintah pusat. Kembali dibangun komunikasi politik. Agar polemik yang sudah berumur tujuh tahun ini selesai.[ril | red 01]

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *